Bima Arya Protes APEKSI Tak Pernah Dilibatkan Dalam Perumusan Omnibus Law
Jum'at, 09 Oktober 2020 - 11:40 WIB
BOGOR - Wali Kota Bogor Bima Arya memprotes dengan memberikan sejumlah catatan terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja . Bima Arya yang juga Wakil Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) menilai, UU Cipta Kerja berdampak kepada kewenangan di daerah.
“Semangat yang bisa ditangkap sebetulnya adalah penyederhanaan sistem perizinan untuk kemudahan investasi yang targetnya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Saya lihat memang ada hal-hal yang jauh lebih sederhana dan lebih ringkas,” ungkap Bima saat meninjau langsung aksi unjuk rasa di depan Istana Bogor hingga Kamis (8/10/2020) malam.
Namun, Bima mengatakan, kewenangan pemerintah daerah banyak terpangkas. Menurut dia undang undang ini lebih banyak memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat. (Baca juga; Sembilan Sikap PBNU Terkait UU Cipta Kerja )
“Karena itu harus ada hal-hal yang dipastikan untuk diatur lebih rinci, lebih jelas, dalam aturan turunannya seperti Peraturan Pemerintah. Terutama terkait dengan keseimbangan antara investasi dan lingkungan hidup serta sinkronisasi antara iklim investasi dan juga rencana pembangunan di daerah masing-masing,” jelasnya.
“Karena itu sebaiknya ada ruang untuk memberikan masukan terhadap rumusan Peraturan Pemerintah dari semua pihak yang ketika proses omnibus law tidak maksimal dilakukan. Menurut catatan kami belum pernah ada sesi pembahasan antara APEKSI dengan DPR RI. APEKSI punya beberapa catatan dan rekomendasi penyesuaian terhadap draft UU, terutama soal perizinan dan tata ruang,” tambah Bima.
Bima Arya meminta dalam merumuskan Peraturan Pemerintah nanti harus lebih jelas mengatur dan memastikan bahwa lingkungan hidup tetap terjaga, ada sinkronisasi antara rencana desain pembangunan di daerah dan juga keinginan dari pusat untuk menyelaraskan atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi. (Baca juga; Hadapi Aksi Demonstrasi, Polisi Diminta Tetap Utamakan Cara Ini )
“Dari draft yang saya pelajari terkait kewenangan Pemerintah Daerah, ada beberapa nomenklatur yang berubah. Misalnya, kata Perizinan hilang dari konsep omnibus. Di mana izin disebutkan menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Sehingga akan memiliki implikasi bagi daerah terkait pengendalian, pendapatan daerah atau retribusi,” katanya.
Secara kelembagaan, lanjut Bima, akan ada perubahan signifikan terkait keberadaan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). “Otomatis dengan Online Single Submission (OSS) sebagaimana amanat di omnibus law, maka semua proses izin maupun non-izin, dikeluarkan secara elektronik melalui satu sistem itu dan DPMPTSP bukan lagi sebagai pelayanan tetapi lebih kuat kepada ranah pengawasan,” ujar Bima.
“Di UU omnibus ini DPMPTSP disebut penilik. Penilik adalah pengawas yang turun langsung ke proyek. Di sinilah akan terjadi moral hazard ketika berhadapan di lapangan kemudian bertatap muka dan sebagainya. Ini mungkin celah-celah yang harus dikritisi dalam UU omnibus ini,” katanya. (Lihat Video; Viral, Walikota Bogor Bima Arya Asyik Dangdutan di Kafe )
Jadi di dalam PP nanti kewenangan pengawasannya harus lebih dikuatkan lagi karena dalam UU ini tertulis bahwa pengawasan bisa dilakukan oleh Pusat atau oleh Pemerintah Daerah. Nah, ada kata ‘atau’ ini yang nanti membuat tidak jelas. Banyak yang belum terjelaskan di dalam Undang Undang itu, bukan berarti dibebaskan begitu saja tetapi untuk diatur lebih detail lagi di PP,” tandasnya.
“Semangat yang bisa ditangkap sebetulnya adalah penyederhanaan sistem perizinan untuk kemudahan investasi yang targetnya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Saya lihat memang ada hal-hal yang jauh lebih sederhana dan lebih ringkas,” ungkap Bima saat meninjau langsung aksi unjuk rasa di depan Istana Bogor hingga Kamis (8/10/2020) malam.
Namun, Bima mengatakan, kewenangan pemerintah daerah banyak terpangkas. Menurut dia undang undang ini lebih banyak memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat. (Baca juga; Sembilan Sikap PBNU Terkait UU Cipta Kerja )
“Karena itu harus ada hal-hal yang dipastikan untuk diatur lebih rinci, lebih jelas, dalam aturan turunannya seperti Peraturan Pemerintah. Terutama terkait dengan keseimbangan antara investasi dan lingkungan hidup serta sinkronisasi antara iklim investasi dan juga rencana pembangunan di daerah masing-masing,” jelasnya.
“Karena itu sebaiknya ada ruang untuk memberikan masukan terhadap rumusan Peraturan Pemerintah dari semua pihak yang ketika proses omnibus law tidak maksimal dilakukan. Menurut catatan kami belum pernah ada sesi pembahasan antara APEKSI dengan DPR RI. APEKSI punya beberapa catatan dan rekomendasi penyesuaian terhadap draft UU, terutama soal perizinan dan tata ruang,” tambah Bima.
Bima Arya meminta dalam merumuskan Peraturan Pemerintah nanti harus lebih jelas mengatur dan memastikan bahwa lingkungan hidup tetap terjaga, ada sinkronisasi antara rencana desain pembangunan di daerah dan juga keinginan dari pusat untuk menyelaraskan atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi. (Baca juga; Hadapi Aksi Demonstrasi, Polisi Diminta Tetap Utamakan Cara Ini )
“Dari draft yang saya pelajari terkait kewenangan Pemerintah Daerah, ada beberapa nomenklatur yang berubah. Misalnya, kata Perizinan hilang dari konsep omnibus. Di mana izin disebutkan menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Sehingga akan memiliki implikasi bagi daerah terkait pengendalian, pendapatan daerah atau retribusi,” katanya.
Secara kelembagaan, lanjut Bima, akan ada perubahan signifikan terkait keberadaan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). “Otomatis dengan Online Single Submission (OSS) sebagaimana amanat di omnibus law, maka semua proses izin maupun non-izin, dikeluarkan secara elektronik melalui satu sistem itu dan DPMPTSP bukan lagi sebagai pelayanan tetapi lebih kuat kepada ranah pengawasan,” ujar Bima.
“Di UU omnibus ini DPMPTSP disebut penilik. Penilik adalah pengawas yang turun langsung ke proyek. Di sinilah akan terjadi moral hazard ketika berhadapan di lapangan kemudian bertatap muka dan sebagainya. Ini mungkin celah-celah yang harus dikritisi dalam UU omnibus ini,” katanya. (Lihat Video; Viral, Walikota Bogor Bima Arya Asyik Dangdutan di Kafe )
Jadi di dalam PP nanti kewenangan pengawasannya harus lebih dikuatkan lagi karena dalam UU ini tertulis bahwa pengawasan bisa dilakukan oleh Pusat atau oleh Pemerintah Daerah. Nah, ada kata ‘atau’ ini yang nanti membuat tidak jelas. Banyak yang belum terjelaskan di dalam Undang Undang itu, bukan berarti dibebaskan begitu saja tetapi untuk diatur lebih detail lagi di PP,” tandasnya.
(wib)
tulis komentar anda