Pakar Hukum Tata Negara: Penurunan Baliho Habib Rizieq oleh TNI Itu Termasuk Vandalisme
Kamis, 26 November 2020 - 07:09 WIB
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Prof Dr. Suteki menilai aksi penurunan baliho Imam Besar FPI, Habib Rizieq Shihab oleh anggota TNI keluar dari kewenangan dan tugas pokok. TNI hanya membantu polisi dalam usaha memelihara keamanan ketertiban masyarakat.
"Kita menyayangkan pernyataan Pangdam Jaya itu perintah saya baju loreng menurunkan baliho Habib Rizieq. Itu kata Mayjen dudung itu tanggal 20 November 2020. Bicara kewenangan tugas dan dan wewenang UU 34/2004 tentang TNI, TNI membantu dalam Pemelihara Keamanan Ketertiban Masyarakat (Harkamtibmas) membantu polisi," kata Suteki dalam dalam Webinar Nasional dengan tema Dari Anies Dipanggil Klarifikasi Hingga TNI Turunkan Baliho: Bagaimana Neraca Berbangsanya?, Rabu (25/11/2020) malam.
Dia menambahkan, TNI membantu pemelihraan kamtibmas polisi atau membantu polisi. Jadi sifatnya membantu bukan yang utama bukan menurunkan sendiri."Yang berhak penuruann baliho itu bukan polisi tapi Satpol PP. Itu ada tugasnya sendiri-sendiri. kok tiba-tiba TNI turunkan baliho. Ini vandalisme tindakan memaksa dan malampaui hukum tidak bisa dilakukan," tegasnya.
"Show power ini ada pelampauan kewenangan abuse of power penyalahgunaan kekuasaan. Anehnya, malah di sekeliling karangan bunga ada kesan bahwa mau menghadapkan umat Islam dengan TNI atau antara rakyat dengan tentara. Jadi TNI asalnya dari rakyat harus membela rakyat secara penuh ini seolah-olah ada pemihakan. Kalau kata pak Tito silent majority se-Indonesia memberikan penghargaan. Padahal itu melampaui kewenangannya. Bahaya ini Indonesia bubar dan ambyar," ujarnya.
Senada dengan Suteki, Fahri Bachmid Pakar Hukum Tata Negara juga menuturkan, tindakan penurunan baliho merupakan menurunkan derajat TNI. (Baca: Habib Rizieq Bayar Denda Rp50 Juta, Pakar Hukum Tata Negara: Mestinya Tidak Usah Diselidiki Polri)
"Jangan mendowngrade TNI. Itu kan ranahnya perda. Kasian TNI kita. TNI sebagai satu aset nasional sebagai sesauatu yang strategi. Apalagi tidak ada masalah pertahanan. Bahwa ada operasi nonperang itu benar juga di UU 34/2004 tentang TNI. Misal soal bencana untuk kepentingan SAR tidak bisa secara bebas apalagi mobilisasi pasukan tunduk pada keputusan sipil Presiden dan DPR. Donal Trump mengajukan mobilisasi pasukan harus mendapatkan persetujuan kongrer. Tentara tidak bisa digunakan secara bebas, tidak bisa sembarangan atau semena-mena," ungkap Fahri.
Fahri menyebutkan, penurunan baliho Habib Rizieq di luar konteks dan keluar dari wewenangnya.Dia pun meminta Prabowo sebagai Menhan dan Mahfud MD selaku Menkopolhukan bisa menertibkannya. "Saya melihat kebablasan. Pangdam tergelincir memaknai situasi Jakarta. Kenapa TNI masuk dalam UUD 1945, karena saking pentingnya peran mereka jangan dijadikan alat kekuasaaan. Penggunaan TNI menurunkan baliho di luar konteks dan penyalahgunaan wewenang. Keputusan melanggar hukum saya minta Menhan dan Menkopolhukan harus menertibkan jangan diam saja melihat itu," ucapnya.
"Kita menyayangkan pernyataan Pangdam Jaya itu perintah saya baju loreng menurunkan baliho Habib Rizieq. Itu kata Mayjen dudung itu tanggal 20 November 2020. Bicara kewenangan tugas dan dan wewenang UU 34/2004 tentang TNI, TNI membantu dalam Pemelihara Keamanan Ketertiban Masyarakat (Harkamtibmas) membantu polisi," kata Suteki dalam dalam Webinar Nasional dengan tema Dari Anies Dipanggil Klarifikasi Hingga TNI Turunkan Baliho: Bagaimana Neraca Berbangsanya?, Rabu (25/11/2020) malam.
Dia menambahkan, TNI membantu pemelihraan kamtibmas polisi atau membantu polisi. Jadi sifatnya membantu bukan yang utama bukan menurunkan sendiri."Yang berhak penuruann baliho itu bukan polisi tapi Satpol PP. Itu ada tugasnya sendiri-sendiri. kok tiba-tiba TNI turunkan baliho. Ini vandalisme tindakan memaksa dan malampaui hukum tidak bisa dilakukan," tegasnya.
"Show power ini ada pelampauan kewenangan abuse of power penyalahgunaan kekuasaan. Anehnya, malah di sekeliling karangan bunga ada kesan bahwa mau menghadapkan umat Islam dengan TNI atau antara rakyat dengan tentara. Jadi TNI asalnya dari rakyat harus membela rakyat secara penuh ini seolah-olah ada pemihakan. Kalau kata pak Tito silent majority se-Indonesia memberikan penghargaan. Padahal itu melampaui kewenangannya. Bahaya ini Indonesia bubar dan ambyar," ujarnya.
Senada dengan Suteki, Fahri Bachmid Pakar Hukum Tata Negara juga menuturkan, tindakan penurunan baliho merupakan menurunkan derajat TNI. (Baca: Habib Rizieq Bayar Denda Rp50 Juta, Pakar Hukum Tata Negara: Mestinya Tidak Usah Diselidiki Polri)
"Jangan mendowngrade TNI. Itu kan ranahnya perda. Kasian TNI kita. TNI sebagai satu aset nasional sebagai sesauatu yang strategi. Apalagi tidak ada masalah pertahanan. Bahwa ada operasi nonperang itu benar juga di UU 34/2004 tentang TNI. Misal soal bencana untuk kepentingan SAR tidak bisa secara bebas apalagi mobilisasi pasukan tunduk pada keputusan sipil Presiden dan DPR. Donal Trump mengajukan mobilisasi pasukan harus mendapatkan persetujuan kongrer. Tentara tidak bisa digunakan secara bebas, tidak bisa sembarangan atau semena-mena," ungkap Fahri.
Fahri menyebutkan, penurunan baliho Habib Rizieq di luar konteks dan keluar dari wewenangnya.Dia pun meminta Prabowo sebagai Menhan dan Mahfud MD selaku Menkopolhukan bisa menertibkannya. "Saya melihat kebablasan. Pangdam tergelincir memaknai situasi Jakarta. Kenapa TNI masuk dalam UUD 1945, karena saking pentingnya peran mereka jangan dijadikan alat kekuasaaan. Penggunaan TNI menurunkan baliho di luar konteks dan penyalahgunaan wewenang. Keputusan melanggar hukum saya minta Menhan dan Menkopolhukan harus menertibkan jangan diam saja melihat itu," ucapnya.
(hab)
tulis komentar anda