Pengelolaan 6 Ruas Jalan Tol dalam Kota, Pemprov DKI Diminta Bentuk BUMD
Rabu, 15 Juli 2020 - 15:15 WIB
JAKARTA - Enam ruas jalan tol dalam kota berpotensi mendatangkan keuntungan bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, di tengah situasi pandemi Covid-19. Syaratnya, pemprov harus mengambil alih kembali saham jalan tol yang kini dikuasai pihak swasta, dan membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) baru, guna mengelola enam ruas jalan tol itu.
"Saat rencana awal pembangunan enam ruas jalan tol sekitar 2005 silam, Pemprov DKI mengajukan prakarsa pembangunan Jalan Tol kepada Menteri PUPR melalui dua perusahaan daerah," kata Direktur Eksekutif Jakarta Public Service (JPS) M Syaiful Jihad, Rabu (15/7/2020).
Dia mengatakan, Jakpro dan Pembangunan Jaya mempunyai saham sebesar 50 persen di enam ruas jalan tol dalkot. Namun, dia mengaku heran, mengapa saat ini saham itu dikuasai pihak swasta. ( )
"Yakni Jakpro dan Pembangunan Jaya yang menguasai saham enam ruas jalan tol masing-masing 50 persen. Namun, entah mengapa, dalam perjalanannnya, saat ini pengelolaan enam ruas jalan tol dikuasai pihak swasta, dalam hal ini Jakarta Toll Road Development (JTD)," tambahnya.
Dijelaskan Syaiful, melalui mekanisme prakarsa seharusnya beban biaya konstruksi jalan dan belanja tanah menjadi beban pihak yang mengajukan prakarsa, namun ada keanehan untuk enam ruas tol ini karena meminta pemprov untuk menggelontorkan anggaran daerah hingga Rp1 triliun lebih pada tahun anggaran 2017-2019 untuk belanja tanah yang notabene merupakan aset pemprov DKI, untuk mendukung proyek tersebut ditambah lagi dukungan dari pemerintah pusat untuk biaya pembebasan tanah. Seharusnya biaya tanah tersebut menjadi beban PT JTD."Dengan memperhatikan bahwa Pemprov DKI sudah mengeluarkan anggaran untuk kepentingan enam ruas tol DKI, sudah sepatutnya enam ruas jalan tol itu dikelola BUMD dan hasilnya dipergunakan untuk menambah pendapatan daerah. Jadi, saat ini waktu yang tepat bagi pemprov, untuk kembali menguasai pengelolaan enam ruas jalan tol dalam kota Jakarta," katanya.Dalam perjalanan proyek ini banyak terjadi hal-hal yang diduga merugikan pemerintah antara lain desain konstruksi jalan tol yang tidak sesuai dengan patok trase yang telah dipasang oleh Dinas Cipta Karya dan tata Ruang sesuai dengan Penetapan Lokasi dari Gubernur DKI, yang akhirnya mengakibatkan penambahan waktu penyelesaian pengadaan tanah, Biaya operasional pengadaan tanah yang menjadi beban APBN menjadi bertambah dan uang yang telah dibelanjakan untuk lokasi yang tidak jadi dimanfaatkan menjadi sia-sia.Lebih lanjut kata Syaiful, alasan lain yang memperkuat pemprov untuk dapat mendapatkan pengelolaan enam ruas jalan tol dalam kota, adalah tak kunjung selesainya proyek tersebut. Berdasarkan jadwal, harusnya proyek sudah harus selesai 2015 lalu, namun sampai sekarang tak kunjung rampung."Mundur terus penyelesaian proyek oleh JTD, sehingga sudah sepatutnya kalau PPJT 6 ruas tol dibatalkan saja oleh BPJT (Badan Pengelola Jalan Tol) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), karena dianggap merugikan keuangan negara, dilakukan lelang ulang agar proyeknya segera selesai," ucap Syaiful.Padahal, saat ini izin penetapan lokasi Pembangunan Jalan Tol Dalam Kota Jakarta Ruas Sunter Pulogebang sudah berakhir. Itu berdasarkan Keputusan Gubernur No 1741 Tahun 2019 tentang Perpanjangan Penetapam Lokasi untuk Pembangunan Jalan Tol Dalam Kota Jakarta Ruas Sunter Pulogebang."Kami menyarankan Pemprov DKI jangan memperpanjang lagi izin penetapan lokasi, sebelum pemprov memperoleh kembali apa yang menjadi haknya, yakni pengelolaan enam ruas jalan tol dalam kota," tandas Syaiful.
