Bogor Diguyur Hujan Es, Ini Penjelasan Ilmiah Dosen IPB University
Jum'at, 25 September 2020 - 19:56 WIB
BOGOR - Fenomena hujan es yang terjadi di wilayah Bogor dan Ciamis Rabu, 23 September 2020 lalu secara ilmiah lebih disebabkan kondosi udara panas dan uap air yang ada di udara cukup banyak.
“Kondisi tersebut umumnya terjadi akhir musim kemarau atau awal musim penghujan dengan udara yang panas dan lembab dikarenakan banyaknya uap air dibawa oleh angin dari lautan,” ungkap Dosen IPB University Departemen Geofisikan dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Rini Hidayati, Jumat (25/09/2020).
Dia melanjutkan, fenomena hujan es ini terkait erat dengan kejadian Equinox, dimana matahari tepat berada di ekuator sehingga penerimaan energi matahari di wilayah dekat ekuator cukup tinggi."Kondisi panas dan lembab tersebut menyebabkan terbentuknya awan Comulonimbus (Cb), yaitu awan yang tumbuh vertikal dari ketinggian yang rendah (kurang dari 2000 meter) sampai dengan ketinggian belasan kilometer,” ujarnya.
“Awan Cb ini tumbuh vertikal hingga melampaui lapisan suhu nol derajat celsius, berpotensi terjadi pembekuan sehingga butiran hujan menjadi padat (es). Saat turun belum sepenuhnya luruh sehingga sampai ke permukaan tanah masih dalam bentuk padatan," jelasnya. (Baca: Curi Sepeda Jutaan Rupiah, ABG 16 Tahun Dipulangkan Korban ke Rumah Orang Tua)
Awan ini sering menghasilkan hujan lebat yang disertai badai dan petir. Awan Cb termasuk awan yang ditakuti oleh pilot ketika menerbangkan pesawat. Para pilot harus menghindari awan Cb karena awan ini merupakan awan badai dengan turbulensi yang hebat.
“Kejadian hujan es ini sering terjadi terutama di daerah-daerah yang tidak jauh dari laut. Sebagai contoh, di Jawa ini hampir seluruh wilayah tidak jauh dari laut dan berpotensi dapat terjadi hujan es,” katanya. Berbeda dengan di Pulau Sumatera dan Kalimantan, Sumatera bagian barat, sering terjadi hujan es. Sementara, wilayah bagian timur dan Kalimantan bagian Timur sangat jarang terjadi hujan es.
Seiring dengan pola berakhirnya musim kemarau dan datangnya awal musim hujan, kata Rini, fenomena hujan es mempunyai pola pergeseran dari wilayah barat Indonesia ke arah timur. “Penerima hujan es umumnya dimulai dari Sumatera bagian Barat Laut ke arah Selatan dan Timur, kemudian menyusul Jawa bagian barat dan selanjutnya ke arah timur dengan skala yang masih sulit diperhitungkan. Karena fenomena ini bergeser, wilayah di Timur dari Bogor misalnya perlu bersiap-siap menerima hujan es yang disertai badai dan petir ini,” tandasnya.
Terkait dampak yang ditimbulkan, Rini menjelaskan hujan es tidak memberikan dampak kerusakan yang mengkhawatirkan. Es yang turun tersebut tidak merusak rumah maupun mobil. Namun, dampak negatif justru datang dari hujan lebat, petir dan angin yang menyertainya. Sebab, petir yang menyertai lebih berbahaya dan anginnya kencang bahkan bisa terbentuk puting beliung.
“Fenomena hujan badai ini, dapat menyebabkan banjir bandang, terutama apabila hujannya terjadi di dataran tinggi dengan lereng terjal dan vegetasi minim. Hujan yang terjadi harus diwaspadai terutama di wilayah lereng yang berpotensi menimbulkan longsor,” jelasnya. Terkait petir yang menyertai hujan, Rini menyarankan supaya masyarakat yang bekerja di hamparan seperti petani di hamparan sawah yang luas, segera meninggalkan tempat bekerjanya bila sudah terlihat akan ada hujan petir karena berpotensi tersambar petir.
“Berteduh di bawah pohon yang tinggi juga berpotensi terimbas petir karena petir menyambar benda yang paling tinggidi suatu kawasan,” tutur Rini. Di samping itu, ia juga mengajak seluruh masyarakat dan pemerintah untuk menata kembali daerah tangkapan hujan. Masyarakat perlu bergotong-royong membersihkan saluran-saluran air. Hal ini penting dilakukan guna mencegah banjir yang ditimbulkan oleh hujan yang lebat.
