Ini 5 Solusi dari FSGI agar Persoalan PPDB Tidak Terulang Lagi
Senin, 29 Juni 2020 - 22:30 WIB
JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyatakan masalah penerimaan peserta didik baru (PPDB) bukan hanya terjadi di Provinsi DKI Jakarta. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) diminta mengevaluasi petunjuk teknis (juknis) di 34 provinsi.
FSGI menawarkan beberapa solusi agar masalah PPDB tidak berulang tiap tahunnya. “Agar masalah ini tak terus-menerus menguras perhatian nasional, sebenarnya persoalan PPDB juga terjadi di daerah lain, tak hanya di Jakarta,” ujar Wasekjen FSGI Satriwan Salim, Senin (29/6/2020).
Solusi pertama untuk sengkarut di DKI Jakarta, FSGI tidak setuju dengan wacana beberapa orang tua yang bersama dengan Komnas Perlindungan Anak (PA) ingin membatalkan juknis PPDB DKI Jakarta. Aturan itu tercantum dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 501 Tahun 2020.
Pembatalan akan berimplikasi pada 31.011 calon siswa yang sudah diterima melalui jalur zona di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) dan 12.684 calon siswa Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN). Nantinya, fase yang sudah dilalui selama ini akan dinyatakan tidak sah.
“Kembali ke tahapan awal lagi. Para siswa yang sudah diterima via jalur afirmasi dan prestasi nonakademik yang sudah lebih dulu dibuka, tak mungkin diulang kembali,” tutur Satriwan. (Baca juga: KPAI: Penerapan Sistem Zonasi PPDB Harus Konsisten)
Jika itu terjadi, diprediksi akan semakin menambah ruwet persoalan. Para orang tua calon siswa yang sudah diterima pasti akan bereaksi. Langkah melakukan pembatalan Juknis PPDB itu akan memperkeruh keadaan.
“Menyelesaikan persoalan diskriminasi siswa dengan membuat diskriminasi baru, tentu itu tidak bijak karena berpotensi melahirkan konflik horizontal jika opsi ini dipilih,” tegasnya.
Kedua, Dinas Pendidikan DKI Jakarta diharapkan memperpanjang pendaftaran untuk jalur zonasi. Ini membuka ruang para calon siswa yang kemarin tertolak sistem karena usianya lebih muda untuk mendaftar kembali di zona masing-masing.
Ketiga, FSGI meminta Dinas Pendidikan DKI Jakarta mendata dan memetakan kembali jumlah calon peserta didik baru yang ditolak karena usia. Juga mendata jumlah SMP, SMA, SMK di zona tersebut dan tetangga. Bagi zona sudah kelebihan, calon peserta didik dialihkan sekolah di zona tetangga.
FSGI menawarkan beberapa solusi agar masalah PPDB tidak berulang tiap tahunnya. “Agar masalah ini tak terus-menerus menguras perhatian nasional, sebenarnya persoalan PPDB juga terjadi di daerah lain, tak hanya di Jakarta,” ujar Wasekjen FSGI Satriwan Salim, Senin (29/6/2020).
Solusi pertama untuk sengkarut di DKI Jakarta, FSGI tidak setuju dengan wacana beberapa orang tua yang bersama dengan Komnas Perlindungan Anak (PA) ingin membatalkan juknis PPDB DKI Jakarta. Aturan itu tercantum dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 501 Tahun 2020.
Pembatalan akan berimplikasi pada 31.011 calon siswa yang sudah diterima melalui jalur zona di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) dan 12.684 calon siswa Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN). Nantinya, fase yang sudah dilalui selama ini akan dinyatakan tidak sah.
“Kembali ke tahapan awal lagi. Para siswa yang sudah diterima via jalur afirmasi dan prestasi nonakademik yang sudah lebih dulu dibuka, tak mungkin diulang kembali,” tutur Satriwan. (Baca juga: KPAI: Penerapan Sistem Zonasi PPDB Harus Konsisten)
Jika itu terjadi, diprediksi akan semakin menambah ruwet persoalan. Para orang tua calon siswa yang sudah diterima pasti akan bereaksi. Langkah melakukan pembatalan Juknis PPDB itu akan memperkeruh keadaan.
“Menyelesaikan persoalan diskriminasi siswa dengan membuat diskriminasi baru, tentu itu tidak bijak karena berpotensi melahirkan konflik horizontal jika opsi ini dipilih,” tegasnya.
Kedua, Dinas Pendidikan DKI Jakarta diharapkan memperpanjang pendaftaran untuk jalur zonasi. Ini membuka ruang para calon siswa yang kemarin tertolak sistem karena usianya lebih muda untuk mendaftar kembali di zona masing-masing.
Ketiga, FSGI meminta Dinas Pendidikan DKI Jakarta mendata dan memetakan kembali jumlah calon peserta didik baru yang ditolak karena usia. Juga mendata jumlah SMP, SMA, SMK di zona tersebut dan tetangga. Bagi zona sudah kelebihan, calon peserta didik dialihkan sekolah di zona tetangga.
tulis komentar anda