Komnas PA Selidiki Hotel dan Bar Terkait S
A
A
A
JAKARTA - Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) akan berkoordinasi dengan Polres Jakarta Pusat terkait lokasi penemuan S, gadis remaja asal Idramayu, Jawa Barat, yang berhasil lolos dari dua mucikari.
Tidak hanya itu, Komnas PA juga mengaku akan berkoordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta terkait perizinan Hotel Travel, Mangga Besar dan Bar Grand LA di Pangeran Jayakarta.
"Kita akan ivestigasi kedua tempat tersebut yang menjadi lokasi praktik perdagangan manusia terhadap S. Kami juga akan minta keterangan orang tua korban, lalu perizinan tempat itu apakah harus ditutup saja kalau memang menyalahi aturan," tegas Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait di kantornya, Jumat 14 Juni 2014.
Sehari-hari di dua tempat tersebut, gadis berusia 15 tahun itu dieksploitasi harus melayani para tamu pria hidung belang. Bahkan di Bar Grand LA, S diberikan pin atau bross yang dilekatkan di dada dengan nomor tertentu agar memudahkan pelanggan memilih.
S mendapat nomor dada atau nomor pin 713. Bar tersebut rupanya memiliki 700 lebih gadis-gadis penghibur yang bertugas melayani tamu.
"Dijual lagi ke germo paling besar. Di Grand LA disinyalir punya 700-an orang gadis penghibur ditempatkan di ruko. Kami sedang recovery jiwanya yang trauma. Ini jelas praktik traficking. Dibawa dari Indramayu oleh seorang calo atau perantara yang juga sindikat bernama Pepi mencari gadis lugu di desa," jelasnya.
Arist menegaskan, kasus tersebut terdapat dua pasal UU Perlindungan Anak. "Ini perdagangan manusia, janji palsu pasal 81, dan pasal 82 bujuk rayu. Ada unsur kekerasan," tandasnya.
S merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara dengan kedua orang tua yang bekerja hanya sebagai petani. Kakak S juga rupanya diduga sempat mengalami hal serupa yakni menjadi korban perdagangan manusia saat S kecil, namun kakak S meninggal di sebuah hotel di Jakarta karena sakit.
Tidak hanya itu, Komnas PA juga mengaku akan berkoordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta terkait perizinan Hotel Travel, Mangga Besar dan Bar Grand LA di Pangeran Jayakarta.
"Kita akan ivestigasi kedua tempat tersebut yang menjadi lokasi praktik perdagangan manusia terhadap S. Kami juga akan minta keterangan orang tua korban, lalu perizinan tempat itu apakah harus ditutup saja kalau memang menyalahi aturan," tegas Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait di kantornya, Jumat 14 Juni 2014.
Sehari-hari di dua tempat tersebut, gadis berusia 15 tahun itu dieksploitasi harus melayani para tamu pria hidung belang. Bahkan di Bar Grand LA, S diberikan pin atau bross yang dilekatkan di dada dengan nomor tertentu agar memudahkan pelanggan memilih.
S mendapat nomor dada atau nomor pin 713. Bar tersebut rupanya memiliki 700 lebih gadis-gadis penghibur yang bertugas melayani tamu.
"Dijual lagi ke germo paling besar. Di Grand LA disinyalir punya 700-an orang gadis penghibur ditempatkan di ruko. Kami sedang recovery jiwanya yang trauma. Ini jelas praktik traficking. Dibawa dari Indramayu oleh seorang calo atau perantara yang juga sindikat bernama Pepi mencari gadis lugu di desa," jelasnya.
Arist menegaskan, kasus tersebut terdapat dua pasal UU Perlindungan Anak. "Ini perdagangan manusia, janji palsu pasal 81, dan pasal 82 bujuk rayu. Ada unsur kekerasan," tandasnya.
S merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara dengan kedua orang tua yang bekerja hanya sebagai petani. Kakak S juga rupanya diduga sempat mengalami hal serupa yakni menjadi korban perdagangan manusia saat S kecil, namun kakak S meninggal di sebuah hotel di Jakarta karena sakit.
(mhd)