Urban Farming di Lahan Tidur, Stabilisasi Ekonomi dan Sosial
Kamis, 15 Agustus 2024 - 16:37 WIB
DEPOK - Urban farming atau bertani di lahan perkotaan tengah menjadi tren sekaligus solusi atas akses pangan.
Seperti urban farming yang diterapkan seorang warga Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat, Unang Pakpahan (50). Ia memanfaatkan lahan tidur seluas 500 meter persegi untuk ditanami berbagai varietas.
"Saya izin pinjam lahan ke tetangga yang tidak terpakai. Sayang kalau tidak ditanami dan diolah," kata Unang kepada SINDOnews.
Pria yang bekerja di sektor informal ini pun menanami separuh lahannya dengan cabai, tomat, kelor, jambu air, jeruk Bali, pandan, bayam hingga bunga telang. Setengahnya lagi disulap menjadi kandang ayam kampung, entok dan berbagai jenis burung.
Hasil panen berbagai tanamannya tadi dikonsumsi untuk keluarga, sisanya dijual. Begitu pula hasil ternaknya yang semula masing-masing hanya bermula dari bibit tiga ekor, kini menjadi puluhan entok dan ayam. "Telur ayam kampung dimakan sebagian dan dijual. Kalau dagingnya laku keras pas perayaan hari besar," terang Unang.
Pria beranak tiga ini merasa bisa hidup mandiri secara ekonomi berkat sistem urban farming. Ia bisa menjual satu biji jeruk Bali hingga Rp25 ribu/buah. Untuk telur ayam kampung, ia membanderol Rp3.000 per biji. Sedangkan untuk ayam kampung dan entok rata-rata dijual seharga Rp100 ribu-170 ribu per ekornya.
Menerapkan urban farming, menurutnya sangat efisien dari segi perawatan. Seusai subuh, Unang berkeliling mencari limbah sayur di lapak penjual untuk pakan ternak sekaligus diolah menjadi pupuk organik buat tanamannya. "Bisa dapat satu bal sayur dan sisa makanan lainnya dari tetangga untuk makan ternak tiga kali sehari," katanya.
Konsep pemberdayaan lahan tidur nampaknya tengah marak di area kota Depok. Sejumlah lahan tidur menjadi percontohan urban farming, seperti yang dicanangkan oleh TNI bersama Pemkot Depok dan unsur masyarakat. Lahan di pinggir Jalan Juanda menjadi proyek perdana yang ditanami cabai serta bawang merah. Bahkan pada 12 Agustus lalu, petaninya telah panen perdana.
Seperti urban farming yang diterapkan seorang warga Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat, Unang Pakpahan (50). Ia memanfaatkan lahan tidur seluas 500 meter persegi untuk ditanami berbagai varietas.
"Saya izin pinjam lahan ke tetangga yang tidak terpakai. Sayang kalau tidak ditanami dan diolah," kata Unang kepada SINDOnews.
Pria yang bekerja di sektor informal ini pun menanami separuh lahannya dengan cabai, tomat, kelor, jambu air, jeruk Bali, pandan, bayam hingga bunga telang. Setengahnya lagi disulap menjadi kandang ayam kampung, entok dan berbagai jenis burung.
Hasil panen berbagai tanamannya tadi dikonsumsi untuk keluarga, sisanya dijual. Begitu pula hasil ternaknya yang semula masing-masing hanya bermula dari bibit tiga ekor, kini menjadi puluhan entok dan ayam. "Telur ayam kampung dimakan sebagian dan dijual. Kalau dagingnya laku keras pas perayaan hari besar," terang Unang.
Pria beranak tiga ini merasa bisa hidup mandiri secara ekonomi berkat sistem urban farming. Ia bisa menjual satu biji jeruk Bali hingga Rp25 ribu/buah. Untuk telur ayam kampung, ia membanderol Rp3.000 per biji. Sedangkan untuk ayam kampung dan entok rata-rata dijual seharga Rp100 ribu-170 ribu per ekornya.
Menerapkan urban farming, menurutnya sangat efisien dari segi perawatan. Seusai subuh, Unang berkeliling mencari limbah sayur di lapak penjual untuk pakan ternak sekaligus diolah menjadi pupuk organik buat tanamannya. "Bisa dapat satu bal sayur dan sisa makanan lainnya dari tetangga untuk makan ternak tiga kali sehari," katanya.
Konsep pemberdayaan lahan tidur nampaknya tengah marak di area kota Depok. Sejumlah lahan tidur menjadi percontohan urban farming, seperti yang dicanangkan oleh TNI bersama Pemkot Depok dan unsur masyarakat. Lahan di pinggir Jalan Juanda menjadi proyek perdana yang ditanami cabai serta bawang merah. Bahkan pada 12 Agustus lalu, petaninya telah panen perdana.
tulis komentar anda