Sastrawan Saut Situmorang Dilaporkan ke Polisi
A
A
A
JAKARTA - Sastrawan Jogja Saut Situmorang yang dilaporkan dengan dugaan pencemaran nama baik akan diperiksa di Mapolres Jakarta Timur. Selain Saut, polisi juga akan memeriksa penulis buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, sekaligus pelapor kasus ini, Fatin Hamama.
Tidak hanya Saut, Fatin Hamama juga melaporkan sastrawan lainnya yaitu utan Iwan Soekri Munaf ke polisi.
Dalam komentarnya di media sosial yang menjadi dasar pelaporan, Saut menyebut Fatin Hamama, penyair perempuan yang dituding terlapor sebagai 'makelar' Denny JA dalam penulisan buku yang menghebohkan jagat sastra nasional itu.
Heboh karena nama Denny JA, yang dikenal sebagai konsultan politik, masuk dalam jajaran 33 sastrawan besar Indonesia, seperti Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer dan WS Rendra.
Kuasa Hukum Saut, Iwan Pangka mengatakan, semestinya debat sastra seperti ini tidak pantas masuk kedalam ranah hukum. Dengan masuknya kasus ini ke ranah hukum berarti mencekik kebebasan kebebasan berpendapat dan berekspresi.
"Dengan cara begini, dunia sastra akan rusak, yang ditakutkan hal ini akan menjadi suatu kebiasaan yang tidak patut dicontoh, dimana dunia seni sudah terkontaminasi dengan sikap pemaksaan kehendak dari pelapor," katanya kepada wartawan, Jumat (27/3/2015).
Dia menegaskan, materi pemeriksaan hari ini adalah meminta keterangan dari saut sebagai saksi terlapor. "Klien kami sudah tiba dari Jogja, dan akan diperiksa sebagai terlapor," tegasnya.
Kasus ini bermula dari laporan Fatin yang mendapatkan komentar 'bajingan' pada postingan Iwan Soekri di dinding grup Facebook 'Anti Pembodohan Buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh'.
Di dinding itu, Iwan menyampaikan bahwa dia baru saja menjalani pemeriksaan di Polres Jakarta Timur atas laporan Fatin. Saat itu, Saut berkomentar 'jangan mau berdamai dengan bajingan'
Fatin melaporkan keduanya dengan tuduhan penistaan dan pencemaran nama baik dalam undang-undang ITE.
Sebelumnya, pada 16 April lalu, Fatin sudah melaporkan Iwan Soekri, juga atas tuduhan pencemaran nama baik di media sosial. Fatin keberatan disebut 'penipu' oleh Iwan di dinding grup Facebook 'Anti Pembodohan Buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh'.
Untuk diketahui, Sutan Iwan Soekri Munaf adalah nama pena dari Sutan Roedy Irawan Syafrullah. Pria kelahiran Medan 4 Desember 1957 ini adalah seorang penyair, pernah menjadi wartawan, novelis, cerpenis. Dia dikenal sebagai salah satu sastrawan penentang terbitnya buku '33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh'.
Sementara, Saut Situmorang adalah seorang penulis, puisi, cerita pendek dan esai asal Indonesia. Penentang terbitnya buku '33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh' itu pernah tinggal selama 11 tahun (1989-2000) di Selandia Baru, negara tempat dia menempuh studi di Victoria University of Wellington dan University of Auckland.
Puisinya pernah mendapat penghargaan oleh Universitas Victoria pada 1992 dan di Auckland University pada tahun 1997. Dia menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Karya-karyanya diterbitkan di Indonesia, Selandia Baru dan Australia. Koleksi puisinya dalam bahasa Indonesia antara lain Saut Kecil Bicara Pada Tuhan (2003) dan Catatan subversif (2004).
Tidak hanya Saut, Fatin Hamama juga melaporkan sastrawan lainnya yaitu utan Iwan Soekri Munaf ke polisi.
Dalam komentarnya di media sosial yang menjadi dasar pelaporan, Saut menyebut Fatin Hamama, penyair perempuan yang dituding terlapor sebagai 'makelar' Denny JA dalam penulisan buku yang menghebohkan jagat sastra nasional itu.
Heboh karena nama Denny JA, yang dikenal sebagai konsultan politik, masuk dalam jajaran 33 sastrawan besar Indonesia, seperti Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer dan WS Rendra.
Kuasa Hukum Saut, Iwan Pangka mengatakan, semestinya debat sastra seperti ini tidak pantas masuk kedalam ranah hukum. Dengan masuknya kasus ini ke ranah hukum berarti mencekik kebebasan kebebasan berpendapat dan berekspresi.
"Dengan cara begini, dunia sastra akan rusak, yang ditakutkan hal ini akan menjadi suatu kebiasaan yang tidak patut dicontoh, dimana dunia seni sudah terkontaminasi dengan sikap pemaksaan kehendak dari pelapor," katanya kepada wartawan, Jumat (27/3/2015).
Dia menegaskan, materi pemeriksaan hari ini adalah meminta keterangan dari saut sebagai saksi terlapor. "Klien kami sudah tiba dari Jogja, dan akan diperiksa sebagai terlapor," tegasnya.
Kasus ini bermula dari laporan Fatin yang mendapatkan komentar 'bajingan' pada postingan Iwan Soekri di dinding grup Facebook 'Anti Pembodohan Buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh'.
Di dinding itu, Iwan menyampaikan bahwa dia baru saja menjalani pemeriksaan di Polres Jakarta Timur atas laporan Fatin. Saat itu, Saut berkomentar 'jangan mau berdamai dengan bajingan'
Fatin melaporkan keduanya dengan tuduhan penistaan dan pencemaran nama baik dalam undang-undang ITE.
Sebelumnya, pada 16 April lalu, Fatin sudah melaporkan Iwan Soekri, juga atas tuduhan pencemaran nama baik di media sosial. Fatin keberatan disebut 'penipu' oleh Iwan di dinding grup Facebook 'Anti Pembodohan Buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh'.
Untuk diketahui, Sutan Iwan Soekri Munaf adalah nama pena dari Sutan Roedy Irawan Syafrullah. Pria kelahiran Medan 4 Desember 1957 ini adalah seorang penyair, pernah menjadi wartawan, novelis, cerpenis. Dia dikenal sebagai salah satu sastrawan penentang terbitnya buku '33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh'.
Sementara, Saut Situmorang adalah seorang penulis, puisi, cerita pendek dan esai asal Indonesia. Penentang terbitnya buku '33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh' itu pernah tinggal selama 11 tahun (1989-2000) di Selandia Baru, negara tempat dia menempuh studi di Victoria University of Wellington dan University of Auckland.
Puisinya pernah mendapat penghargaan oleh Universitas Victoria pada 1992 dan di Auckland University pada tahun 1997. Dia menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Karya-karyanya diterbitkan di Indonesia, Selandia Baru dan Australia. Koleksi puisinya dalam bahasa Indonesia antara lain Saut Kecil Bicara Pada Tuhan (2003) dan Catatan subversif (2004).
(ysw)