Sejarah Pembantaian Puluhan Tentara Jepang, Kisah di Balik Monumen Kali Bekasi
Sabtu, 21 Januari 2023 - 07:24 WIB
JAKARTA - Stasiun dan Kali Bekasi menjadi saksi pembantaian yang dilakukan pejuang Bekasi terhadap tentara Jepang pada 19 Oktober 1945. Mulanya, Jepang dinyatakan kalah oleh sekutu setelah Perang Dunia II yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki.
Sebagai Allied Prisioners of War and Interset (APWI), sekutu harus mengevakuasi tawanan tentara Jepang di Indonesia. Tentara Jepang pun mesti dipulangkan ke daerahnya masing-masing.
Tentara Jepang yang akan dipulangkan ini harus melewati Bandara Kalijati Subang. Saat itu, komandan pejuang Bekasi, Letnan Dua Zakaria Burhanuddin, menerima informasi dari Komandan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Jatinegara, Sambas Atamadinata akan ada 90 tentara Jepang yang melintas Bekasi menuju Bandara Kalijati Subang menggunakan kereta api.
Zakaria Burhanuddin memerintahkan Kepala Stasiun Bekasi untuk mengarahkan rel yang seharusnya melewati jembatan untuk ke rel yang buntu. Akibatnya, kereta yang dinaiki 90 tentara Jepang berhenti tepat di tepi Kali Bekasi.
Saat kereta berhenti, warga dan pejuang Bekasi melakukan pemeriksaan. Meski sudah diperlihatkan surat jalan dari Menteri Luar Negeri Achmad Soebardjo yang telah ditandatangani Presiden Soekarno, namun hal tersebut tak berpengaruh. Saat pemeriksaan, tiba-tiba tentara Jepang melepaskan tembakan.
Warga yang berada di bawah komando Zakaria ini pun geram. Namun, Zakaria terlebih dahulu menembak komandan tentara Jepang.
Setelah pertempuran, massa berhasil menguasai kereta api serta merampas barang seperti pucuk senjata, dan memasukkan 90 tentara Jepang ke sel yang berada di belakang Gedung Stasiun Bekasi. Kemudian, 90 tentara Jepang itu digiring ke tepian Kali Bekasi tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan Komandan TKR Sambas.
Akhirnya, 90 tentara Jepang itu tewas dan dibuang ke Kali Bekasi. Saat itu, Kali Bekasi sampai berwarna merah karena darah para tentara Jepang.
Atas kejadian tersebut, Laksamana Muda Maeda protes kepada pemerintah Indonesia. Laksamana Maeda memberi catatan kejadian tersebut menjadi yang terakhir serta pemerintah Indonesia harus dapat mengantisipasi kejadian serupa secara serius.
Sebagai bentuk tanggung jawab atas kejadian tersebut, Presiden Soekarno berkunjung ke Bekasi pada 25 Oktober 1945. Soekarno meminta warga Bekasi untuk menaaati perintah yang datang dari pemerintah Indonesia serta melarang para pejuang melakukan upaya pencegatan kereta. Untuk mengenang insiden berdarah tersebut, dibangun Monumen Kali Bekasi yang terletak di tepian Kali Bekasi, di Jalan Ir H Juanda, Bekasi.
Lihat Juga: Dokter Forensi Pastikan 7 Remaja Tewas di Kali Bekasi Karena Tenggelam, Tak Ada Luka Luar dan Patah Tulang
Sebagai Allied Prisioners of War and Interset (APWI), sekutu harus mengevakuasi tawanan tentara Jepang di Indonesia. Tentara Jepang pun mesti dipulangkan ke daerahnya masing-masing.
Baca Juga
Tentara Jepang yang akan dipulangkan ini harus melewati Bandara Kalijati Subang. Saat itu, komandan pejuang Bekasi, Letnan Dua Zakaria Burhanuddin, menerima informasi dari Komandan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Jatinegara, Sambas Atamadinata akan ada 90 tentara Jepang yang melintas Bekasi menuju Bandara Kalijati Subang menggunakan kereta api.
Zakaria Burhanuddin memerintahkan Kepala Stasiun Bekasi untuk mengarahkan rel yang seharusnya melewati jembatan untuk ke rel yang buntu. Akibatnya, kereta yang dinaiki 90 tentara Jepang berhenti tepat di tepi Kali Bekasi.
Saat kereta berhenti, warga dan pejuang Bekasi melakukan pemeriksaan. Meski sudah diperlihatkan surat jalan dari Menteri Luar Negeri Achmad Soebardjo yang telah ditandatangani Presiden Soekarno, namun hal tersebut tak berpengaruh. Saat pemeriksaan, tiba-tiba tentara Jepang melepaskan tembakan.
Warga yang berada di bawah komando Zakaria ini pun geram. Namun, Zakaria terlebih dahulu menembak komandan tentara Jepang.
Setelah pertempuran, massa berhasil menguasai kereta api serta merampas barang seperti pucuk senjata, dan memasukkan 90 tentara Jepang ke sel yang berada di belakang Gedung Stasiun Bekasi. Kemudian, 90 tentara Jepang itu digiring ke tepian Kali Bekasi tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan Komandan TKR Sambas.
Akhirnya, 90 tentara Jepang itu tewas dan dibuang ke Kali Bekasi. Saat itu, Kali Bekasi sampai berwarna merah karena darah para tentara Jepang.
Atas kejadian tersebut, Laksamana Muda Maeda protes kepada pemerintah Indonesia. Laksamana Maeda memberi catatan kejadian tersebut menjadi yang terakhir serta pemerintah Indonesia harus dapat mengantisipasi kejadian serupa secara serius.
Sebagai bentuk tanggung jawab atas kejadian tersebut, Presiden Soekarno berkunjung ke Bekasi pada 25 Oktober 1945. Soekarno meminta warga Bekasi untuk menaaati perintah yang datang dari pemerintah Indonesia serta melarang para pejuang melakukan upaya pencegatan kereta. Untuk mengenang insiden berdarah tersebut, dibangun Monumen Kali Bekasi yang terletak di tepian Kali Bekasi, di Jalan Ir H Juanda, Bekasi.
Lihat Juga: Dokter Forensi Pastikan 7 Remaja Tewas di Kali Bekasi Karena Tenggelam, Tak Ada Luka Luar dan Patah Tulang
(mhd)
tulis komentar anda