Melalui Facebook, Anies Sampaikan Jakarta Belum Aman dari Covid-19

Sabtu, 25 Juli 2020 - 17:40 WIB
"Nah cuma saya mau sampaikan, yang dijadikan standar oleh WHO adalah jumlah orang yang baru diperiksa, bukan jumlah spesimen. Karena itu, satu orang bisa diperiksa beberapa kali. WHO menetapkan standar, 1.000 orang baru dari 1 juta penduduk dites setiap minggunya. Itu yang kemudian kita kerjakan di Jakarta," jelas Anies.

"Bahkan setelah psbb masa transisi ini,bkita telah melampaui jumlah standar tes oleh WHO. Kalau boleh saya sampaikan dalam 1 minggu terakhir, kita sudah melakukan tes terhadap 39.268 orang baru. kalau dihitung ekuivalen nya adalah 3688 orang Per 1.000.000 penduduk dalam seminggu. WHO standarkan 1000 per 1.000.000 penduduk dalam seminggu. jadi kita sudah di atasnya. lalu Jakarta juga berhasil melewati standar jumlah tes ini," sambung mantan Mendikbud ini.

Anies menuturkan, pihaknya terus berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk bersama-sama memerangi bahaya Covid-19. "Terjadi kenapa, karena kita berkoordinasi dengan begitu banyak laboratorium di Jakarta. Jadi kita tidak kerja sendirian, dan kita tidak melakukan monopoli justru kita melakukan kolaborasi dengan laboratorium swasta, dengan laboratorium pemerintah pusat, ada laboratorium BUMN. Dan semuanya juga dikelola lewat jaringan labkesda Dan ini semua didanai dengan APBD DKI Jakarta. Kolaborasinya ada 47 laboratorium Jakarta yang menghasilkan kapasitas testing maksimal sekarang ini 9.769 spesimen perhari. Jadi kita ini sudah hampir 10.000 spesimen per hari. Ini yang kita kerjakan. Masyarakat berada di rumah, kami di pemerintah tingkatkan kemampuan itu," bebernya.

Anies menjelaskan, mengapa jumlah tes PCR per orang bukan spesimen itu penting. Karena bila standar ini dilewati, maka nilai positivity rate baru bisa diinterpretasikan. Jika yang dites orangnya sedikit, maka nilai positivity rate masih diragukan. Jakarta saat ini telah melewati standar jumlah tes ini bahkan sudah melewati hampir 4 kali lipat standar WHO.

"Saya sampaikan data-data terkini pada Jumat 24 Juli sampai dengan pukul 10.00, kasus positif di Jakarta berjumlah 18.365 kasus. ada pertambahan 297 dari hari sebelumnya. dari seluruh kasus positif itu, ada 11.552 atau 63 persen yang sudah dinyatakan sembuh, sedangkan 6.058 adalah kasus aktif, artinya masih dirawat atau masih melakukan isolasi diri, dan jumlah yang meninggal dunia di Jakarta sampai dengan saat ini adalah 755 orang. Tingkat fatality case-nya atau tingkat kematiannya di Jakarta ini adalah 4,1 persen, dengan rata-rata global yang juga 4,1 persen, dan ini di bawah rata-rata nasional yang sebesar 4,9 persen," terang Anies.

"Nilai positivi rate kita adalah 5,2 persen, ini di bawah angka rata-rata nasional sebesar 12,3 persen. Ini menunjukkan bahwa nilai positivity rate di Jakarta itu sedikit di atas rekomendasi ideal WHO, yaitu 5 persen atau dibawahnya, tapi ini masuk jauh di bawah batas maksimal yang pernah disampaikan WHO, yaitu 10 persen, jadi maksimal 10 persen, idealnya 5 persen, kita adalah 5,2 persen apakah berarti kemudian Jakarta aman? tidak, belum, mengapa? justru kita sekarang harus waspada karena dalam minggu terakhir ini nilai posivity rate menunjukkan tren yang meningkat, tingga minggu lalu, nilai positivity rate di Jakarta untuk minggu tersebut adalah 4,8 persen," sambungnya.

"Lalu dua minggu yang lalu naik menjadi 5,2 persen, lalu seminggu terakhir ini menjadi 5,9 persen, jadi masyarakat harus waspada 4,8. 5,2. 5,9 nah di satu sisi kapasitas testing Jakarta kemampuan kita melakukan testing itu ditingkatkan, kita gencar melakukan active case finding untuk menemukan kasus-kasus positif, bahkan 30 persen dari temuan kasus positif kita kini adalah hasil dari active case finding yang dilakukan Puskesmas," jelasnya lagi.

Jadi puskesmas ini berburu kasus positif di masyarakat. Ini ketemu kira-kira 30 persen dari kasus positif, lalu 20 persen adalah hasil contact tracing dari kasus yang sudah ditemukan positif sebelumnya.

Anies mengungkapkan, setiap bertemu kasus positif, lalu di-track sejarahnya, di-track orang-orang berinteraksi, di situ dilakukan testing. Lalu 50 persen sisanya adalah dari passive case finding, ini artinya orang yang datang ke rumah sakit, orang yang datang ke klinik, orang yang punya gejala, di situ diperiksa.

"Nah, itu 50 persen. Jadi meskipun active case finding ini ikut menaikkan grafik kasus positif, tapi saya perlu tegaskan sekali lagi bahwa tujuan kita tidaklah untuk menurunkan grafik, karena tujuan kita bukan menurunkan grafiknya. Tapi kita ingin senyatanya menghentikan penularan di lapangan, karena itu, bila Jakarta hanya dinilai dari satu parameter saja, yaitu penambahan kasus positif tanpa melihat kasus yang lain lalu dianggap bahwa Jakarta kasusnya tambah, bagi kami itu bukan masalah," tutup Anies.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More