ICW Beberkan Korupsi Pengadaan UPS di Disdik DKI

Senin, 09 Maret 2015 - 20:04 WIB
ICW Beberkan Korupsi Pengadaan UPS di Disdik DKI
ICW Beberkan Korupsi Pengadaan UPS di Disdik DKI
A A A
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch menilai, APBD yang ada di dalam pengelolaan anggaran Dinas Pendidikan terdapat potensi korupsi yang tinggi.

Peneliti Indonesia Corruption Watch Firdaus Iliyas menyampaikan, saat ini, pihaknya baru saja melakukan penelitian terhadap pengadaan UPS dan sarana prasarana di bidang pendidikan.

"Praktek korupsi anggaran di Dinas Pendidikan, Lima Sudin Pendidikan Dasar dan Menengah itu tampak begitu nyata. Ada banyak pengadaan UPS yang korupsi potensinya tinggi. Rp1 triliun lebih loh itu potensi korupsi soal UPS," ujarnya di Gedung ICW, Jalan Kalibata Timur IV, Jakarta Selatan, Senin (9/3/2015).

Menurutnya, di tahun 2014 saja, terdapat 1.482 paket program pengadaan UPS dengan anggaran sebesar lima triliun, sedang yang terealisasikan hanya sampai di kisaran Rp2,3 triliun saja.

"Antara anggaran dengan realisasinya itu jauh sekali. Yang terealisasikan hanya 45 persennya saja. Siapa yang memasukan ini? Dan kemana pula dana yang sebagiannya itu?" tanyanya.

Setelah dilakukan penelusuran, terang Firdaus, terdapat sejumlah program peningkatan sarana dan prasarana yang dinilai bermasalah, seperti pengadaan UPS, pengadaan alat Scanner dan Printer 3D, dan pengadaan alat Digital Education Classroom.

"Total mata anggaran kegiatan yang bermasalah ada 48 mata anggaran. Pengadaan dua printer 3D saja kok sampai Rp2,7 miliar. Lalu Laptop juga, kok sampai 37 unit dan harganya Rp234 jutaan," imbuhnya.

Firdaus pun memaparkan, sejatinya, mahalnya biaya pengadaan tersebut terjadi lantaran pengadaan itu dilakukan berdasarkan pada perusahaan pemenang tender. Padahal, seharunya APBD di kelola anggarannya berdasarkan instruksi yang diberikan oleh Gubernur DKI Jakarta.

"Ini terjadi karena pengadaannya mengikuti harga pihak ketiga (perusahaan pemenang tender), bukan harga pasar dan harga penetapan Gubernur. Pikir saja, masa laptop saja 37 unit sampai Rp234 juta. Berarti pemerintah kebanjiran laptop dong. Kalau ikut aturan gubernur ngapain sih pake mahal-mahal, yang penting bisa buat kerja," tuturnya.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6309 seconds (0.1#10.140)