Intrik Intelijen Tentara Mataram Dibalik Kematian Gubernur VOC
A
A
A
KEMATIAN Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jan Pieterszoon Coen hingga kini masih menyimpan misteri. Ada dua versi penyebab kematian J.P. Coen, dibunuh tentara Mataram dan sakit karena wabah kolera.
Bagi sebagian orang Indonesia, meyakini kematian J.P. Coen ini tewas berkat kesuksesan intelijen tentara Mataram yang masuk hingga ke dalam rumah J.P. Coen.
Namun di arsip Belanda mencatat, kematian J.P. Coen yang dianggap pahlawan ini disebabkan wabah kolera atau muntaber.
Kisah tewasnya J.P. Coen di tangan intelijen tentara Mataram ditahun 1629 berkat intrik yang dibuat oleh Raden Bagus Wonoboyo.
Sebelum menetap di daerah Tapos Depok, Raden Bagus Wonoboyo bersama ibundanya Roro Retno Pembayun ikut memerangi Belanda di Jepara Jawa Tengah.
Sekitar tahun 1620, Raden Bagus membawa ibundanya ke hutan Kali Sunter di daerah Tapos, Depok yang menjadi basis perlawanan tentara Mataram di Batavia.
Sayangnya, sekitar tahun 1625, ibundaya wafat dalam usia 76 tahun. Jenazah Roro Retno Pembayun dimakamkan di Kampung Kebayun, Depok.
Semangat Raden Bagus untuk memerangi Batavia tidak padam, dua tahun kemudian Raden Bagus bekerjasama dengan Tumenggung Kertiwongso dari Tegal untuk membangun pasukan elit.
Disini, keduanya merekrut sejumlah tentara pilihan untuk mendapatkan pelatihan rahasia. Salah satu anak Raden Bagus Wonoboyo, yakni Raden Ayu Utari masuk dalam pelatihan rahasia tentara Sandi Mataram. Tentara pilihan tersebut diberi nama sandi seperti Nyencle, Jati, Sidomukti, Poncol, dan Banjaran Pucung
Karena Raden Ayu Utari Sandijayaningsih memiliki suara merdu, disini Ayu Utari memainkan peran sebagai penyanyi di klub perwira VOC. Selama itu, Ayu Utari juga akrab dengan istri J.P. Coen bernama Eva Ment.
Dalam operasi intelijen rahasia ini, sebelumnya Sultan Agung sudah mengirim orang kepercayaannya yang bernama sandi Wong Agung Aceh atau Wali Mahmudin untuk membantu Ayu Utari.
Wong Agung Aceh disusupkan Sultan Agung ke VOC melalui kapal dagang Aceh yang disewa VOC untuk mengangkut meriam dari Madagaskar.
Awalnya, Ayu Utari berhasil membunuh Eva Ment menggunakan racun yang dicampur di minumannya. Mengetahui kematian istri tercintanya, J.P. Coen sangat terpukul sehingga benar-benar lengah.
Pada tanggal 21 September 1629 atau empat hari setelah kematian istrinya, J.P. Coen juga tewas berkat kecerdikan Ayu Utari. J.P. Coen dicekoki dengan minuman hingga mabuk dan memudahkan Wong Agung Aceh membunuh J.P. Coen dan memenggalnya.
Kepala J.P. Coen kemudian diserahkan kepada Raden Bagus Wonoboyo yang secara estafet di bawa ke Mataram oleh divisi Tumenggung Surotani untuk diserahkan ke Sultan Agung. Kabarnya kepala J.P. Coen ditanam dibawah tangga komplek pemakaman Raja Mataram di Imogiri.
Kendati cerita ini penuh dengan muatan sejarah, namun sebagian besar sejarawan lebih percaya kalau kematian J.P. Coen disebabkan wabah kolera.
Dalam catatan sejarah, Kerajaan Mataram dua kali melakukan serangan besar ke Batavia, yakni pada tahun 1628 dan 1629. Dalam serangan skala besar ini, Mataram mengalami kekalahan.
