Dipaksa Layani Pria Hidung Belang, ABG Indramayu Trauma
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menjelaskan, kondisi psikologis S, ABG asal Indramayu yang menjadi korban perdagangan manusia di Jakarta, dalam keadaan trauma dan terus menangis jika mengingat kejadian tersebut.
"S kondisi kesehatannya tak baik, trauma. Maka kami tempatkan di rumah yang aman sambil kami sembuhkan dengan psikolog. Kami selamatkan dan akan kembalikan ke daerah asal. Kedua orangtuanya juga sudah lama mencari S dan menginginkannya pulang, namun dilarang oleh dua germonya," kata Arist di kantornya, Pasar Rebo, Jakarta, Jumat (13/6/2014).
Setiap hari, S dipaksa melayani tamu laki-laki tanpa libur. Di tempat pertama yakni di sebuah hotel di Mangga Besar, S berangkat pukul 14, pulang pukul 02.00 WIB dini hari. Sementara di tempat terakhir, S berangkat pukul 12.00 WIB, pulang pukul 03.00 WIB dini hari.
S mengaku ditempatkan di asrama atau mess berisi 30 orang yang semuanya juga bekerja melayani lelaki hidung belang. S pun selalu diawasi pengawal sang germo setiap kali pergi keluar untuk berbelanja kebutuhannya. "Pulang ke mess. Pulang sama teman-teman. Kalau ke mana-mana pengawasnya pada nyariin. Messnya dekat, bisa naik motor. Saya yang paling kecil, yang lain sudah dewasa, di mess juga kadang suka dimarahi sama teman-teman lain," ungkap S.
Pengalaman buruk lainnya yakni setiap hari S melayani 3-4 orang tamu. Dia mengaku sudah tak bisa lagi menghitung berapa tamu yang ia layani. Setiap kali di kamar bersama tamu, S bisa menghabiskan waktu 2 jam dan tak jarang mendapat siksaan.
"Sudah puluhan lah. Kalau saya menolak pernah ditampar tamu, lalu juga dimarahin sama bos dan tamu, saya nggak tahu berapa uang yang dibayar ke bos, yang saya terima hanya Rp 200-300 ribu per hari," ungkapnya.
"S kondisi kesehatannya tak baik, trauma. Maka kami tempatkan di rumah yang aman sambil kami sembuhkan dengan psikolog. Kami selamatkan dan akan kembalikan ke daerah asal. Kedua orangtuanya juga sudah lama mencari S dan menginginkannya pulang, namun dilarang oleh dua germonya," kata Arist di kantornya, Pasar Rebo, Jakarta, Jumat (13/6/2014).
Setiap hari, S dipaksa melayani tamu laki-laki tanpa libur. Di tempat pertama yakni di sebuah hotel di Mangga Besar, S berangkat pukul 14, pulang pukul 02.00 WIB dini hari. Sementara di tempat terakhir, S berangkat pukul 12.00 WIB, pulang pukul 03.00 WIB dini hari.
S mengaku ditempatkan di asrama atau mess berisi 30 orang yang semuanya juga bekerja melayani lelaki hidung belang. S pun selalu diawasi pengawal sang germo setiap kali pergi keluar untuk berbelanja kebutuhannya. "Pulang ke mess. Pulang sama teman-teman. Kalau ke mana-mana pengawasnya pada nyariin. Messnya dekat, bisa naik motor. Saya yang paling kecil, yang lain sudah dewasa, di mess juga kadang suka dimarahi sama teman-teman lain," ungkap S.
Pengalaman buruk lainnya yakni setiap hari S melayani 3-4 orang tamu. Dia mengaku sudah tak bisa lagi menghitung berapa tamu yang ia layani. Setiap kali di kamar bersama tamu, S bisa menghabiskan waktu 2 jam dan tak jarang mendapat siksaan.
"Sudah puluhan lah. Kalau saya menolak pernah ditampar tamu, lalu juga dimarahin sama bos dan tamu, saya nggak tahu berapa uang yang dibayar ke bos, yang saya terima hanya Rp 200-300 ribu per hari," ungkapnya.
(zik)