Sopir Angkot Kawakan Setuju Digaji
A
A
A
JAKARTA - Rencana Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk menerapkan sistem gaji terhadap awak angkutan umum mendapat reaksi beragam. Kendati mayoritas setuju, namun para sopir khawatir dengan persyaratan formal seperti untuk sopir bus Transjakarta.
Kasmuri (44), sopir KWK 26 trayek Pondok Kopi-Rawamangun, mengaku setuju dengan rencana Dishub DKI. Pasalnya, selama ini sopir angkot selalu dikejar-kejar setoran sehingga banyak yang melanggar aturan.
"Kalau tidak ngetem, salip-salipan, atau naikin penumpang sembarang tidak bakal menutup setoran," ujar warga Penggilingan, Jakarta Timur ini saat ditemui Sindonews di Terminal Rawamangun, Rabu (21/5/2014).
Dengan sistem gaji, lanjutnya, para sopir tidak khawatir dengan kehidupan keluarganya. Karena ada penghasilan tetap bulanan yang bisa menjadi sandaran hidup keluarga.
"Ya mendingan gaji, kalau pakai ini (gaji) kan jadinya mau rame atau sepi bisa buat hari-harinya cukup," ujar ayah empat anak ini yang sudah mneekuni profesi sopir sejak 1992.
Sedangkan Iwan (53) sopir angkot lainnya berharap, penerapan sistem gaji tidak dibarengi dengan syarat yang memberatkan para sopir.
"Sebenernya positif saja, tapi jangan seperti jadi sopir busway, harus punya ijazah. Kita kan enggak bisa punya ijazah, lulus saja cuman sampe SD, mana bisa nanti kalau misalnya gaji taunya yang dapet cuman yang punya ijazah," katanya.
Kasmuri (44), sopir KWK 26 trayek Pondok Kopi-Rawamangun, mengaku setuju dengan rencana Dishub DKI. Pasalnya, selama ini sopir angkot selalu dikejar-kejar setoran sehingga banyak yang melanggar aturan.
"Kalau tidak ngetem, salip-salipan, atau naikin penumpang sembarang tidak bakal menutup setoran," ujar warga Penggilingan, Jakarta Timur ini saat ditemui Sindonews di Terminal Rawamangun, Rabu (21/5/2014).
Dengan sistem gaji, lanjutnya, para sopir tidak khawatir dengan kehidupan keluarganya. Karena ada penghasilan tetap bulanan yang bisa menjadi sandaran hidup keluarga.
"Ya mendingan gaji, kalau pakai ini (gaji) kan jadinya mau rame atau sepi bisa buat hari-harinya cukup," ujar ayah empat anak ini yang sudah mneekuni profesi sopir sejak 1992.
Sedangkan Iwan (53) sopir angkot lainnya berharap, penerapan sistem gaji tidak dibarengi dengan syarat yang memberatkan para sopir.
"Sebenernya positif saja, tapi jangan seperti jadi sopir busway, harus punya ijazah. Kita kan enggak bisa punya ijazah, lulus saja cuman sampe SD, mana bisa nanti kalau misalnya gaji taunya yang dapet cuman yang punya ijazah," katanya.
(ysw)