Ini Kata Psikolog Soal Film untuk Anak
A
A
A
JAKARTA - Masih adanya film yang tak cocok untuk anak-anak membuat psikolog klinis UI Winarini Wilman angkat bicara.
Winarini menyatakan tayangan film yang cocok untuk anak harus bersikap jujur, bertanggung jawab, dan peduli pada sesamanya.
"Agar tumbuh kembang anak menjadi baik dan dapat mewujudkan masa depan anak yang bersih. Disarankan agar anak menonton tayangan yang bermuatan nilai-nilai positif, seperti penayangan yang menunjukan perilaku jujur," ungkap Winarini saat dihubungi Sindonews, Sabtu (27/92014).
Winarini mengatakan, film-film yang ditayangkan media di Indonesia, sejatinya haruslah bermuatan nilai-nilai yang positif. Bukan nilai-nilai yang negatif.
"Tayangan untuk anak usia di bawah 17 tahun harusnya
mengandung nilai-nilai yang positif, bukan sebaliknya," ujar Wina.
Winarini menuturkan, nilai-nilai positif itu bisa ditampilkan dari
sisi empatinya sehingga anak yang melihat tayangan yang disiarkan oleh
media meresponnya dengan baik.
Artinya, ada perasaan saling memiliki satu sama lainnya yang bisa di tiru oleh anak.
Wina menambahkan, untuk merespon tayangan itu tentunya harus diikuti dengan contoh perilaku nyata orang-orang dewasa dan anak-anak seumurannya pada program-program yang disiarkan.
"Itu harus diberikan pada anak, baik melalui media maupun secara nyata dalam kehidupan orang-orang sekelilingnya. Jadi, bukan cuma nasehat atau kuliah saja" pungkasnya.
Winarini menyatakan tayangan film yang cocok untuk anak harus bersikap jujur, bertanggung jawab, dan peduli pada sesamanya.
"Agar tumbuh kembang anak menjadi baik dan dapat mewujudkan masa depan anak yang bersih. Disarankan agar anak menonton tayangan yang bermuatan nilai-nilai positif, seperti penayangan yang menunjukan perilaku jujur," ungkap Winarini saat dihubungi Sindonews, Sabtu (27/92014).
Winarini mengatakan, film-film yang ditayangkan media di Indonesia, sejatinya haruslah bermuatan nilai-nilai yang positif. Bukan nilai-nilai yang negatif.
"Tayangan untuk anak usia di bawah 17 tahun harusnya
mengandung nilai-nilai yang positif, bukan sebaliknya," ujar Wina.
Winarini menuturkan, nilai-nilai positif itu bisa ditampilkan dari
sisi empatinya sehingga anak yang melihat tayangan yang disiarkan oleh
media meresponnya dengan baik.
Artinya, ada perasaan saling memiliki satu sama lainnya yang bisa di tiru oleh anak.
Wina menambahkan, untuk merespon tayangan itu tentunya harus diikuti dengan contoh perilaku nyata orang-orang dewasa dan anak-anak seumurannya pada program-program yang disiarkan.
"Itu harus diberikan pada anak, baik melalui media maupun secara nyata dalam kehidupan orang-orang sekelilingnya. Jadi, bukan cuma nasehat atau kuliah saja" pungkasnya.
(whb)