Gelar Demo di Depan KPU, Pengunjuk Rasa Sampaikan 3 Poin Aspirasi
Senin, 19 Februari 2024 - 17:17 WIB
JAKARTA - Puluhan pengunjuk rasa menggelar demonstrasi di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat. Dalam aksinya mereka prihatin dan menolak pemilu curang.
Jenderal Lapangan Aksi, Afandi Ismail, menjelaskan pihaknya membawa tiga poin aspirasi atas keprihatinan Pemilu 2024.
"Kami dari Gerakan Masyarakat Sipil Selamatkan Demokrasi Indonesia bersama dengan aliansi Mahasiswa Indonesia. Jadi aksi pada siang hari ini di depan KPU, kita ada tiga poin penting yang kita jadikan sebagai aspirasi dari rakyat Indonesia," kata Afandi, di lokasi Senin (19/2/2024).
Keprihatinan atas pesta demokrasi lima tahunan sekali ini, kata Afandi dimulai dari cawe-cawe Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres 2024. Afandi juga menyoroti pembagian bantuan sosial (bansos) dari Jokowi di depan Istana. Hal tersebut merupakan bentuk politisasi bansos di tahun politik.
"Pertama, kita melawan segala bentuk cawe-cawe yang dilakukan oleh Jokowi. Jokowi telah sangat terang-terangan, telah sangat terbuka, ini bisa dinilai oleh semua pihak, bukan hanya masyarakat menengah ke atas tapi juga masyarakat bawah, semuanya bisa menilai bagaimana cawe-cewe Jokowi di dalam proses pemilu hari ini," sambungnya.
Selanjutnya, massa aksi menolak berbagai kecurangan yang terjadi selama tahapan Pemilu 2024 ini. Dia juga mempertanyakan ketegasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam mengawasi tahapan pemilu.
"Nah kemudian yang kedua, praktik-praktik curang, ya kecurangan segala bentuk kecurangan yang terjadi dalam proses pemilu ini, kita tidak hanya fokus pada hasil perolehan suara yang dirilis lembaga quick count yang menurut kami itu menyesatkan," katanya.
"Tetapi kita juga harus fokus pada proses pemilu ini dari awal sampai sekarang. Ada bagi-bagi susu, bagi-bagi uang, dan itu sangat viral di mana-mana. Ini Bawaslu harus menyikapi ini, jangan didiamkan saja," sambungnya.
Terakhir, pihaknya mengajak agar seluruh lembaga pendidikan tinggi untuk tidak bungkam dengan hasil quick count yang dirilis oleh lembaga survei. Sebab menurutnya hal tersebut bukan lembaga survei resmi melainkan esensinya adalah konsultan pemenang salah satu peserta pilpres.
"Ketiga, saya mengajak kepada seluruh lembaga pendidikan tinggi, institusi perguruan tinggi, para profesor, para doktor, para expert, jangan kemudian bungkam dengan hasil quick count yang kemudian dirilis oleh beberapa lembaga survei yang sebenarnya mereka itu bukan lembaga survei, esensinya adalah konsultan pemenangan," ucapnya.
Jenderal Lapangan Aksi, Afandi Ismail, menjelaskan pihaknya membawa tiga poin aspirasi atas keprihatinan Pemilu 2024.
"Kami dari Gerakan Masyarakat Sipil Selamatkan Demokrasi Indonesia bersama dengan aliansi Mahasiswa Indonesia. Jadi aksi pada siang hari ini di depan KPU, kita ada tiga poin penting yang kita jadikan sebagai aspirasi dari rakyat Indonesia," kata Afandi, di lokasi Senin (19/2/2024).
Keprihatinan atas pesta demokrasi lima tahunan sekali ini, kata Afandi dimulai dari cawe-cawe Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres 2024. Afandi juga menyoroti pembagian bantuan sosial (bansos) dari Jokowi di depan Istana. Hal tersebut merupakan bentuk politisasi bansos di tahun politik.
"Pertama, kita melawan segala bentuk cawe-cawe yang dilakukan oleh Jokowi. Jokowi telah sangat terang-terangan, telah sangat terbuka, ini bisa dinilai oleh semua pihak, bukan hanya masyarakat menengah ke atas tapi juga masyarakat bawah, semuanya bisa menilai bagaimana cawe-cewe Jokowi di dalam proses pemilu hari ini," sambungnya.
Selanjutnya, massa aksi menolak berbagai kecurangan yang terjadi selama tahapan Pemilu 2024 ini. Dia juga mempertanyakan ketegasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam mengawasi tahapan pemilu.
"Nah kemudian yang kedua, praktik-praktik curang, ya kecurangan segala bentuk kecurangan yang terjadi dalam proses pemilu ini, kita tidak hanya fokus pada hasil perolehan suara yang dirilis lembaga quick count yang menurut kami itu menyesatkan," katanya.
"Tetapi kita juga harus fokus pada proses pemilu ini dari awal sampai sekarang. Ada bagi-bagi susu, bagi-bagi uang, dan itu sangat viral di mana-mana. Ini Bawaslu harus menyikapi ini, jangan didiamkan saja," sambungnya.
Terakhir, pihaknya mengajak agar seluruh lembaga pendidikan tinggi untuk tidak bungkam dengan hasil quick count yang dirilis oleh lembaga survei. Sebab menurutnya hal tersebut bukan lembaga survei resmi melainkan esensinya adalah konsultan pemenang salah satu peserta pilpres.
"Ketiga, saya mengajak kepada seluruh lembaga pendidikan tinggi, institusi perguruan tinggi, para profesor, para doktor, para expert, jangan kemudian bungkam dengan hasil quick count yang kemudian dirilis oleh beberapa lembaga survei yang sebenarnya mereka itu bukan lembaga survei, esensinya adalah konsultan pemenangan," ucapnya.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda