Pasar Cibitung Semrawut, Pedagang Merugi karena Pembeli Malas Datang
loading...
A
A
A
BEKASI - Carut marut proses pembangunan Pasar Induk Cibitung, Kabupaten Bekasi terus dirasakan hingga kini. Imbasnya banyak pelanggan kabur akibat kondisi pasar kian semrawut.
Setelah proses perpindahan pedagang dari tempat penampungan sementara ke bangunan baru rampung, masalah lainnya muncul. Salah satunya ketiadaan lahan parkir yang membuat proses bongkar muat terhambat.
Persoalan ini makin serius karena menyangkut pendapatan pedagang yang merosot. Pedagang mengaku kehilangan banyak pembeli yang mengurungkan niatnya berbelanja di Pasar Induk Cibitung lantaran sulitnya mendapat tempat parkir.
“Jadi kayak sepele tapi ternyata sangat terasa oleh kami. Walaupun ini pasar induk tapi kalau lihat kondisinya kayak gini yang beli nggak jadi masuk,” kata Tukimin (55), pedagang saat ditemui di Pasar Induk Cibitung, Rabu (14/6/2023).
Pria yang sehari-harinya berjualan bumbu masakan ini mengaku penjualannya merosot 30-40 persen. Biasanya dia menjual bumbu hingga 200 ton per bulan kini hanya mencapai 120-150 ton.
“Terasanya sejak awal pasar mau dibangun pindah ke penampungan terus sekarang ke sini (lapak baru), makin terasa,” katanya.
Berdasarkan pantauan di Pasar Induk Cibitung, gedung lapak baru di bagian tengah pasar telah ditempati pedagang. Sedangkan lokasi penampungan di bagian belakang telah dirobohkan.
Namun, perpindahan pedagang tidak dibarengi pengaturan lalu lintas kendaraan dan parkir. Masuk dan keluar kendaraan masih dari pintu yang sama. Kemudian di sepanjang lorong antargedung dipadati motor dan mobil bak terbuka. Beberapa kendaraan bahkan parkir di bagian tengah jalan.
Kondisi ini membuat akses menuju lapak para pedagang sulit, padahal tidak sedikit pembeli yang datang dengan membawa kendaraan besar.
Ketua Koordinator Forum Komunikasi Pedagang Pasar Induk Cibitung Asep Damiri mengatakan, semrawutnya pasar membuat banyak pembeli beralih ke pasar induk lain seperti Kramat Jati, Jakarta Timur dan Cikopo, Purwakarta.
“Walaupun Cikopo dan Kramat Jati lebih jauh tapi lebih teratur. Parkir gampang, akses ke lapak sama angkut-angkut ke mobil gampang dibanding di sini. Jadi kami pedagang yang rugi,” katanya.
Pedagang jeruk dan bumbu ini mengaku penjualannya terus merosot. “Biasanya sehari barang bisa habis 1-2 ton, sekarang paling bagus 8 kuintal,” ujarnya.
Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Bekasi Sunandar mengatakan, kesemrawutan pasar ini merupakan buntut dari konflik internal pengembang hingga berujung saling gugat di pengadilan. Konflik ini membuat pedagang menjadi korban.
Dia meminta pemerintah daerah untuk menyelesaikan persoalan ini dengan menyiapkan lahan parkir di sekitar lokasi. Pascakonflik internal pemenang proyek yang sedang menghadapi gugatan, maka kewenangan pengelolaan pasar sudah diambil alih pemerintah daerah sampai adanya keputusan mengikat dari pengadilan.
Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Bekasi Himawan Abror menambahkan selain parkir jalur pejalan kaki di dalam pasar juga banyak yang beralih fungsi menjadi tempat pedagang menyimpan barang dagangan.
"Kami juga meminta UPTD pasar untuk meminta pedagang tidak menggunakan jalur pejalan kaki untuk tempat menyimpan barang dagangan. Kalau perlu diberlakukan surat peringatan," tegasnya.
Setelah proses perpindahan pedagang dari tempat penampungan sementara ke bangunan baru rampung, masalah lainnya muncul. Salah satunya ketiadaan lahan parkir yang membuat proses bongkar muat terhambat.
Persoalan ini makin serius karena menyangkut pendapatan pedagang yang merosot. Pedagang mengaku kehilangan banyak pembeli yang mengurungkan niatnya berbelanja di Pasar Induk Cibitung lantaran sulitnya mendapat tempat parkir.
“Jadi kayak sepele tapi ternyata sangat terasa oleh kami. Walaupun ini pasar induk tapi kalau lihat kondisinya kayak gini yang beli nggak jadi masuk,” kata Tukimin (55), pedagang saat ditemui di Pasar Induk Cibitung, Rabu (14/6/2023).
Pria yang sehari-harinya berjualan bumbu masakan ini mengaku penjualannya merosot 30-40 persen. Biasanya dia menjual bumbu hingga 200 ton per bulan kini hanya mencapai 120-150 ton.
“Terasanya sejak awal pasar mau dibangun pindah ke penampungan terus sekarang ke sini (lapak baru), makin terasa,” katanya.
Berdasarkan pantauan di Pasar Induk Cibitung, gedung lapak baru di bagian tengah pasar telah ditempati pedagang. Sedangkan lokasi penampungan di bagian belakang telah dirobohkan.
Namun, perpindahan pedagang tidak dibarengi pengaturan lalu lintas kendaraan dan parkir. Masuk dan keluar kendaraan masih dari pintu yang sama. Kemudian di sepanjang lorong antargedung dipadati motor dan mobil bak terbuka. Beberapa kendaraan bahkan parkir di bagian tengah jalan.
Kondisi ini membuat akses menuju lapak para pedagang sulit, padahal tidak sedikit pembeli yang datang dengan membawa kendaraan besar.
Ketua Koordinator Forum Komunikasi Pedagang Pasar Induk Cibitung Asep Damiri mengatakan, semrawutnya pasar membuat banyak pembeli beralih ke pasar induk lain seperti Kramat Jati, Jakarta Timur dan Cikopo, Purwakarta.
“Walaupun Cikopo dan Kramat Jati lebih jauh tapi lebih teratur. Parkir gampang, akses ke lapak sama angkut-angkut ke mobil gampang dibanding di sini. Jadi kami pedagang yang rugi,” katanya.
Pedagang jeruk dan bumbu ini mengaku penjualannya terus merosot. “Biasanya sehari barang bisa habis 1-2 ton, sekarang paling bagus 8 kuintal,” ujarnya.
Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Bekasi Sunandar mengatakan, kesemrawutan pasar ini merupakan buntut dari konflik internal pengembang hingga berujung saling gugat di pengadilan. Konflik ini membuat pedagang menjadi korban.
Dia meminta pemerintah daerah untuk menyelesaikan persoalan ini dengan menyiapkan lahan parkir di sekitar lokasi. Pascakonflik internal pemenang proyek yang sedang menghadapi gugatan, maka kewenangan pengelolaan pasar sudah diambil alih pemerintah daerah sampai adanya keputusan mengikat dari pengadilan.
Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Bekasi Himawan Abror menambahkan selain parkir jalur pejalan kaki di dalam pasar juga banyak yang beralih fungsi menjadi tempat pedagang menyimpan barang dagangan.
"Kami juga meminta UPTD pasar untuk meminta pedagang tidak menggunakan jalur pejalan kaki untuk tempat menyimpan barang dagangan. Kalau perlu diberlakukan surat peringatan," tegasnya.
(jon)