Fasilitas Bawah Tanah di Ibu Kota Tidak Terawat
A
A
A
JAKARTA - Tempat penyeberangan orang (TPO) bawah tanah Taman Sari, Jakarta Barat kondisinya tidak terawat.
Pantauan Sindonews, tempat penyebrangan yang menghubungkan antara Museum Bank Mandiri menuju Stasiun Beos Jakarta Kota kondisinya sangat memprihatinkan.
Dari mulai sampah yang berserakan, keberadaan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), hingga puluhan PKL ada di tempat penyeberangan orang bawah tanah yang dibangun sejak 2008 itu.
Yopie (23) pedagang roti di TPO bawah tanah mengatakan, sejak berdagang enam bulan lalu, area TPO memang sangat tidak terawat. Padahal, setiap hari untuk berjualan para PKL dipungut biaya retribusi.
"Kalau dagang dari pukul 06.30 -18.00 WIB dikenakan biaya Rp150.000. Dari pukul 14.00-18.00 WIB itu Rp50.000. Kita di sini sama saja berjualan untuk Dishub," kata Yopie saat ditemui di TPO bawah tanah, Minggu 26 Oktober kemarin.
Yopie mengaku, biaya tersebut sangat memberatkan. Apalagi penghasilan bersih per hari yang didapatnya hanya Rp100.000 dibagi dua orang pekerja.
Pengguna TPO bawah tanah, Sulastri (43) mengaku terganggu dengan banyaknya PKL dan PMKS.
Sebab, dalam menjajakan dagangannya, mereka sering memaksa untuk membeli.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Muhammad Akbar berjanji akan segera memperbaiki dan meningkatkan pengawasan TPO tersebut.
"Kami sedang menyusun kerjasama dengan pihak ketiga untuk mengelola TPO tersebut. Saat ini kami sudah mendapatkan investor dan kami sedang mencari aturan mainnya," kata Akbar saat dihubungi Minggu 26 Oktober kemarin.
Akbar mengakui jika saat ini TPO itu banyak dipenuhi para PKL. Namun menurutnya hal itu terjadi ketika pada hari libur saja, dimana peningkatan pengunjung yang memancing keberadaan PKL tersebut.
Meski sempat kaget ketika ditanya soal retribusi PKL ke petugas Dishub, Akbar menjelaskan retribusi tersebut digunakan untuk membayar petugas cleaning service.
"Jumlah PKL masih dalam batasan lah, tidak sampai mengganggu pengguna JPO. Rencananya para PKL tersebut akan dibuatkan stan-stan untuk berdagang," jelasnya.
Pantauan Sindonews, tempat penyebrangan yang menghubungkan antara Museum Bank Mandiri menuju Stasiun Beos Jakarta Kota kondisinya sangat memprihatinkan.
Dari mulai sampah yang berserakan, keberadaan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), hingga puluhan PKL ada di tempat penyeberangan orang bawah tanah yang dibangun sejak 2008 itu.
Yopie (23) pedagang roti di TPO bawah tanah mengatakan, sejak berdagang enam bulan lalu, area TPO memang sangat tidak terawat. Padahal, setiap hari untuk berjualan para PKL dipungut biaya retribusi.
"Kalau dagang dari pukul 06.30 -18.00 WIB dikenakan biaya Rp150.000. Dari pukul 14.00-18.00 WIB itu Rp50.000. Kita di sini sama saja berjualan untuk Dishub," kata Yopie saat ditemui di TPO bawah tanah, Minggu 26 Oktober kemarin.
Yopie mengaku, biaya tersebut sangat memberatkan. Apalagi penghasilan bersih per hari yang didapatnya hanya Rp100.000 dibagi dua orang pekerja.
Pengguna TPO bawah tanah, Sulastri (43) mengaku terganggu dengan banyaknya PKL dan PMKS.
Sebab, dalam menjajakan dagangannya, mereka sering memaksa untuk membeli.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Muhammad Akbar berjanji akan segera memperbaiki dan meningkatkan pengawasan TPO tersebut.
"Kami sedang menyusun kerjasama dengan pihak ketiga untuk mengelola TPO tersebut. Saat ini kami sudah mendapatkan investor dan kami sedang mencari aturan mainnya," kata Akbar saat dihubungi Minggu 26 Oktober kemarin.
Akbar mengakui jika saat ini TPO itu banyak dipenuhi para PKL. Namun menurutnya hal itu terjadi ketika pada hari libur saja, dimana peningkatan pengunjung yang memancing keberadaan PKL tersebut.
Meski sempat kaget ketika ditanya soal retribusi PKL ke petugas Dishub, Akbar menjelaskan retribusi tersebut digunakan untuk membayar petugas cleaning service.
"Jumlah PKL masih dalam batasan lah, tidak sampai mengganggu pengguna JPO. Rencananya para PKL tersebut akan dibuatkan stan-stan untuk berdagang," jelasnya.
(whb)