2.737 Aduan, Tawuran Paling Disoroti Sepanjang 2014
A
A
A
JAKARTA - Sepanjang 2014, Komisi Nasional perlindungan Anak (Komnas PA) menerima 2.737 kasus pelanggaran hak anak atau 210 pengaduan setiap bulannya.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menuturkan, bentuk pelanggaran terhadap anak ini tidak hanya pada tingkat kuantitas jumlahnya, tapi terlihat semakin kompleks dan beragamnya modus pelanggarannya.
Kasus yang paling menjadi sorotan di tahun ini yakni kasus kekerasan antar pelajar atau tawuran antar pelajar.
"Tanpa adanya penangan yang serius dari semua pihak, dikhawatirkan fenomena ini akan terus memakan korban. Lama-lama generasi penerus bangsa akan berguguran," kata Arist kepada wartawan di Komnas PA, Jalan TB Simatupang No 33, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Selasa (30/12/2014).
Arist mengatakan, media sosial memiliki pengaruh besar dalam meningkatnya kasus tawuran antar pelajar.
"Awalnya mereka kan saling ejek, perang kata-kata di facebook, twitter dan lain-lain, akhirnya mereka tawuran," bebernya.
Selain media sosial, masih ada faktor penyebab tawuran yang dilakukan antar pelajar. Melihat kondisi tersebut, kata dia, tawuran bukan lagi sekadar kenakalan anak melainkan telah masuk dalam ranah kriminal.
"Sudah saatnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memikirkan solusi permanen. Efek jera juga perlu ditumbuhkan. Pelaku tawuran harus diproses sebagaimana pelaku kejahatan lain," tuturnya.
Sekadar diketahui, Agustus 2014 lalu, Oka, siswa kelas X SMK Adi Luhur, Condet, Jakarta Timur, tewas usai diserang oleh SMA Budi Murni. Oka mengalami luka bacokan di punggung dan akhirnya harus meregang nyawa.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menuturkan, bentuk pelanggaran terhadap anak ini tidak hanya pada tingkat kuantitas jumlahnya, tapi terlihat semakin kompleks dan beragamnya modus pelanggarannya.
Kasus yang paling menjadi sorotan di tahun ini yakni kasus kekerasan antar pelajar atau tawuran antar pelajar.
"Tanpa adanya penangan yang serius dari semua pihak, dikhawatirkan fenomena ini akan terus memakan korban. Lama-lama generasi penerus bangsa akan berguguran," kata Arist kepada wartawan di Komnas PA, Jalan TB Simatupang No 33, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Selasa (30/12/2014).
Arist mengatakan, media sosial memiliki pengaruh besar dalam meningkatnya kasus tawuran antar pelajar.
"Awalnya mereka kan saling ejek, perang kata-kata di facebook, twitter dan lain-lain, akhirnya mereka tawuran," bebernya.
Selain media sosial, masih ada faktor penyebab tawuran yang dilakukan antar pelajar. Melihat kondisi tersebut, kata dia, tawuran bukan lagi sekadar kenakalan anak melainkan telah masuk dalam ranah kriminal.
"Sudah saatnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memikirkan solusi permanen. Efek jera juga perlu ditumbuhkan. Pelaku tawuran harus diproses sebagaimana pelaku kejahatan lain," tuturnya.
Sekadar diketahui, Agustus 2014 lalu, Oka, siswa kelas X SMK Adi Luhur, Condet, Jakarta Timur, tewas usai diserang oleh SMA Budi Murni. Oka mengalami luka bacokan di punggung dan akhirnya harus meregang nyawa.
(mhd)