"Saat rencana awal pembangunan enam ruas jalan tol sekitar 2005 silam, Pemprov DKI mengajukan prakarsa pembangunan Jalan Tol kepada Menteri PUPR melalui dua perusahaan daerah," kata Direktur Eksekutif Jakarta Public Service (JPS) M Syaiful Jihad, Rabu (15/7/2020).
Dia mengatakan, Jakpro dan Pembangunan Jaya mempunyai saham sebesar 50 persen di enam ruas jalan tol dalkot. Namun, dia mengaku heran, mengapa saat ini saham itu dikuasai pihak swasta. ( )
"Yakni Jakpro dan Pembangunan Jaya yang menguasai saham enam ruas jalan tol masing-masing 50 persen. Namun, entah mengapa, dalam perjalanannnya, saat ini pengelolaan enam ruas jalan tol dikuasai pihak swasta, dalam hal ini Jakarta Toll Road Development (JTD)," tambahnya.
Dijelaskan Syaiful, melalui mekanisme prakarsa seharusnya beban biaya konstruksi jalan dan belanja tanah menjadi beban pihak yang mengajukan prakarsa, namun ada keanehan untuk enam ruas tol ini karena meminta pemprov untuk menggelontorkan anggaran daerah hingga Rp1 triliun lebih pada tahun anggaran 2017-2019 untuk belanja tanah yang notabene merupakan aset pemprov DKI, untuk mendukung proyek tersebut ditambah lagi dukungan dari pemerintah pusat untuk biaya pembebasan tanah. Seharusnya biaya tanah tersebut menjadi beban PT JTD."Dengan memperhatikan bahwa Pemprov DKI sudah mengeluarkan anggaran untuk kepentingan enam ruas tol DKI, sudah sepatutnya enam ruas jalan tol itu dikelola BUMD dan hasilnya dipergunakan untuk menambah pendapatan daerah. Jadi, saat ini waktu yang tepat bagi pemprov, untuk kembali menguasai pengelolaan enam ruas jalan tol dalam kota Jakarta," katanya.Dalam perjalanan proyek ini banyak terjadi hal-hal yang diduga merugikan pemerintah antara lain desain konstruksi jalan tol yang tidak sesuai dengan patok trase yang telah dipasang oleh Dinas Cipta Karya dan tata Ruang sesuai dengan Penetapan Lokasi dari Gubernur DKI, yang akhirnya mengakibatkan penambahan waktu penyelesaian pengadaan tanah, Biaya operasional pengadaan tanah yang menjadi beban APBN menjadi bertambah dan uang yang telah dibelanjakan untuk lokasi yang tidak jadi dimanfaatkan menjadi sia-sia.Lebih lanjut kata Syaiful, alasan lain yang memperkuat pemprov untuk dapat mendapatkan pengelolaan enam ruas jalan tol dalam kota, adalah tak kunjung selesainya proyek tersebut. Berdasarkan jadwal, harusnya proyek sudah harus selesai 2015 lalu, namun sampai sekarang tak kunjung rampung."Mundur terus penyelesaian proyek oleh JTD, sehingga sudah sepatutnya kalau PPJT 6 ruas tol dibatalkan saja oleh BPJT (Badan Pengelola Jalan Tol) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), karena dianggap merugikan keuangan negara, dilakukan lelang ulang agar proyeknya segera selesai," ucap Syaiful.Padahal, saat ini izin penetapan lokasi Pembangunan Jalan Tol Dalam Kota Jakarta Ruas Sunter Pulogebang sudah berakhir. Itu berdasarkan Keputusan Gubernur No 1741 Tahun 2019 tentang Perpanjangan Penetapam Lokasi untuk Pembangunan Jalan Tol Dalam Kota Jakarta Ruas Sunter Pulogebang."Kami menyarankan Pemprov DKI jangan memperpanjang lagi izin penetapan lokasi, sebelum pemprov memperoleh kembali apa yang menjadi haknya, yakni pengelolaan enam ruas jalan tol dalam kota," tandas Syaiful.
(mhd)
tulis komentar anda