Pada 26 Agustus 1628, Mataram melakukan serangan pertama yang dipimpin Bahureksa. Armada laut kerajaan Mataram ini mengirim 3.000 kapal perang yang memuat sekitar 10 ribu pasukan bersenjata lengkap.
Pasukan pimpinan Bahureksa ini sempat membobol pertahanan Batavia pada 12 September 1628 karena sebelumnya benteng tersebut telah digempur Pasukan Galuh dan Ukur.
Namun VOC melakukan perlawanan sengit sehingga Bahureksa gugur dalam pertempuran di benteng VOC. Melihat pemimpin mereka gugur, mental pasukan Mataram lemah sehingga berhasil dipukul mundur VOC.
Setahun kemudian, Sultan Agung kembali mengirim pasukan yang dipimpin Jenderal Sura Agulagul, Pangeran Mandurareja, dan Adipati Tepasenta. Lagi-lagi pasukan Mataram berhasil dipukul mundur VOC,
Namun para prajurit Mataram tidak kehilangan akal. Mereka mengetahui kalau kehidupan Batavia tergantung dari aliran sungai Ciliwung.
Basis pertahanan kerajaan Mataram yang berada di hulu Sungai Ciliwung menguntungkan mereka dalam mengirimkan wabah penyakit ke Batavia. Disini, prajurit Mataram mencemari Sungai Ciliwung dengan bangkai binatang.
Dampaknya sungguh luar biasa, dalam beberapa waktu Batavia diserang wabah kolera karena meminum air dari Sungai Ciliwung yang terkontaminasi bangkai.
Sejumlah warga tewas dengan penyakit ini, termasuk istri J.P Coen, Eva Ment. Tak lama kemudian atau berselang empat hari, J.P. Coen juga meninggal dunia karena wabah tersebut. Jenazah J.P Coen oleh Belanda dibuatkan makam yang terbaik dan kini difungsikan sebagai Museum Wayang.
Lain dengan Ayu Utami dan dan Wong Agung Aceh yang dalam cerita sebelumnya berhasil membunuh J.P Coen. Keduanya dimakamkan berdampingan di kawasan Tapos, Depok. Kedua makam mereka terdapat pohon beringin besar yang merunduk ke makam kedua pahlawan Mataram ini.
(Sumber: Diolah dari berbagai sumber)
Bagi sebagian orang Indonesia, meyakini kematian J.P. Coen ini tewas berkat kesuksesan intelijen tentara Mataram yang masuk hingga ke dalam rumah J.P. Coen.
Namun di arsip Belanda mencatat, kematian J.P. Coen yang dianggap pahlawan ini disebabkan wabah kolera atau muntaber.
Kisah tewasnya J.P. Coen di tangan intelijen tentara Mataram ditahun 1629 berkat intrik yang dibuat oleh Raden Bagus Wonoboyo.
Sebelum menetap di daerah Tapos Depok, Raden Bagus Wonoboyo bersama ibundanya Roro Retno Pembayun ikut memerangi Belanda di Jepara Jawa Tengah.
Sekitar tahun 1620, Raden Bagus membawa ibundanya ke hutan Kali Sunter di daerah Tapos, Depok yang menjadi basis perlawanan tentara Mataram di Batavia.
Sayangnya, sekitar tahun 1625, ibundaya wafat dalam usia 76 tahun. Jenazah Roro Retno Pembayun dimakamkan di Kampung Kebayun, Depok.
Semangat Raden Bagus untuk memerangi Batavia tidak padam, dua tahun kemudian Raden Bagus bekerjasama dengan Tumenggung Kertiwongso dari Tegal untuk membangun pasukan elit.
Disini, keduanya merekrut sejumlah tentara pilihan untuk mendapatkan pelatihan rahasia. Salah satu anak Raden Bagus Wonoboyo, yakni Raden Ayu Utari masuk dalam pelatihan rahasia tentara Sandi Mataram. Tentara pilihan tersebut diberi nama sandi seperti Nyencle, Jati, Sidomukti, Poncol, dan Banjaran Pucung
Karena Raden Ayu Utari Sandijayaningsih memiliki suara merdu, disini Ayu Utari memainkan peran sebagai penyanyi di klub perwira VOC. Selama itu, Ayu Utari juga akrab dengan istri J.P. Coen bernama Eva Ment.
