Advokat Tidak Mungkin Hanya WFH, AAI Jakpus Surati Gubernur Anies
Rabu, 07 Juli 2021 - 18:13 WIB
JAKARTA - Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Advokat Indonesia (DPC AAI) Jakarta Pusat mengirimkan surat kepada Gubernur Anies Baswedan, Gugus Tugas Covid-19, hingga Presiden Joko Widodo, untuk menjelaskan beberapa hal menyangkut profesi advokat di saat diterapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
Ketua DPC AAI ]akarta Pusat, Andreas Nahot Silitonga, menyoroti beberapa aturan yang ditetapkan dalam penerapan kebijakan PPKM Darurat tersebut. Terutama kewajiban bagi pekerja non esensial untuk bekerja dari rumah.
Sedangkan sektor esensial dapat bekerja dari kantor 50 persen (work from office), dan sektor kritikal 100 persen bekerja dari kantor (workfrom office) dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Di sisi lain, Pemerintah provinsi DKI Jakarta juga menetapkan Surat Tanda Masuk Registrasi Pekerja (STRP) bagi warga yang akan melakukan perjalanan masuk dan keluar wilayah DKI Jakarta, dengan mengajukan permohonan ke Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Jakarta.
Dalam suratnya, DPC AAI Jakarta Pusat menyebutkan, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan berada di bawahnya pada wilayah Jawa dan Bali. Namun masih berjalannya agenda persidangan, termasuk pada perkara Arbitrase dan Pra Peradilan serta adanya proses upaya hukum yang berada di luar wilayah Jawa dan Bali.
Andreas Nahot Silitonga menyebut, advokat yang merupakan profesi penegak hukum seharusnya termasuk dalam sektor kritikal atau setidak-tidaknya masuk ke dalam sektor esensial.
"Hal ini karena wilayah kerja seorang advokat tidak dapat dibatasi hanya di rumah saja, karena advokat adalah profesi yang bebas dan dan mandiri memiliki wilayah kerja yang meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia sesuai Pasal 5 undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat," jelas Andreas Nahot Silitonga, di Jakarta, Rabu (7/7/2021)
Andreas Nahot Silitonga menilai, sesuai dengan UU Advokat maka sudah seharusnya STRP tidak diterapkan terhadap advokat. Sebab penerapan STRP bisa saja dapat menghalangi advokat dalam menjalankan profesinya untuk memberikan bantuan hukum.
"Sehubungan dengan hal tersebut di atas, kami meminta kepada Anies Baswedan, Gugus Tugas hingga Presiden Jokowi, untuk menyatakan bahwa advokat termasuk dalam sektor kritikal atau setidak-tidaknya dalam sektor esensial."
"Kemudian, kami juga meminta agar mengecualikan advokat kewajiban STRP dalam melakukan perjalanan agar advokat dapat menjalankan tugasnya dalam menegakkan keadilan," tandas Andreas.
Ketua DPC AAI ]akarta Pusat, Andreas Nahot Silitonga, menyoroti beberapa aturan yang ditetapkan dalam penerapan kebijakan PPKM Darurat tersebut. Terutama kewajiban bagi pekerja non esensial untuk bekerja dari rumah.
Sedangkan sektor esensial dapat bekerja dari kantor 50 persen (work from office), dan sektor kritikal 100 persen bekerja dari kantor (workfrom office) dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Di sisi lain, Pemerintah provinsi DKI Jakarta juga menetapkan Surat Tanda Masuk Registrasi Pekerja (STRP) bagi warga yang akan melakukan perjalanan masuk dan keluar wilayah DKI Jakarta, dengan mengajukan permohonan ke Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Jakarta.
Dalam suratnya, DPC AAI Jakarta Pusat menyebutkan, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan berada di bawahnya pada wilayah Jawa dan Bali. Namun masih berjalannya agenda persidangan, termasuk pada perkara Arbitrase dan Pra Peradilan serta adanya proses upaya hukum yang berada di luar wilayah Jawa dan Bali.
Andreas Nahot Silitonga menyebut, advokat yang merupakan profesi penegak hukum seharusnya termasuk dalam sektor kritikal atau setidak-tidaknya masuk ke dalam sektor esensial.
"Hal ini karena wilayah kerja seorang advokat tidak dapat dibatasi hanya di rumah saja, karena advokat adalah profesi yang bebas dan dan mandiri memiliki wilayah kerja yang meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia sesuai Pasal 5 undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat," jelas Andreas Nahot Silitonga, di Jakarta, Rabu (7/7/2021)
Andreas Nahot Silitonga menilai, sesuai dengan UU Advokat maka sudah seharusnya STRP tidak diterapkan terhadap advokat. Sebab penerapan STRP bisa saja dapat menghalangi advokat dalam menjalankan profesinya untuk memberikan bantuan hukum.
"Sehubungan dengan hal tersebut di atas, kami meminta kepada Anies Baswedan, Gugus Tugas hingga Presiden Jokowi, untuk menyatakan bahwa advokat termasuk dalam sektor kritikal atau setidak-tidaknya dalam sektor esensial."
"Kemudian, kami juga meminta agar mengecualikan advokat kewajiban STRP dalam melakukan perjalanan agar advokat dapat menjalankan tugasnya dalam menegakkan keadilan," tandas Andreas.
(thm)
tulis komentar anda