Cicilan Sebidang Tanah di Tangsel Berujung Gugatan di Pengadilan

Kamis, 03 Desember 2020 - 17:29 WIB
Foto/Ilustrasi/SINDOnews
TANGERANG SELATAN - Pembelian sebidang tanah oleh Agus H di kawasan Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel), menuai persoalan. Kini kasusnya pun telah didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang Kota dengan nomor register perkara : 1109/Pdt.G/2020/PN Tng.

Lahan seluas 163 meter persegi itu dibeli dengan harga sekitar Rp1,2 miliar melalui cicilan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Rinciannya, Agus membayar uang tanda jadi sebesar Rp10 juta serta uang muka pertama Rp362 juta. Lalu sisanya Rp868 juta akan dibayar melalui KPR.

Surat pesanan tanah kavling itu pun terbit dengan nomor : 1000057995 dengan masa cicilan selama 5 tahun, sejak 2017 hingga tahun 2022. Namun pada akhir 2019 hingga awal 2020, keuangan keluarga Agus mulai kembang kempis. Diperparah lagi, situasi pandemi mulai merambah sejak Maret lalu yang berimbas pada pembatasan usahanya.



"Ditambah lagi pada awal bulan Maret adanya pandemi, sehingga seluruh aktivitas pekerjaan dan perkantoran menjadi terhambat. Klien kami (Agus) sangat terkendala untuk mendapatkan penghasilan guna kebutuhan ekonomi sehari-hari dan kebutuhan lainnya," ungkapBonifansius S selaku kuasa hukum Agus, Kamis (3/12/2020).

Dilanjutkannya, pada periode April hingga Juli 2020, pembayaran cicilan KPR itu kembali mengalami keterlambatan. Akan tetapi, dijelaskan Bonifansius, Agus tetap bertanggung jawab dengan mengajukan surat permohonan kepada pemberi KPR agar mendapat keringanan pembayaran.

"Lalu oleh petugas KPR disarankan menghadap langsung meminta keringanan. Lalu disepakati untuk membayar cicilan sebesar Rp58 juta, sesuai permintaan penyedia KPR," sambungnya.

Namun tak beberapa lama setelah kesepakatan itu, penyedia KPR mengeluarkan surat jika permohonan meminta keringanan cicilan belum disetujui. Disusul kemudian, pengembang sebagai pemilik lahan mengeluarkan surat pemberitahuan jika cicilan telah dilunasi dengan sistem pembelian Buy Back Guarantee (BBG).

"Ada perlakuan tidak adil, dan patut diduga tidak sesuai SOP atau ketentuan yang ada. Karena sebelumnya tidak meminta persetujuan dan atau menghadirkan secara resmi klien kami sebagai nasabah sah dalam hal pengambilan keputusan terhadap proses BBG itu," kata Bonifansius.

Menurut dia, pemilik lahan ataupun penyedia KPR harusnya memertimbangkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 yang mengatur tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai kebijakan Countercyclical dampak penyebaran Covid-19.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More