Dalam operasi intelijen rahasia ini, sebelumnya Sultan Agung sudah mengirim orang kepercayaannya yang bernama sandi Wong Agung Aceh atau Wali Mahmudin untuk membantu Ayu Utari.
Wong Agung Aceh disusupkan Sultan Agung ke VOC melalui kapal dagang Aceh yang disewa VOC untuk mengangkut meriam dari Madagaskar.
Awalnya, Ayu Utari berhasil membunuh Eva Ment menggunakan racun yang dicampur di minumannya. Mengetahui kematian istri tercintanya, J.P. Coen sangat terpukul sehingga benar-benar lengah.
Pada tanggal 21 September 1629 atau empat hari setelah kematian istrinya, J.P. Coen juga tewas berkat kecerdikan Ayu Utari. J.P. Coen dicekoki dengan minuman hingga mabuk dan memudahkan Wong Agung Aceh membunuh J.P. Coen dan memenggalnya.
Kepala J.P. Coen kemudian diserahkan kepada Raden Bagus Wonoboyo yang secara estafet di bawa ke Mataram oleh divisi Tumenggung Surotani untuk diserahkan ke Sultan Agung. Kabarnya kepala J.P. Coen ditanam dibawah tangga komplek pemakaman Raja Mataram di Imogiri.
Kendati cerita ini penuh dengan muatan sejarah, namun sebagian besar sejarawan lebih percaya kalau kematian J.P. Coen disebabkan wabah kolera.
Dalam catatan sejarah, Kerajaan Mataram dua kali melakukan serangan besar ke Batavia, yakni pada tahun 1628 dan 1629. Dalam serangan skala besar ini, Mataram mengalami kekalahan.
Pada 26 Agustus 1628, Mataram melakukan serangan pertama yang dipimpin Bahureksa. Armada laut kerajaan Mataram ini mengirim 3.000 kapal perang yang memuat sekitar 10 ribu pasukan bersenjata lengkap.
Pasukan pimpinan Bahureksa ini sempat membobol pertahanan Batavia pada 12 September 1628 karena sebelumnya benteng tersebut telah digempur Pasukan Galuh dan Ukur.
Namun VOC melakukan perlawanan sengit sehingga Bahureksa gugur dalam pertempuran di benteng VOC. Melihat pemimpin mereka gugur, mental pasukan Mataram lemah sehingga berhasil dipukul mundur VOC.
Setahun kemudian, Sultan Agung kembali mengirim pasukan yang dipimpin Jenderal Sura Agulagul, Pangeran Mandurareja, dan Adipati Tepasenta. Lagi-lagi pasukan Mataram berhasil dipukul mundur VOC,
Namun para prajurit Mataram tidak kehilangan akal. Mereka mengetahui kalau kehidupan Batavia tergantung dari aliran sungai Ciliwung.
Basis pertahanan kerajaan Mataram yang berada di hulu Sungai Ciliwung menguntungkan mereka dalam mengirimkan wabah penyakit ke Batavia. Disini, prajurit Mataram mencemari Sungai Ciliwung dengan bangkai binatang.
Dampaknya sungguh luar biasa, dalam beberapa waktu Batavia diserang wabah kolera karena meminum air dari Sungai Ciliwung yang terkontaminasi bangkai.
Sejumlah warga tewas dengan penyakit ini, termasuk istri J.P Coen, Eva Ment. Tak lama kemudian atau berselang empat hari, J.P. Coen juga meninggal dunia karena wabah tersebut. Jenazah J.P Coen oleh Belanda dibuatkan makam yang terbaik dan kini difungsikan sebagai Museum Wayang.
Lain dengan Ayu Utami dan dan Wong Agung Aceh yang dalam cerita sebelumnya berhasil membunuh J.P Coen. Keduanya dimakamkan berdampingan di kawasan Tapos, Depok. Kedua makam mereka terdapat pohon beringin besar yang merunduk ke makam kedua pahlawan Mataram ini.
(Sumber: Diolah dari berbagai sumber)
(ysw)