Pemprov DKI Terbitkan Izin Pemugaran Gereja Tua Bersejarah di Kebayoran Baru
Jum'at, 21 Mei 2021 - 13:43 WIB
"Atap bangunan yang berpenutup sirap ini menjorok keluar pada kedua ujungnya, di atas ujung-ujung atap diberi ornamen berbentuk segi lima. Tampak depan gereja didominasi oleh lima deret pintu panel kaca berdaun ganda yang terletak di bawah atap teritisan. Di atas atap teritisan terdapat jendela panel kaca yang memenuhi bidang segitiga di bawah atap," ucap Iwan.
Saat ini, di depan pintu masuk utama terdapat kanopi tambahan. Tampak belakang bangunan gereja berupa dinding masif yang bagian bawahnya terdapat mural dan bagian atasnya dilapisi batu alam dan memiliki jendela berbentuk salib.
Tampak samping bangunan (tampak Timur dan Barat) didominasi oleh deretan jendela geser panel kaca yang mengapit pintu-pintu masuk. Pintu-pintu masuk yang terdapat pada tampak timur dan barat ini berupa pintu panel kaca berwarna biru berdaun ganda.
"Gereja Santo Yohanes Penginjil ini memang tidak terlepas dari pembangunan wilayah Kebayoran Baru yang dimulai tahun 1948. Pada masa itu, sudah banyak dibangun rumah-rumah permanen yang dihuni oleh orang-orang Eropa, khususnya Belanda di wilayah ini. Di antaranya terdapat keluarga yang beragama Katolik," papar Iwan.
Kemudian, pada tahun 1949 Pemerintah Indonesia mulai membangun perumahan untuk pegawai-pegawai warga negara Indonesia, sehingga jumlah warga yang bermukim di kawasan ini semakin banyak, termasuk para pemukim yang beragama Katolik.
Sejarah panjang Gereja Katolik Santo Yohanes Penginjil dimulai pada tanggal 29 Oktober 1950. Pada saat itu Pastor J Awick S J mempersembahkan Misa Kudus pertama di rumah Keluarga P Hofland yang terletak di Jalan Hang Tuah 1 dengan peserta misa sebanyak 50 orang. Peristiwa inilah yang kemudian menjadi cikal bakal kehadiran gereja Katolik di Kebayoran Baru.
Selanjutnya, pada 25 Desember 1950, dilakukan perayaan Natal di rumah Keluarga Soemarno, dimana dari kegiatan ibadah ini memunculkan keinginan masyarakat Katolik di sana untuk memiliki tempat ibadah.
Pada 25 Januari 1951, dimulai pencatatan buku baptis Paroki St Yohanes Penginjil dan pada 2 Maret 1952 Paroki Santo Yohanes Penginjil diresmikan. Lalu, pada 17 Agustus 1952, gedung SD dan Aula di Jalan Srikandi (Jalan Barito) selesai dibangun yang kemudian difungsikan sebagai Gereja Santo Yohanes Penginjil.
Tahun 1953, karena jumlah jemaat yang semakin banyak, sehingga diperlukan bangunan gereja yang baru untuk mengakomodasi jumlah jemaat yang ada. Gereja Santo Yohanes Penginjil kemudian pindah ke bangunan semi permanen di sebelah pastoran di ujung Jalan Melawai (sekarang Gedung Yohanes).
Saat ini, di depan pintu masuk utama terdapat kanopi tambahan. Tampak belakang bangunan gereja berupa dinding masif yang bagian bawahnya terdapat mural dan bagian atasnya dilapisi batu alam dan memiliki jendela berbentuk salib.
Tampak samping bangunan (tampak Timur dan Barat) didominasi oleh deretan jendela geser panel kaca yang mengapit pintu-pintu masuk. Pintu-pintu masuk yang terdapat pada tampak timur dan barat ini berupa pintu panel kaca berwarna biru berdaun ganda.
"Gereja Santo Yohanes Penginjil ini memang tidak terlepas dari pembangunan wilayah Kebayoran Baru yang dimulai tahun 1948. Pada masa itu, sudah banyak dibangun rumah-rumah permanen yang dihuni oleh orang-orang Eropa, khususnya Belanda di wilayah ini. Di antaranya terdapat keluarga yang beragama Katolik," papar Iwan.
Kemudian, pada tahun 1949 Pemerintah Indonesia mulai membangun perumahan untuk pegawai-pegawai warga negara Indonesia, sehingga jumlah warga yang bermukim di kawasan ini semakin banyak, termasuk para pemukim yang beragama Katolik.
Sejarah panjang Gereja Katolik Santo Yohanes Penginjil dimulai pada tanggal 29 Oktober 1950. Pada saat itu Pastor J Awick S J mempersembahkan Misa Kudus pertama di rumah Keluarga P Hofland yang terletak di Jalan Hang Tuah 1 dengan peserta misa sebanyak 50 orang. Peristiwa inilah yang kemudian menjadi cikal bakal kehadiran gereja Katolik di Kebayoran Baru.
Selanjutnya, pada 25 Desember 1950, dilakukan perayaan Natal di rumah Keluarga Soemarno, dimana dari kegiatan ibadah ini memunculkan keinginan masyarakat Katolik di sana untuk memiliki tempat ibadah.
Pada 25 Januari 1951, dimulai pencatatan buku baptis Paroki St Yohanes Penginjil dan pada 2 Maret 1952 Paroki Santo Yohanes Penginjil diresmikan. Lalu, pada 17 Agustus 1952, gedung SD dan Aula di Jalan Srikandi (Jalan Barito) selesai dibangun yang kemudian difungsikan sebagai Gereja Santo Yohanes Penginjil.
Tahun 1953, karena jumlah jemaat yang semakin banyak, sehingga diperlukan bangunan gereja yang baru untuk mengakomodasi jumlah jemaat yang ada. Gereja Santo Yohanes Penginjil kemudian pindah ke bangunan semi permanen di sebelah pastoran di ujung Jalan Melawai (sekarang Gedung Yohanes).
tulis komentar anda