Pengamat Ingatkan Pemprov DKI Belajar dari Penolakan ERP di Kota-kota Besar Dunia
Senin, 20 Februari 2023 - 21:41 WIB
Penerapan ERP di banyak kota-kota di dunia memang lebih banyak didominasi oleh penolakan yang membuat penerapannya dibatalkan atau penundaan implementasi.
Walau disebut-sebut berhasil di Singapura, London, dan Stockholm, penerapan ERP justru lebih banyak gagal terimplementasi di kota-kota besar dunia lain seperti Hongkong yang sejak 1983 memperkenalkan ide ERP, namun hingga kini tidak kunjung dilaksanakan karena ramainya penolakan warga.
Paling terkini, isu penerapan ERP bahkan menjadi komoditas politik yang begitu hangat di New York. Penolakan demi penolakan muncul justru di saat pemerintah telah mendapatkan persetujuan dari badan legislatif kota New York dan direncanakan akan diterapkan pada tahun 2023.
Penolakan terbesar terutama datang dari para politisi dari kota-kota penyangga kota New York seperti New Jersey yang merasa penerapan ERP akan semakin mempersulit hidup warganya yang sehari-sehari bekerja di New York. Penolakan dari banyak pihak di berbagai kota tersebut juga mulai bermunculan di Jakarta.
Di bulan Januari, LBH Jakarta juga mengeluarkan pernyataannya terkait pelaksanaan ERP. LBH Jakarta dalam pernyataan resminya, ERP disebut solusi yang tidak berkeadilan di tengah buruknya sistem transportasi di Jakarta.
Paling tidak terdapat tiga hal yang menurut LBH Jakarta membuat ERP tidak berkeadilan, seperti minimnya partisipasi publik, aksesibilitas transportasi yang buruk, serta dampaknya terhadap kelompok ekonomi lemah.
Pakar Transportasi Universitas Trisakti Nirwono Joga sebelumnya mengatakan, Pemprov DKI perlu mempertimbangkan hal-hal tersebut sebelum memutuskan penerapan ERP.
Dia mengingatkan agar pemerintah tidak terpaku kepada penerapan ERP saja, namun juga harus mempertimbangkan segala bentuk kebijakan yang mungkin lebih efektif dan lebih mudah diterima publik.
Salah satunya pengenaan biaya parkir progresif. Misalnya, untuk tarif parkir yang lokasinya berada semakin ke pusat kota, maka tarif parkirnya semakin mahal. Selain itu, juga perlu disediakan kantong-kantong parkir yang nyaman dan dekat dengan transportasi publik.
“Jadi ada alternatif-alternatif lain yang diberikan kepada masyarakat sehingga masyarakat bisa melihat mana nanti yang bisa menekan atau mengurai kemacetan,” kata Nirwono yang juga Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti ini.
Walau disebut-sebut berhasil di Singapura, London, dan Stockholm, penerapan ERP justru lebih banyak gagal terimplementasi di kota-kota besar dunia lain seperti Hongkong yang sejak 1983 memperkenalkan ide ERP, namun hingga kini tidak kunjung dilaksanakan karena ramainya penolakan warga.
Paling terkini, isu penerapan ERP bahkan menjadi komoditas politik yang begitu hangat di New York. Penolakan demi penolakan muncul justru di saat pemerintah telah mendapatkan persetujuan dari badan legislatif kota New York dan direncanakan akan diterapkan pada tahun 2023.
Penolakan terbesar terutama datang dari para politisi dari kota-kota penyangga kota New York seperti New Jersey yang merasa penerapan ERP akan semakin mempersulit hidup warganya yang sehari-sehari bekerja di New York. Penolakan dari banyak pihak di berbagai kota tersebut juga mulai bermunculan di Jakarta.
Di bulan Januari, LBH Jakarta juga mengeluarkan pernyataannya terkait pelaksanaan ERP. LBH Jakarta dalam pernyataan resminya, ERP disebut solusi yang tidak berkeadilan di tengah buruknya sistem transportasi di Jakarta.
Paling tidak terdapat tiga hal yang menurut LBH Jakarta membuat ERP tidak berkeadilan, seperti minimnya partisipasi publik, aksesibilitas transportasi yang buruk, serta dampaknya terhadap kelompok ekonomi lemah.
Pakar Transportasi Universitas Trisakti Nirwono Joga sebelumnya mengatakan, Pemprov DKI perlu mempertimbangkan hal-hal tersebut sebelum memutuskan penerapan ERP.
Dia mengingatkan agar pemerintah tidak terpaku kepada penerapan ERP saja, namun juga harus mempertimbangkan segala bentuk kebijakan yang mungkin lebih efektif dan lebih mudah diterima publik.
Salah satunya pengenaan biaya parkir progresif. Misalnya, untuk tarif parkir yang lokasinya berada semakin ke pusat kota, maka tarif parkirnya semakin mahal. Selain itu, juga perlu disediakan kantong-kantong parkir yang nyaman dan dekat dengan transportasi publik.
“Jadi ada alternatif-alternatif lain yang diberikan kepada masyarakat sehingga masyarakat bisa melihat mana nanti yang bisa menekan atau mengurai kemacetan,” kata Nirwono yang juga Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti ini.
tulis komentar anda