Sidang Praperadilan Aiman Witjaksono, Pakar Hukum Pers: Hak Tolak Wartawan Melekat Seumur Hidup
Kamis, 22 Februari 2024 - 18:36 WIB
JAKARTA - Pakar Hukum Pers dan Kode Etik Jurnalistik, Wina Armada mengatakan sejatinya hak tolak wartawan melekat pada seorang wartawan manakala dia menerima informasi dari narasumbernya. Hak tolak itu pun berlaku seumur hidup kepada si wartawan termasuk Aiman Witjaksono .
"Pada prinsipnya, hak tolak berlangsung seumur hidup," ujar Wina di persidangan, Kamis (22/2/2024).
Hal itu disampaikan Wina dalam sidang praperadilan sah tidaknya penyitaan barang bukti milik Aiman Witjaksono oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya yang digelar pada Kamis (22/2/2024) di PN Jakarta Selatan. Wina mendapatkan pertanyaan dari Tim Hukum Aiman, Finsensius Mendrofa tentang waktu berlaku dan melekatnya hak tolak yang dimiliki seorang wartawan sebagai tercantum dalam UU Pers Pasal 4.
Wina awalnya menerangkan sejatinya ada empat sumber informasi atau jenis informasi, pertama informasi untuk disebarluaskan, kedua informasi off the record yang diberikan tidak untuk disebarluaskan. Ketiga, informasi embargo berupa informasi yang akan disebarkan tetapi setelah jangka waktu tertentu dan keeempat informasi yang merupakan latar belakang.
"Kesemuanya itu menjadi pengetahuan dan melekat kepada wartawan. Nah, sejak itu pula, sejak wartawan memperoleh informasi itulah lecus delicti dari hak tolak berlaku," tuturnya.
"Jadi, wartawan yang menerima informasi, dia kalau diminta oleh narasumbernya tuk melakukan hak tolak, maka dia harus melindungi narasumber dalam bentuk apa pun. Sejak kapan berlaku? Sejak diberikan informasi tersebut," sambung Wina.
Wina mengungkap hak tolak wartawan melekat saat seorang wartawan menerima informasi dari narasumbernya itu. Adapun hak tolak tersebut akan terus melekat pada wartawan yang menerima informasi itu sepanjang hidupnya.
Maka itu, kata dia, wartawan tak boleh membeberkan narasumbernya selama hidupnya, meski di kemudian hari akhirnya dia tak lagi berprofesi sebagai wartawan. Hak tolak yang melekat pada wartawan itu itu bisa digugurkan manakala narasumber sendiri yang membongkarnya atau melalui sistem peradilan khusus.
"Menurut ahli, kapan berakhirnya atau hapusnya hak tolak yang dimiliki seorang wartawan yang melekat sejak dia pertama kali menerima informasi tersebut?" tanya Finsensius.
"Pada prinsipnya hak tolak berlangsung seumur hidup, kecuali pertama narasumbernya sendiri yang membongkar," jawab Wina.
"Jadi, kalau narasumber membuka, maka tanggung jawab tak lagi pada wartawannya, kedua adalah pengadilan yang khusus ditentukan untuk itu, pengadilan khsusus dengan hakim yang khusus untuk menentukan apakah hak tolak boleh dibuka atau tidak. Tetapi dalam konvensi para wartawan, maka hak tolak tak boleh dibuka apa pun risikonya," pungkas Wina.
Lihat Juga: Aturan di Polda Metro Jaya untuk Bripda Ferarri sebagai Polisi dan Pemain Sepak Bola Profesional
"Pada prinsipnya, hak tolak berlangsung seumur hidup," ujar Wina di persidangan, Kamis (22/2/2024).
Hal itu disampaikan Wina dalam sidang praperadilan sah tidaknya penyitaan barang bukti milik Aiman Witjaksono oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya yang digelar pada Kamis (22/2/2024) di PN Jakarta Selatan. Wina mendapatkan pertanyaan dari Tim Hukum Aiman, Finsensius Mendrofa tentang waktu berlaku dan melekatnya hak tolak yang dimiliki seorang wartawan sebagai tercantum dalam UU Pers Pasal 4.
Wina awalnya menerangkan sejatinya ada empat sumber informasi atau jenis informasi, pertama informasi untuk disebarluaskan, kedua informasi off the record yang diberikan tidak untuk disebarluaskan. Ketiga, informasi embargo berupa informasi yang akan disebarkan tetapi setelah jangka waktu tertentu dan keeempat informasi yang merupakan latar belakang.
"Kesemuanya itu menjadi pengetahuan dan melekat kepada wartawan. Nah, sejak itu pula, sejak wartawan memperoleh informasi itulah lecus delicti dari hak tolak berlaku," tuturnya.
"Jadi, wartawan yang menerima informasi, dia kalau diminta oleh narasumbernya tuk melakukan hak tolak, maka dia harus melindungi narasumber dalam bentuk apa pun. Sejak kapan berlaku? Sejak diberikan informasi tersebut," sambung Wina.
Wina mengungkap hak tolak wartawan melekat saat seorang wartawan menerima informasi dari narasumbernya itu. Adapun hak tolak tersebut akan terus melekat pada wartawan yang menerima informasi itu sepanjang hidupnya.
Maka itu, kata dia, wartawan tak boleh membeberkan narasumbernya selama hidupnya, meski di kemudian hari akhirnya dia tak lagi berprofesi sebagai wartawan. Hak tolak yang melekat pada wartawan itu itu bisa digugurkan manakala narasumber sendiri yang membongkarnya atau melalui sistem peradilan khusus.
"Menurut ahli, kapan berakhirnya atau hapusnya hak tolak yang dimiliki seorang wartawan yang melekat sejak dia pertama kali menerima informasi tersebut?" tanya Finsensius.
"Pada prinsipnya hak tolak berlangsung seumur hidup, kecuali pertama narasumbernya sendiri yang membongkar," jawab Wina.
"Jadi, kalau narasumber membuka, maka tanggung jawab tak lagi pada wartawannya, kedua adalah pengadilan yang khusus ditentukan untuk itu, pengadilan khsusus dengan hakim yang khusus untuk menentukan apakah hak tolak boleh dibuka atau tidak. Tetapi dalam konvensi para wartawan, maka hak tolak tak boleh dibuka apa pun risikonya," pungkas Wina.
Lihat Juga: Aturan di Polda Metro Jaya untuk Bripda Ferarri sebagai Polisi dan Pemain Sepak Bola Profesional
(kri)
tulis komentar anda