Pasca Lebaran, Pendatang Baru Ibu Kota Naik 25%
A
A
A
JAKARTA - Pasca Lebaran, Ibu Kota Jakarta dimasuki sekitar 68.537 pendatang baru. Dibandingkan tahun lalu, tahun ini meningkat sekitar 25 persen.
"Tahun lalu setelah lebaran itu ada 54 ribu orang yang masuk. Sekarang meningkat 25 persen," kata Kepala bidang pembinaan masyarakat, Dinas Dukcapil DKI Sapto Wibowo di Jakarta, Kamis (14/8/2014).
Dia menuturkan, data tersebut merupakan hasil survei petugas Dukcapil DKI yang menggandeng lembaga survei demografi, fakultas ekonomi, Universitas Indonesia (UI). Pihaknya mendata pendatang yang masuk dari berbagai pintu, baik pelabuhan laut, stasiun kereta api, terminal bus hingga bandara. "Kami sudah melaporkan ini ke Gubernur (DKI Jakarta)," ujarnya.
Laporan itu, menurutnya, sudah ditindak lanjuti dengan keluarnya instruksi gubernur tanggal 8 Agustus lalu. Gubernur mewajibkan Dukcapil untuk mendata seluruh pendatang baru. Karenanya, petugas Dukcapil, baik di tingkat dinas maupun suku dinas mulai melakukan pendataan pendatang baru.
"Kami melibatkan RT setempat untuk mendata secara khusus. mereka (pendatang baru) harus ada status kependudukan yang jelas," ujarnya.
Dia mengatakan, secara umum, ada tiga karakteristik prilaku kaum urban itu. Pertama, ingin menetap di DKI, kedua, hanya sebagai pendatang sementara dan ketiga pendatang yang mobile, atau masuk dan keluar sesuka hati.
Pendatang terbanyak adalah Kelompok pertama dan kedua sementara, kelompok ketiga jumlahnya sangat kecil. Sebab, mereka biasanya datang dari daerah yang terdekat dengan Jakarta. "Umumnya, 50 persen pendatang baru itu ingin mencari kerja di DKI," katanya.
Masalahnya, kata dia, pendatang baru tersebut tidak dibekali keahlian. Akibatnya, keberadaan mereka justru menjadi beban bagi pemerintah DKI.
"Mereka yang tidak punya keahlian yang nanti tinggalnya di taman, di bawah kolong jembatan, akibatnya, muncul masalah baru," ujarnya.
Kaum urban itu, kini kebanyakan tinggal di daerah dan kawasan kumuh, sehingga aktivitas mereka tak terpantau secara baik.
Sementara itu, Kadisdukcapil DKI Purba Hutapea mengimbau, pendatang baru agar melaporkan keberadaanya di RT setempat. Menurut dia, pendataan itu harus dilakukan, sebab bila tidak, kecenderungan munculnya berbagai tindakan kejahatan di masyarakat terbuka lebar.
"Itu tentu sangat membahayakan, kalau tidak diingatkan (ke warga pendatang), bisa berdampak negatif," ujarnya.
Kapolres Jakarta Pusat, Kombes Pol Hendro Pandowo mengatakan, banyaknya pendatang baru di Jakarta tentu membawa dampak, untuk itu pihaknya melakukan antisipasi dengan menguatkan fungsi satuan pembinaan masyarakat (bimas). Berbagai penyuluhan dan pendekatan terus dilakukan anggotanya. Dengan demikian ketika ada suatu kejadian bisa diantisipasi.
"Salah satunya adalah dengan melekatkan anggota dengan tokoh masyarakat setempat," tuturnya.
"Tahun lalu setelah lebaran itu ada 54 ribu orang yang masuk. Sekarang meningkat 25 persen," kata Kepala bidang pembinaan masyarakat, Dinas Dukcapil DKI Sapto Wibowo di Jakarta, Kamis (14/8/2014).
Dia menuturkan, data tersebut merupakan hasil survei petugas Dukcapil DKI yang menggandeng lembaga survei demografi, fakultas ekonomi, Universitas Indonesia (UI). Pihaknya mendata pendatang yang masuk dari berbagai pintu, baik pelabuhan laut, stasiun kereta api, terminal bus hingga bandara. "Kami sudah melaporkan ini ke Gubernur (DKI Jakarta)," ujarnya.
Laporan itu, menurutnya, sudah ditindak lanjuti dengan keluarnya instruksi gubernur tanggal 8 Agustus lalu. Gubernur mewajibkan Dukcapil untuk mendata seluruh pendatang baru. Karenanya, petugas Dukcapil, baik di tingkat dinas maupun suku dinas mulai melakukan pendataan pendatang baru.
"Kami melibatkan RT setempat untuk mendata secara khusus. mereka (pendatang baru) harus ada status kependudukan yang jelas," ujarnya.
Dia mengatakan, secara umum, ada tiga karakteristik prilaku kaum urban itu. Pertama, ingin menetap di DKI, kedua, hanya sebagai pendatang sementara dan ketiga pendatang yang mobile, atau masuk dan keluar sesuka hati.
Pendatang terbanyak adalah Kelompok pertama dan kedua sementara, kelompok ketiga jumlahnya sangat kecil. Sebab, mereka biasanya datang dari daerah yang terdekat dengan Jakarta. "Umumnya, 50 persen pendatang baru itu ingin mencari kerja di DKI," katanya.
Masalahnya, kata dia, pendatang baru tersebut tidak dibekali keahlian. Akibatnya, keberadaan mereka justru menjadi beban bagi pemerintah DKI.
"Mereka yang tidak punya keahlian yang nanti tinggalnya di taman, di bawah kolong jembatan, akibatnya, muncul masalah baru," ujarnya.
Kaum urban itu, kini kebanyakan tinggal di daerah dan kawasan kumuh, sehingga aktivitas mereka tak terpantau secara baik.
Sementara itu, Kadisdukcapil DKI Purba Hutapea mengimbau, pendatang baru agar melaporkan keberadaanya di RT setempat. Menurut dia, pendataan itu harus dilakukan, sebab bila tidak, kecenderungan munculnya berbagai tindakan kejahatan di masyarakat terbuka lebar.
"Itu tentu sangat membahayakan, kalau tidak diingatkan (ke warga pendatang), bisa berdampak negatif," ujarnya.
Kapolres Jakarta Pusat, Kombes Pol Hendro Pandowo mengatakan, banyaknya pendatang baru di Jakarta tentu membawa dampak, untuk itu pihaknya melakukan antisipasi dengan menguatkan fungsi satuan pembinaan masyarakat (bimas). Berbagai penyuluhan dan pendekatan terus dilakukan anggotanya. Dengan demikian ketika ada suatu kejadian bisa diantisipasi.
"Salah satunya adalah dengan melekatkan anggota dengan tokoh masyarakat setempat," tuturnya.
(mhd)