Tangani Banjir, Pakar Lingkungan Sebut Normalisasi Sungai dan Pengurugan Masih Penting
Jum'at, 19 Februari 2021 - 06:01 WIB
JAKARTA - Pakar Lingkungan Universitas Indonesia (UI) Tarsoen Waryono berharap Pemeritah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melakukan normalisasi sungai . Hal ini masih menjadi solusi untuk menanggulangi banjir .
"Pertanyaan mendasar apakah normalisasi masih menjadi solusi, jawabannya ya. Karena untuk memulihkan daya tampung badan sungai untuk mengalirkan air ke laut," ujar Tarsoen saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Jumat (19/2/2021).
Tarsoen mengatakan, bukan hanya normalisasi yang diselesaikan namun masih ada dua pekerjaan rumah lainnya. Yakni Intensitas Pemanfaatan Ruang (IPR) harus dikurangi. "Saat ini IPR DKI Jakarta untuk Jakarta Barat, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur tercatat ± 85%, artinya semua lahan di wilayah kota tersebut telah dipondasi seluas 85%, yang seharusnya maksimum hanya 70% (UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, sehingga air limpasan tidak sempat masuk ke dalam tanah, walaupun sudah ada rekayasa pembuatan sumur resapan," jelasnya.
Selain itu, perlunya perbaikan dalam saluran drainase. Meski saluran drainase sudah cukup besar, akan tetapi gradiennya (kemiringan saluran) terlalu kecil (<4%), sehingga air lambat. Namun demikian walaupun gradien saluran drainase diperbesar hingga 6%, juga tetap menjadi kendala karena subsiden (bentang alamnya rendah) dan menyebabkan air tanahnya sangat dangkal. "Lalu hal yang tidak mungkin dilakukan jika Jakarta yang memiliki elevasi (permukaan) tanah kurang dari 2-3 meter harus diurug, agar posisi bentang alam Jakarta akan bebas banjir, yaitu di atas 3 meter pada posisi paling rendah," tambahnya.
Maka dari itu, lanjut Tarsoen, dengan normalisasi, memperbaiki saluran drainase, dan mengurangi IPR dengan merubah permukiman kumuh menjadi permukiman sehat dan teratur salah satunya (rumah susun).
"Ditambah dengan melakukan urugan daerah rendah atau dirubah menjadi tandon air, maka akan mengurangi fenomena banjir di Jakarta dan berarti masyarakat tidak menderita akibat banjir," pungkasnya.
"Pertanyaan mendasar apakah normalisasi masih menjadi solusi, jawabannya ya. Karena untuk memulihkan daya tampung badan sungai untuk mengalirkan air ke laut," ujar Tarsoen saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Jumat (19/2/2021).
Tarsoen mengatakan, bukan hanya normalisasi yang diselesaikan namun masih ada dua pekerjaan rumah lainnya. Yakni Intensitas Pemanfaatan Ruang (IPR) harus dikurangi. "Saat ini IPR DKI Jakarta untuk Jakarta Barat, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur tercatat ± 85%, artinya semua lahan di wilayah kota tersebut telah dipondasi seluas 85%, yang seharusnya maksimum hanya 70% (UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, sehingga air limpasan tidak sempat masuk ke dalam tanah, walaupun sudah ada rekayasa pembuatan sumur resapan," jelasnya.
Selain itu, perlunya perbaikan dalam saluran drainase. Meski saluran drainase sudah cukup besar, akan tetapi gradiennya (kemiringan saluran) terlalu kecil (<4%), sehingga air lambat. Namun demikian walaupun gradien saluran drainase diperbesar hingga 6%, juga tetap menjadi kendala karena subsiden (bentang alamnya rendah) dan menyebabkan air tanahnya sangat dangkal. "Lalu hal yang tidak mungkin dilakukan jika Jakarta yang memiliki elevasi (permukaan) tanah kurang dari 2-3 meter harus diurug, agar posisi bentang alam Jakarta akan bebas banjir, yaitu di atas 3 meter pada posisi paling rendah," tambahnya.
Maka dari itu, lanjut Tarsoen, dengan normalisasi, memperbaiki saluran drainase, dan mengurangi IPR dengan merubah permukiman kumuh menjadi permukiman sehat dan teratur salah satunya (rumah susun).
"Ditambah dengan melakukan urugan daerah rendah atau dirubah menjadi tandon air, maka akan mengurangi fenomena banjir di Jakarta dan berarti masyarakat tidak menderita akibat banjir," pungkasnya.
(mhd)
tulis komentar anda