Organda Minta Pemprov DKI Naiki Tarif Angkot Rp500
A
A
A
JAKARTA - Organisasi Angkutan Darat (Organda) meminta Pemprov DKI Jakarta menaiki tarif angkutan umum di Jakarta sebesar Rp500 seiring kenaikan tarif bahan bakar minyak (BBM). Kenaikan tersebut berpatokan dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur nomor 512/DPD ORG-DKI/I/2015.
Ketua DPD Orgnisasi Angkutan Daerah (Organda) DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan mengatakan, berdasarkan hasil rapat pleno yang dilakukan pihak Organda, kenaikan tarif angkutan di Jakarta disepakati Rp500.
"Kenaikan tersebut berdasarkan SK gubernur pada awal tahun, dimana BBM mengalami penurunan. Kami akan kirimkan usulan kenaikan tersebut ke Gubernur besok," kata Shafruhan Sinungan saat dihubungi, Rabu (31/3/2015).
Shafruhan menjelaskan, usulan kenaikan tarif tersebut, akan diterapkan pada angkot atau mikrolet, dari harga sebelumnya Rp3.500 menjadi Rp 4.000. Begitu juga dengan tarif pada bus kota (reguler) dari semulanya Rp3.800 menjadi Rp4.300.
Sedangkan, untuk bus Antara Kota Antar Provinsi (AKAP) dan taksi, kata Shafruhan, tidak mengalami kenaikan tarif lantaran memiliki tarif atas dan tarif bawah. Dimana perubahan tarif akan berubah ketika BBM naik sekitar 20 persen dari harga awal.
Terkait angkot yang telah menaikkan tarif saat ini, lanjut Shafruhan, pihaknya belum dapat memberikan tindakan. organda memaklumi kenaikan tarif tersebut.
"Karena kenaikan tarif itu, yang menanggung adalah sopir. Kalau pengusahanya tidak mau tahu. Nantinya kami juga akan ajukan usulan, agar Pemprov tidak perlu lagi ikut campur masalah kenaikan tarif. Karena saat ini tarif angkot sudah tidak disubsidi," ujarnya.
Untuk jangka panjang mengatasi tarif angkot seiring dengan fluktuatif harga BBM, Shafruhan juga akan mengusulkan agar tarif angkutan dikenakan sistem tarif atas-tarif bawah seperti Taksi dan bus AKAP.
"Kenaikan BBM ini kan fluktuatif. Jadi kami usulkan untuk menerapkan sistem tarif atas-tarif bawah. Jika harga BBM Rp7.400 sampai Rp7.700, maka akan diterapkan tarif bawah, yaitu Rp4.000. Sedangkan, jika harga BBM berkisar pada Rp7.750 sampai Rp8.500, maka akan ditetapkan tarif atas, yaitu Rp5.000," paparnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Benjamim Bukit setuju dengan kenaikan tarif angkutan umum yang di usulkan oleh pihak Organda. Sebab, usulan kenaikan harga BBM tersebut sesuai dengan SK terakhir penetapan tarif angkutan umum pada awal 2015 lalu sekitar Rp500.
"Wajar saja tarif naik lantaran sesuai dengan kenaikan harga BBM," ujarnya.
Tidak hanya itu, kata Benjamin, Dishub juga setuju untuk menerapkan tarif atas dan tarif bawah sebagai solusi mengatasi tarif angkutan umum seiring dengan fluktuasi harga BBM. Sebab, apabila menggunakan sistem rupiah per kilometer yang diinginkan gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), kata dia membutuhkan waktu yang cukup lama dan hanya berlaku pada bus sedang.
"Untuk sistem rupiah per kilometer itu kan hanya berlaku pada bus sedang. Sementara saat ini bus sedang akan mengalami perubahan design menjadi bus besar," ungkapnya.
Ketua DPD Orgnisasi Angkutan Daerah (Organda) DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan mengatakan, berdasarkan hasil rapat pleno yang dilakukan pihak Organda, kenaikan tarif angkutan di Jakarta disepakati Rp500.
"Kenaikan tersebut berdasarkan SK gubernur pada awal tahun, dimana BBM mengalami penurunan. Kami akan kirimkan usulan kenaikan tersebut ke Gubernur besok," kata Shafruhan Sinungan saat dihubungi, Rabu (31/3/2015).
Shafruhan menjelaskan, usulan kenaikan tarif tersebut, akan diterapkan pada angkot atau mikrolet, dari harga sebelumnya Rp3.500 menjadi Rp 4.000. Begitu juga dengan tarif pada bus kota (reguler) dari semulanya Rp3.800 menjadi Rp4.300.
Sedangkan, untuk bus Antara Kota Antar Provinsi (AKAP) dan taksi, kata Shafruhan, tidak mengalami kenaikan tarif lantaran memiliki tarif atas dan tarif bawah. Dimana perubahan tarif akan berubah ketika BBM naik sekitar 20 persen dari harga awal.
Terkait angkot yang telah menaikkan tarif saat ini, lanjut Shafruhan, pihaknya belum dapat memberikan tindakan. organda memaklumi kenaikan tarif tersebut.
"Karena kenaikan tarif itu, yang menanggung adalah sopir. Kalau pengusahanya tidak mau tahu. Nantinya kami juga akan ajukan usulan, agar Pemprov tidak perlu lagi ikut campur masalah kenaikan tarif. Karena saat ini tarif angkot sudah tidak disubsidi," ujarnya.
Untuk jangka panjang mengatasi tarif angkot seiring dengan fluktuatif harga BBM, Shafruhan juga akan mengusulkan agar tarif angkutan dikenakan sistem tarif atas-tarif bawah seperti Taksi dan bus AKAP.
"Kenaikan BBM ini kan fluktuatif. Jadi kami usulkan untuk menerapkan sistem tarif atas-tarif bawah. Jika harga BBM Rp7.400 sampai Rp7.700, maka akan diterapkan tarif bawah, yaitu Rp4.000. Sedangkan, jika harga BBM berkisar pada Rp7.750 sampai Rp8.500, maka akan ditetapkan tarif atas, yaitu Rp5.000," paparnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Benjamim Bukit setuju dengan kenaikan tarif angkutan umum yang di usulkan oleh pihak Organda. Sebab, usulan kenaikan harga BBM tersebut sesuai dengan SK terakhir penetapan tarif angkutan umum pada awal 2015 lalu sekitar Rp500.
"Wajar saja tarif naik lantaran sesuai dengan kenaikan harga BBM," ujarnya.
Tidak hanya itu, kata Benjamin, Dishub juga setuju untuk menerapkan tarif atas dan tarif bawah sebagai solusi mengatasi tarif angkutan umum seiring dengan fluktuasi harga BBM. Sebab, apabila menggunakan sistem rupiah per kilometer yang diinginkan gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), kata dia membutuhkan waktu yang cukup lama dan hanya berlaku pada bus sedang.
"Untuk sistem rupiah per kilometer itu kan hanya berlaku pada bus sedang. Sementara saat ini bus sedang akan mengalami perubahan design menjadi bus besar," ungkapnya.
(mhd)