KPAI Prihatin Dua Bocah SMP Depok Jadi Pelaku Begal
A
A
A
DEPOK - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan keprihatinan terhadap dua pelajar SMP yang jadi begal. Ini membuktikan kalau masalah begal tak melulu kriminalitas tapi juga kepada moralitas.
"KPAI prihatin anak usia SMP mencoba jadi begal. Masalah begal bukan hanya persoalan kriminalitas, tetapi persoalan utama adalah karakter dan moralitas," tegas Komisioner KPAI Susanto kepada wartawan, Jumat (13/3/2015).
Susanto menambahkan sinergi antara tokoh agama, pendidik, orangtua dan masyarakat merupakan solusi pencegahan untuk penguatan karakter anak. Sehingga bibit-bibit kekerasan atau perilaku begal bisa dicegah sejak dini.
Terkait soal penyebabnya, Susanto menegaskan hal itu harus dilihat berdasarkan latar belakang kedua pelaku. Banyak kemungkinan yang dapat menjadi pemicu salah satunya lingkungan pergaulan. (Baca: Tukang Ojek Dibegal Dua Pelajar SMP di Depok)
"Tentu KPAI tak akan terburu-buru menyimpulkan sebelum mempelajari konteks kasus dan profile anak. Tetapi, banyak kemungkinan yang bisa menjadi pemicu," terangnya.
Kondisi tersebut bisa dipicu dari pengaruh teman atau lingkungan, atau bisa jadi dimanfaatkan orang, atau karena berfikir sesaat atau jangka pendek.
"Bisa jadi permisif orangtua, atau terinspirasi oleh tren pembegalan. Jadi banyak kemungkinan," tegasnya.
"KPAI prihatin anak usia SMP mencoba jadi begal. Masalah begal bukan hanya persoalan kriminalitas, tetapi persoalan utama adalah karakter dan moralitas," tegas Komisioner KPAI Susanto kepada wartawan, Jumat (13/3/2015).
Susanto menambahkan sinergi antara tokoh agama, pendidik, orangtua dan masyarakat merupakan solusi pencegahan untuk penguatan karakter anak. Sehingga bibit-bibit kekerasan atau perilaku begal bisa dicegah sejak dini.
Terkait soal penyebabnya, Susanto menegaskan hal itu harus dilihat berdasarkan latar belakang kedua pelaku. Banyak kemungkinan yang dapat menjadi pemicu salah satunya lingkungan pergaulan. (Baca: Tukang Ojek Dibegal Dua Pelajar SMP di Depok)
"Tentu KPAI tak akan terburu-buru menyimpulkan sebelum mempelajari konteks kasus dan profile anak. Tetapi, banyak kemungkinan yang bisa menjadi pemicu," terangnya.
Kondisi tersebut bisa dipicu dari pengaruh teman atau lingkungan, atau bisa jadi dimanfaatkan orang, atau karena berfikir sesaat atau jangka pendek.
"Bisa jadi permisif orangtua, atau terinspirasi oleh tren pembegalan. Jadi banyak kemungkinan," tegasnya.
(ysw)