Nasib Ribuan Karyawan Polo Ralph Lauren Ada di Tangan Ketua MA
Senin, 20 Mei 2024 - 23:04 WIB
JAKARTA - Ratusan perwakilan karyawan PT Polo Ralph Lauren Indonesia masih terus mendatangi Gedung Mahkamah Agung (MA) , Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (20/5/2024). Tuntutan mereka tetap sama yakni keadilan.
"Tentunya yang kita harapkan Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung concern terhadap masalah ini. Karena menyangkut hajat hidup orang banyak, menyangkut karyawan PT Polo Ralph Lauren Indonesia dan PT Manggala Putra Perkasa yang menaruh harapan dalam perkara ini," ujar perwakilan karyawan, Janli Sembiring, Senin (20/5/2024).
Perkara yang dimaksud yaitu Peninjauan Kembali (PK) PT Manggala Putra Perkasa Nomor 10 PK/Pdt.Sus-HKI/2024 dan Fahmi Babra Nomor 15 PK/Pdt.Sus-HKI/2024. Karyawan menuntut seorang Hakim Agung yang mengadili perkara itu diganti.
Alasannya, hakim tersebut pada putusan sebelumnya di tingkat kasasi dan PK dianggap merugikan pihak Polo.
Saat berunjuk rasa, perwakilan karyawan sempat kembali diterima MA. Perwakilan MA menyebut tuntutan pergantian Hakim Agung sudah disampaikan ke Ketua MA.
"Mereka (perwakilan MA) menyerahkan sepenuhnya di tangan Ketua MA supaya tidak timbul kecurigaan, timbul dugaan-dugaan ada apa di MA," ucapnya.
Menurut dia, perkara yang tengah diadili ini bukan sengketa perebutan merek antara Polo Ralph Lauren Indonesia dengan MHB melainkan adanya merek-merek milik PT Polo Ralph Lauren Indonesia dan PT Manggala Putra Perkasa yang seluruhnya dihapus hanya menggunakan sertifikat fotokopi merek palsu dengan menambahkan kata Polo dan kata By, serta sudah dihapus berdasarkan putusan Nomor 140 Tahun 1995.
"Padahal, sangat jelas di putusan 140 tahun 1995 (merek milik MHB) adalah Ralph Lauren. Tidak ada kata 'Polo', tidak ada kata 'by' . Dan itu sudah dihapus (merek MHB)," ujar Janli didampingi perwakilan kuasa hukum LQ Indonesia Law Firm Putra Hendra Giri.
Karyawan juga meminta Badan Pengawas MA, Komisi Yudisial, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa 3 hakim yang telah memutus PK PT Polo Ralph Lauren Indonesia Nomor 9 PK/Pdt.Sus-HKI/2024. Putusan yang memenangkan MHB tersebut dinilai bertentangan dengan dua putusan lain yakni putusan Nomor 140/pdt.g/1995/PN.jkt.pst dan putusan MA Nomor 3101 K/pdt/1999.
"Tentunya yang kita harapkan Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung concern terhadap masalah ini. Karena menyangkut hajat hidup orang banyak, menyangkut karyawan PT Polo Ralph Lauren Indonesia dan PT Manggala Putra Perkasa yang menaruh harapan dalam perkara ini," ujar perwakilan karyawan, Janli Sembiring, Senin (20/5/2024).
Perkara yang dimaksud yaitu Peninjauan Kembali (PK) PT Manggala Putra Perkasa Nomor 10 PK/Pdt.Sus-HKI/2024 dan Fahmi Babra Nomor 15 PK/Pdt.Sus-HKI/2024. Karyawan menuntut seorang Hakim Agung yang mengadili perkara itu diganti.
Alasannya, hakim tersebut pada putusan sebelumnya di tingkat kasasi dan PK dianggap merugikan pihak Polo.
Saat berunjuk rasa, perwakilan karyawan sempat kembali diterima MA. Perwakilan MA menyebut tuntutan pergantian Hakim Agung sudah disampaikan ke Ketua MA.
"Mereka (perwakilan MA) menyerahkan sepenuhnya di tangan Ketua MA supaya tidak timbul kecurigaan, timbul dugaan-dugaan ada apa di MA," ucapnya.
Menurut dia, perkara yang tengah diadili ini bukan sengketa perebutan merek antara Polo Ralph Lauren Indonesia dengan MHB melainkan adanya merek-merek milik PT Polo Ralph Lauren Indonesia dan PT Manggala Putra Perkasa yang seluruhnya dihapus hanya menggunakan sertifikat fotokopi merek palsu dengan menambahkan kata Polo dan kata By, serta sudah dihapus berdasarkan putusan Nomor 140 Tahun 1995.
"Padahal, sangat jelas di putusan 140 tahun 1995 (merek milik MHB) adalah Ralph Lauren. Tidak ada kata 'Polo', tidak ada kata 'by' . Dan itu sudah dihapus (merek MHB)," ujar Janli didampingi perwakilan kuasa hukum LQ Indonesia Law Firm Putra Hendra Giri.
Karyawan juga meminta Badan Pengawas MA, Komisi Yudisial, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa 3 hakim yang telah memutus PK PT Polo Ralph Lauren Indonesia Nomor 9 PK/Pdt.Sus-HKI/2024. Putusan yang memenangkan MHB tersebut dinilai bertentangan dengan dua putusan lain yakni putusan Nomor 140/pdt.g/1995/PN.jkt.pst dan putusan MA Nomor 3101 K/pdt/1999.
(jon)
tulis komentar anda