Normal Baru, Kriminal Baru
Senin, 20 Juli 2020 - 07:29 WIB
Di luar situasi menyangkut 2 (dua) belahan masyarakat di atas, maka penyimpangan hingga kejahatan yang terjadi kemudian pada dasarnya adalah pengungkit saja. Maksudnya, penyimpangan atau kejahatan tersebut bersifat memanfaatkan atau mengeksploitasi kecenderungan umum dari kelas menengah dan masyarakat kebanyakan.
Sebutlah korupsi. Korupsi selalu dilakukan oleh kelas menengah, karena kelas inilah yang memiliki akses jabatan dan kewenangan yang bisa dipakai untuk korupsi. Ada yang melakukan dengan modus sederhana, seperti penggelapan, ada pula lebih canggih seperti fraud (pengelabuan).
Semua hal itu dilakukan dengan bantuan masyarakat kebanyakan yang bekerja sebagai staf, bawahan, atau office boy, yang mau saja diperintah untuk tanda-tangan, untuk antar uang, untuk mengetik dokumen, dan sebagainya. Tentu ada imbalan dari kegiatan-kegiatan tersebut. Bukankah itu artinya masyarakat kebanyakan sebenarnya dieksploitasi oleh kelas menengah? (Lihat videonya: Seorang Nenek Renta di Banyuasin Digugat Anak Sendiri Perihal Warisan)
Demikian juga terorisme. Kelas menengah yang tahu agama lalu mengajari masyarakat kebanyakan dengan ajaran dari aliran tertentu. Pengajaran dilakukan sedemikian rupa sehingga mereka bahkan bersedia menjadi pelaku bom bunuh diri. Pendek kata, itu bentuk lain dari eksploitasi juga.
Dikhawatirkan ke depan, situasi pengungkit ini akan semakin banyak sehingga masyarakat bisa berada pada situasi terpolarisasi: yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Atau yang pintar makin pintar, yang bodoh makin bodoh. New Normal berpotensi melahirkan disintegrasi ketimbang integrasi bangsa.
Sebutlah korupsi. Korupsi selalu dilakukan oleh kelas menengah, karena kelas inilah yang memiliki akses jabatan dan kewenangan yang bisa dipakai untuk korupsi. Ada yang melakukan dengan modus sederhana, seperti penggelapan, ada pula lebih canggih seperti fraud (pengelabuan).
Semua hal itu dilakukan dengan bantuan masyarakat kebanyakan yang bekerja sebagai staf, bawahan, atau office boy, yang mau saja diperintah untuk tanda-tangan, untuk antar uang, untuk mengetik dokumen, dan sebagainya. Tentu ada imbalan dari kegiatan-kegiatan tersebut. Bukankah itu artinya masyarakat kebanyakan sebenarnya dieksploitasi oleh kelas menengah? (Lihat videonya: Seorang Nenek Renta di Banyuasin Digugat Anak Sendiri Perihal Warisan)
Demikian juga terorisme. Kelas menengah yang tahu agama lalu mengajari masyarakat kebanyakan dengan ajaran dari aliran tertentu. Pengajaran dilakukan sedemikian rupa sehingga mereka bahkan bersedia menjadi pelaku bom bunuh diri. Pendek kata, itu bentuk lain dari eksploitasi juga.
Dikhawatirkan ke depan, situasi pengungkit ini akan semakin banyak sehingga masyarakat bisa berada pada situasi terpolarisasi: yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Atau yang pintar makin pintar, yang bodoh makin bodoh. New Normal berpotensi melahirkan disintegrasi ketimbang integrasi bangsa.
(ysw)
tulis komentar anda