'Musim Arab' dan Fenomena Kawin Kontrak di Puncak

Jum'at, 01 Mei 2015 - 04:12 WIB
Musim Arab dan Fenomena...
'Musim Arab' dan Fenomena Kawin Kontrak di Puncak
A A A
MEMASUKI awal bulan Mei, kawasan Puncak, Cisarua, Bogor dipastikan bakal diserbu ratusan wisatawan mancanegara (wisman) asal Timur Tengah (Timteng). Dibulan itu pula, warga setempat yang menyebutnya sebagai 'Musim Arab' meraup keuntungan dengan kedatangan para pelancong tersebut.

Dampak positif 'musim arab' itu selain seluruh vila yang dijaga warga setempat full karena dibooking selama empat bulan kedepan. Juga, tak sedikit warung-warung disekitar kawasan Puncak, tepatnya Kampung Warung Kaleng, Desa Tugu Utara, Cisarua, Kabupaten Bogor mendapatkan keuntungan hingga berlipat-lipat.

Selain warung kelontong, jasa transportasi ojek/taksi gelap, pemandu wisata, jasa menyalurkan syahwat atau birahi pun ditawarkan warga setempat terhadap para wisatawan asal Timteng itu. Tak hanya syahwat, dampak negatif lainnya dengan kedatangan mereka, tingkat kriminalitas jadi ancaman, baik peredaran narkoba hingga pesta seks.

Hal itu tidak dipungkiri, dan selalu terjadi setiap tahun selama 'Musim Arab' berlangsung. Maka dari itu, pantas saja, sejumlah masyararakat dan ulama setempat menentang sikap pemerintah yang terkesan melakukan pembiaran terhadap wisman menyerbu kawasan Puncak, tanpa melakukan pengawasan ketat.

Terlebih, sebagian para wisman Timteng selain liburan juga banyak yang ingin melangsungkan tradisi 'kawin kontrak' di kawasan berhawa sejuk itu.

"Turis itu datang secara bergerombol, dalam sehari bisa menghabiskan duit Rp3-5 juta. Memang ada juga yang melakukan kawin kontrak dengan warga pribumi, tapi perempuannya berasal dari Cianjur dan Sukabumi, bukan warga Puncak atau Bogor," ungkap Suheli (45) penjaga vila di Desa Tugu Utara, Kamis (30/4/2015).

Lebih lanjut ia menuturkan, turis asa Timteng itu mayoritas menetap di daerah Warung Kaleng, Desa Tugu Utara, karena itu diwilayah ini ada perkampungan yang dikenal kampung arab sejak lama.

"Selain penginapan penuh dibooking, pengusaha rental mobil juga kebagian rejeki. Karena selama berlibur, mereka menyewa mobil untuk jalan-jalan," tambahnya.

Maka dari itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Cisarua, KH Rahmatulloh, mendesak Pemkab Bogor bersikap tegas terhadap para oknum wisman asal Timteng yang menyalahgunakan kunjungannya ke Puncak hanya untuk berbuat maksiat.

Terlebih lanjut dia, umat Islam di Indonesia sangat mengharamkan tradisi kawin kontrak itu. Bahkan, pihaknya sudah memberikan imbauan kepada warga agar tidak terjebak dalam fenomena negatif tersebut.

"Nikah wisata atau biasa dikenal dengan nikah mut'ah bagi kita hukumnya haram, maka dari itu ulama Cisarua dengan tegas melarang adanya kawin kontrak," ungkapnya.

Ia menambahkan, praktek pernikahan semacam itu biasanya dilakukan secara terselubung disebuah vila. Dengan dalih karena keuntungan yang menggiurkan sehingga pribumi banyak yang mendukung aktifitas nikah mut'ah.

Apalagi, faktor ekonomi bukan alasan yang mendasar, ditengah upaya pemerintah dalam meningkatkan roda perekenomian masyarakat.

"Meskipun wanita-wanita pelaku kawin kontrak berasal dari luar Bogor, tetap diharamkan. Jadi harus diingat yang menjadi magnet bagi turis asal timur tengah berkunjung ke Puncak, adalah potensi alam bukan kawin kontrak. Disini peran pemerintah sangat dibutuhkan, untuk secepatnya melakukan pencegahan atau sweeping," tandasnya.

Sementara itu, NL (35) perempuan asal Cianjur yang kini menetap di kawasan Gadog, Megamendung, Bogor mengaku pernah terjerumus dalam kawin kontrak pada tahun 2007 hingga 2013.

"Memang sangat menguntungkan, karena saya dikontrak hanya tiga bulan dengan bayaran Rp30-50 juta," katanya saat ditemui kawasan Simpang Gadog, Ciawi, Kabupaten Bogor, Kamis (30/4).

Namun, menurutnya, ada dampak negatif yang dialami selama menjadi pelaku kawin kontrak. "Saya beberapa kali mengalami kekerasan seksual. Kemudian mereka sewenang-wenang dalam memperlakukan kita, selayaknya budak," tandasnya.

Ia menuturkan hampir setiap malam melayani turis Arab. "Tapi memang dalam memberikan uang atau nafkah mereka baik. Dalam sebulan bisa memberikan Rp15 juta per bulan," kata wanita yang sempat melangsungkan kawin kontrak lebih dari tiga kali.

Menurutnya, disaat kawin kontrak yang ketiga kalinya sempat dibawa ke negeri Timteng. "Saya pernah dibawa ke Arab Saudi. Kemudian dimanjakan selama satu tahun. Meski dia tidak di Indonesia tetap mengirimi uang. Tapi tiba-tiba hilang kontak dan putus saja," ujarnya yang sempat mengandung satu anak dari hasil perkawinan kontraknya.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1258 seconds (0.1#10.140)