PSBB Disarankan Tak Sertamerta Larang Ojol Bawa Penumpang
Selasa, 14 April 2020 - 17:16 WIB
JAKARTA - Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) 18 Tahun 2020 yang memberikan ruang bagi Pemerintah Daerah (Pemda) terkait layanan transportasi merupakan langkah bijak. Kesehatan memang aspek utama di tengah pandemi Covid-19 namun bukan lantas mengabaikan aspek penting lainnya.
Wakil Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LDFEBUI) Dr. Paksi C.K. Walandouw mengatakan, aspek penting lainnya adalah ekonomi masyarakat yang sejauh ini ditopang sektor non formal.
Sektor mikro, usaha kecil, dan tenaga kerja yang ada di dalamnya biasa disebut sektor informal. Termasuk kemitraan pribadi yang saat ini banyak bermitra dengan platform digital di Indonesia seperti mitra ojek online (ojol) merupakan salah satu yang terkena dampak langsung dari pendemik Covid-19.
LDFEBUI belum lama ini mengumumkan bahwa 75 persen dari tenaga kerja di Indonesia, sekitar 59,3 juta di antaranya merupakan bagian dari sektor dimaksud. ”Bila dilihat dari angka ini maka posisi Ojol yang mempunyai mitra lebih dari 2 juta mempunyai posisi yang dapat menjaga ketahanan ekonomi,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Selasa (14/4/2020).
Sekali lagi, menurut Paksi, hal tersebut bisa tercapai selama keamanan dan kesehatan dari mitra dan konsumen menjadi prioritas utama. ”Menjaga sektor informal atau kemitraan seperti Ojol, dapat menjaga ketahanan ekonomi Indonesia dengan mempertahankan pendapatan, konsumsi, dan multiplier,” tegasnya.
Pada masa pandemi ini, menurutnya, semua sepakat untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan masyarakat pada umumnya. Maka berbagai tindakan dalam rangka menghindari penyebaran virus dengan nama tenar Corona itu harus dilakukan oleh semua pihak.
Namun dilema yang dihadapi pemerintah terutama bagi Pemda yang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga harus disikapi dengan bijak. Salah satunya terkait dengan diizinkan atau tidaknya ojel online (ojol) membawa penumpang.
”Pembatasan tidak boleh ada yang membonceng di sepeda motor harus dilihat dari sisi kesehatan dan juga kebutuhan konsumen. Bila pekerja yang membutuhkan adalah sektor esensial seperti pekerja di toko sembako, tenaga medis, dan lain sebaginya, maka akan sulit bagi mereka untuk bekerja (jika ojol tidak diizinkan beroperasi bawa penumpang)” ujarnya.
Maka, Paksi menegaskan, hal-hal yang dipengaruhi atau terdampak dalam suatu kebijakan harus diperhatikan juga. Atas dasar itu, regulasi yang membolehkan Ojol membawa penumpang selama PSBB seperti tertuang dalam Permenhub 18/2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran virus Corona, menurut Paksi, harus disambut dengan bijak juga.
”Jadi tidak serta merta melarang tetapi juga memikirkan banyak hal, sehingga bila ada satu kebijakan diikuti oleh kebijakan lain yang juga mendukung, bisa disebut juga ada bauran kebijakan,” terusnya.
Selain itu perlu dipikirkan juga cara mengganti pendapatan yang hilang akibat pengurangan kegiatan sepanjang pandemi Covid-19. Inisiatif dimaksud setidaknya dapat membantu para pihak seperti mitra ojol yang biasanya langsung berhubungan dengan konsumen.
”Bila insentif atau BLT (Bantuan Langsung Tunai) dari pemerintah cair dan dampak dari Covid-19 tetap meluas maka pertimbangan untuk tidak membolehkan Ojol mengambil penumpang harus mendapatkan pertimbangan yang serius, baik dengan tujuan pembatasan maupun untuk menambah alat-alat yang harus dipakai mitra dan konsumen untuk menghindari penyebaran virus Covid-19,” ulasnya.
Wakil Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LDFEBUI) Dr. Paksi C.K. Walandouw mengatakan, aspek penting lainnya adalah ekonomi masyarakat yang sejauh ini ditopang sektor non formal.
Sektor mikro, usaha kecil, dan tenaga kerja yang ada di dalamnya biasa disebut sektor informal. Termasuk kemitraan pribadi yang saat ini banyak bermitra dengan platform digital di Indonesia seperti mitra ojek online (ojol) merupakan salah satu yang terkena dampak langsung dari pendemik Covid-19.
LDFEBUI belum lama ini mengumumkan bahwa 75 persen dari tenaga kerja di Indonesia, sekitar 59,3 juta di antaranya merupakan bagian dari sektor dimaksud. ”Bila dilihat dari angka ini maka posisi Ojol yang mempunyai mitra lebih dari 2 juta mempunyai posisi yang dapat menjaga ketahanan ekonomi,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Selasa (14/4/2020).
Sekali lagi, menurut Paksi, hal tersebut bisa tercapai selama keamanan dan kesehatan dari mitra dan konsumen menjadi prioritas utama. ”Menjaga sektor informal atau kemitraan seperti Ojol, dapat menjaga ketahanan ekonomi Indonesia dengan mempertahankan pendapatan, konsumsi, dan multiplier,” tegasnya.
Pada masa pandemi ini, menurutnya, semua sepakat untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan masyarakat pada umumnya. Maka berbagai tindakan dalam rangka menghindari penyebaran virus dengan nama tenar Corona itu harus dilakukan oleh semua pihak.
Namun dilema yang dihadapi pemerintah terutama bagi Pemda yang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga harus disikapi dengan bijak. Salah satunya terkait dengan diizinkan atau tidaknya ojel online (ojol) membawa penumpang.
”Pembatasan tidak boleh ada yang membonceng di sepeda motor harus dilihat dari sisi kesehatan dan juga kebutuhan konsumen. Bila pekerja yang membutuhkan adalah sektor esensial seperti pekerja di toko sembako, tenaga medis, dan lain sebaginya, maka akan sulit bagi mereka untuk bekerja (jika ojol tidak diizinkan beroperasi bawa penumpang)” ujarnya.
Maka, Paksi menegaskan, hal-hal yang dipengaruhi atau terdampak dalam suatu kebijakan harus diperhatikan juga. Atas dasar itu, regulasi yang membolehkan Ojol membawa penumpang selama PSBB seperti tertuang dalam Permenhub 18/2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran virus Corona, menurut Paksi, harus disambut dengan bijak juga.
”Jadi tidak serta merta melarang tetapi juga memikirkan banyak hal, sehingga bila ada satu kebijakan diikuti oleh kebijakan lain yang juga mendukung, bisa disebut juga ada bauran kebijakan,” terusnya.
Selain itu perlu dipikirkan juga cara mengganti pendapatan yang hilang akibat pengurangan kegiatan sepanjang pandemi Covid-19. Inisiatif dimaksud setidaknya dapat membantu para pihak seperti mitra ojol yang biasanya langsung berhubungan dengan konsumen.
”Bila insentif atau BLT (Bantuan Langsung Tunai) dari pemerintah cair dan dampak dari Covid-19 tetap meluas maka pertimbangan untuk tidak membolehkan Ojol mengambil penumpang harus mendapatkan pertimbangan yang serius, baik dengan tujuan pembatasan maupun untuk menambah alat-alat yang harus dipakai mitra dan konsumen untuk menghindari penyebaran virus Covid-19,” ulasnya.
(mhd)
tulis komentar anda