Kisah di Balik Masjid Agung Sunda Kelapa, Pembangunannya Ditolak Pejabat era Tahun 1950

Kamis, 23 Maret 2023 - 20:30 WIB
loading...
Kisah di Balik Masjid Agung Sunda Kelapa, Pembangunannya Ditolak Pejabat era Tahun 1950
Masjid Agung Sunda Kelapa, salah satu masjid populer di Jakarta. Foto/MPI/Riyan Rizki Roshali
A A A
JAKARTA - Masjid Agung Sunda Kelapa , merupakan salah satu masjid populer di Jakarta. Namun, tak banyak yang tahu jika masjid yang rencananya dibangun pada tahun 1950 sempat mendapat penolakan dari sejumlah pejabat negara saat itu.

Hal itu diceritakan Sekretaris Masjid Agung Sunda Kelapa, Muhammad Reno Fathur Rahman. "Tahun 1950-an masjid ini mau dibangun, tapi tidak boleh sama pejabat waktu itu, karena masih berada di zaman kolonial. Apalagi ini Kawasan Menteng kalau enggak pengusaha, ya penguasa," kata Fathur saat ditemui di Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (23/3/2023).

Menurut dia, umat muslim di Kawasan Menteng saat itu berupaya membangun masjid. Adanya penolakan dari sejumlah pejabat membuat masyarakat saat itu mengurungkan niat membangun masjid.

Pembangunan masjid baru dapat terelasisai pada tahun 1967. Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin saat itu memberikan izin pembangunan masjid. Bahkan, Ali Sadikin memberi izin menggunakan tanah pemerintah untuk dibangun masjid.

"Pembangunannya menggunakan dana swadaya masyarakat. Tahun 1968 peletakan batu pertama, tahun 1971 pembangunan selesai dikerjakan," ujarnya.


Masjid ini pun diberi nama Masjid Agung Sunda Kelapa berdasarkan Surat Keputusan (SK) Wali Kota Jakarta Pusat. Pemberian nama Sunda Kelapa ternyata mengikuti dengan nama lokasi sebelumnya yakni, Taman Sunda Kelapa.

Struktur bangunan Masjid Agung Sunda Kelapa berbeda dengan masjid pada umumnya. Masjid Agung Sunda Kelapa tidak memiliki kubah maupun tiang, terlebih ornamen bulan dan bintang.

Jika dilihat dari kejauhan, Masjid Agung Sunda Kelapa ini seperti perahu. "Ini memiliki filosofi, setiap orang akan mengisi kembali spiritual ketika datang ke Masjid Agung Sunda Kelapa, seperti layaknya kapal yang mengambil logistik ke pelabuhan," katanya.

Cerita lain bisa berbentuk perahu karena pada masa itu Jakarta merupakan pusat perdagangan. Tersebarnya ajaran agama Islam kerap dikaitkan dengan peran pedagang.

"Sehingga perahu disimbolkan sebagai pusat perdagangan, di mana terjadi penukaran informasi perihal ajaran agama Islam," ucapnya.

(hab)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1729 seconds (0.1#10.140)