“Saat ini beberapa wilayah sudah menjelang atau memasuki awal musim hujan, maka dari itu, mari bersama-sama membersihkan saluran-saluran air dan menanam pohon terutama di daerah tangkapan air guna mencegah terjadinya banjir bandang di masa mendatang,” pungkasnya.
“Kondisi tersebut umumnya terjadi akhir musim kemarau atau awal musim penghujan dengan udara yang panas dan lembab dikarenakan banyaknya uap air dibawa oleh angin dari lautan,” ungkap Dosen IPB University Departemen Geofisikan dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Rini Hidayati, Jumat (25/09/2020).
Dia melanjutkan, fenomena hujan es ini terkait erat dengan kejadian Equinox, dimana matahari tepat berada di ekuator sehingga penerimaan energi matahari di wilayah dekat ekuator cukup tinggi."Kondisi panas dan lembab tersebut menyebabkan terbentuknya awan Comulonimbus (Cb), yaitu awan yang tumbuh vertikal dari ketinggian yang rendah (kurang dari 2000 meter) sampai dengan ketinggian belasan kilometer,” ujarnya.
“Awan Cb ini tumbuh vertikal hingga melampaui lapisan suhu nol derajat celsius, berpotensi terjadi pembekuan sehingga butiran hujan menjadi padat (es). Saat turun belum sepenuhnya luruh sehingga sampai ke permukaan tanah masih dalam bentuk padatan," jelasnya. (Baca: Curi Sepeda Jutaan Rupiah, ABG 16 Tahun Dipulangkan Korban ke Rumah Orang Tua)
Awan ini sering menghasilkan hujan lebat yang disertai badai dan petir. Awan Cb termasuk awan yang ditakuti oleh pilot ketika menerbangkan pesawat. Para pilot harus menghindari awan Cb karena awan ini merupakan awan badai dengan turbulensi yang hebat.
“Kejadian hujan es ini sering terjadi terutama di daerah-daerah yang tidak jauh dari laut. Sebagai contoh, di Jawa ini hampir seluruh wilayah tidak jauh dari laut dan berpotensi dapat terjadi hujan es,” katanya. Berbeda dengan di Pulau Sumatera dan Kalimantan, Sumatera bagian barat, sering terjadi hujan es. Sementara, wilayah bagian timur dan Kalimantan bagian Timur sangat jarang terjadi hujan es.
Seiring dengan pola berakhirnya musim kemarau dan datangnya awal musim hujan, kata Rini, fenomena hujan es mempunyai pola pergeseran dari wilayah barat Indonesia ke arah timur. “Penerima hujan es umumnya dimulai dari Sumatera bagian Barat Laut ke arah Selatan dan Timur, kemudian menyusul Jawa bagian barat dan selanjutnya ke arah timur dengan skala yang masih sulit diperhitungkan. Karena fenomena ini bergeser, wilayah di Timur dari Bogor misalnya perlu bersiap-siap menerima hujan es yang disertai badai dan petir ini,” tandasnya.
Terkait dampak yang ditimbulkan, Rini menjelaskan hujan es tidak memberikan dampak kerusakan yang mengkhawatirkan. Es yang turun tersebut tidak merusak rumah maupun mobil. Namun, dampak negatif justru datang dari hujan lebat, petir dan angin yang menyertainya. Sebab, petir yang menyertai lebih berbahaya dan anginnya kencang bahkan bisa terbentuk puting beliung.
“Fenomena hujan badai ini, dapat menyebabkan banjir bandang, terutama apabila hujannya terjadi di dataran tinggi dengan lereng terjal dan vegetasi minim. Hujan yang terjadi harus diwaspadai terutama di wilayah lereng yang berpotensi menimbulkan longsor,” jelasnya. Terkait petir yang menyertai hujan, Rini menyarankan supaya masyarakat yang bekerja di hamparan seperti petani di hamparan sawah yang luas, segera meninggalkan tempat bekerjanya bila sudah terlihat akan ada hujan petir karena berpotensi tersambar petir.
“Berteduh di bawah pohon yang tinggi juga berpotensi terimbas petir karena petir menyambar benda yang paling tinggidi suatu kawasan,” tutur Rini. Di samping itu, ia juga mengajak seluruh masyarakat dan pemerintah untuk menata kembali daerah tangkapan hujan. Masyarakat perlu bergotong-royong membersihkan saluran-saluran air. Hal ini penting dilakukan guna mencegah banjir yang ditimbulkan oleh hujan yang lebat.
“Saat ini beberapa wilayah sudah menjelang atau memasuki awal musim hujan, maka dari itu, mari bersama-sama membersihkan saluran-saluran air dan menanam pohon terutama di daerah tangkapan air guna mencegah terjadinya banjir bandang di masa mendatang,” pungkasnya.
(hab)
tulis komentar anda