Mafia Tanah di Tangerang Banyak Libatkan Preman, Ini Kata Haris Azhar
Minggu, 28 Februari 2021 - 18:15 WIB
TANGERANG - Aparat penegak hukum ditantang dalam menuntaskan kasus mafia tanah , khususnya di Kabupaten Tangerang . Negara harus turun tangan untuk mengatasi kasus mafia tanah seperti yang terjadi di Tangerang itu.
Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar menjelaskan, itu terjadi karena melibatkan persekutuan pemodal besar dan organisasi preman. "Negara wajib memberi perhatian khusus karena terhadap kelompok mafia tanah seperti ini, hukum seolah tumpul," katanya dalam keterangannya, Minggu (28/2/2021).
Haris yang didampingi Founder Lokataru/ Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengaku menemukan banyak kejanggalan atas dugaan kasus penyerobotan lahan di Tangerang itu. (Baca juga; Ada 130 Kasus Mafia Tanah dalam 3 Tahun Terakhir, Satgas Bisa Apa? )
Contohnya, NIB dan atau SHM atas nama Vreddy dan Hendry, diterbitkan dengan total luasan bidang tanah masing-masing sebesar 500 dan 200 ha. Padahal, Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian, telah membatasi luasan kepemilikan tanah pertanian hanya sebesar 20 ha.
Haris pun mengungkap sejumlah kasus perampasan tanah bersertifikat di Kabupaten Tangerang, yang dilakukan oleh perusahaan pengembang dan terindikasi bekerja sama dengan organisasi preman. "Ketika masyarakat ke lapangan mempertanyakan persoalan ini, sejumlah preman mengintimidasi," tambah Haris.
Seperti Kasus yang dialami oleh Tonny Permana pemegang dan pemilik tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) di Desa Salembaran Jaya, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Kepemilikan tersebut digugat di Pengadilan oleh seseorang dengan hanya menggunakan Surat Pernyataan Penguasaan Tanah. Dalam proses ini, propertinya dihancurkan oleh sekelompok preman lalu dipasang pelang 'di bawah pengawasan HRC berdasarkan Akta Jual Beli'.
Kasus serupa juga dialami oleh Djoko Sukamtono di Desa Dadap, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten. SHM miliknya diduga dikuasai oleh pengembang Pantai Indah Kapuk (PIK) dengan cara melakukan laporan yang mengindikasikan kriminalisasi kepada pemilik sertifikat.
Menurut Haris, praktik penyerobotan lahan ini bisa mulus karena para mafia tanah berkolaborasi dengan BPN. "Mafia Tanah juga kami tengarai telah membuat sejumlah proses akrobat hukum sehingga barang rampasan negara berupa tanah dapat dikuasai oleh perusahaan pengembang," papar Haris.
Haris lalu mengungkap kasus yang menimpa Lee Darmawan Kartarahardja Harianto, terpidana kasus penyerobotan lahan. Selain dipenjara, aset miliknya kini telah dirampas oleh negara dan diserahkan kepada Bank. (Baca juga; Berantas Mafia Tanah, Menteri Sofyan Siap Pecat Petugas yang Terlibat )
Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar menjelaskan, itu terjadi karena melibatkan persekutuan pemodal besar dan organisasi preman. "Negara wajib memberi perhatian khusus karena terhadap kelompok mafia tanah seperti ini, hukum seolah tumpul," katanya dalam keterangannya, Minggu (28/2/2021).
Haris yang didampingi Founder Lokataru/ Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengaku menemukan banyak kejanggalan atas dugaan kasus penyerobotan lahan di Tangerang itu. (Baca juga; Ada 130 Kasus Mafia Tanah dalam 3 Tahun Terakhir, Satgas Bisa Apa? )
Contohnya, NIB dan atau SHM atas nama Vreddy dan Hendry, diterbitkan dengan total luasan bidang tanah masing-masing sebesar 500 dan 200 ha. Padahal, Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian, telah membatasi luasan kepemilikan tanah pertanian hanya sebesar 20 ha.
Haris pun mengungkap sejumlah kasus perampasan tanah bersertifikat di Kabupaten Tangerang, yang dilakukan oleh perusahaan pengembang dan terindikasi bekerja sama dengan organisasi preman. "Ketika masyarakat ke lapangan mempertanyakan persoalan ini, sejumlah preman mengintimidasi," tambah Haris.
Seperti Kasus yang dialami oleh Tonny Permana pemegang dan pemilik tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) di Desa Salembaran Jaya, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Kepemilikan tersebut digugat di Pengadilan oleh seseorang dengan hanya menggunakan Surat Pernyataan Penguasaan Tanah. Dalam proses ini, propertinya dihancurkan oleh sekelompok preman lalu dipasang pelang 'di bawah pengawasan HRC berdasarkan Akta Jual Beli'.
Kasus serupa juga dialami oleh Djoko Sukamtono di Desa Dadap, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten. SHM miliknya diduga dikuasai oleh pengembang Pantai Indah Kapuk (PIK) dengan cara melakukan laporan yang mengindikasikan kriminalisasi kepada pemilik sertifikat.
Menurut Haris, praktik penyerobotan lahan ini bisa mulus karena para mafia tanah berkolaborasi dengan BPN. "Mafia Tanah juga kami tengarai telah membuat sejumlah proses akrobat hukum sehingga barang rampasan negara berupa tanah dapat dikuasai oleh perusahaan pengembang," papar Haris.
Haris lalu mengungkap kasus yang menimpa Lee Darmawan Kartarahardja Harianto, terpidana kasus penyerobotan lahan. Selain dipenjara, aset miliknya kini telah dirampas oleh negara dan diserahkan kepada Bank. (Baca juga; Berantas Mafia Tanah, Menteri Sofyan Siap Pecat Petugas yang Terlibat )
tulis komentar anda