Aib di balik sangkar emas

Sabtu, 26 April 2014 - 11:01 WIB
Aib di balik sangkar emas
Aib di balik sangkar emas
A A A
Sindonews.com - Sekilas kompleks itu tampak seperti gedung kedutaan besar sebuah negara atau markar besar instansi keamanan. Dua lapis pagar beton setinggi tiga meter mengelilingi kompleks itu, Jakarta International School (JIS), yang terletak di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.

Tiga petugas satuan pengamanan bersiaga di depan gerbang. Ketika mobil pengunjung datang, seorang petugas akan menanyakan keperluan si pengunjung, sedangkan dua lainnya sigap mengecek bagasi dan memeriksa kolong mobil menggunakan cermin khusus.

"Keamanan sangat ketat seperti Istana Presiden," kata Hotman paris Hutape, pengacara kondang yang pernah mengirim tiga anaknya bersekolah di JIS, seperti dikutip dari Sindo Weekly edisi 24-30 April 2014.

JIS bukan sekolah biasa. Label "internasional" pada namanya sudah menunjukan itu. Anak-anak ekspatriat, pengusaha, atau eksekutif perusahaan minyak mendominasi sekolah ini.

Sekolah ini, kata seorang sumber di internal JIS, menjalankan kurikulum Amerika Serikat. Jika ada anak ekspatriat dari Australia masuk JIS, biasanya anak itu langsung turun satu tingkat. Terlebih, jika siswa yang masuk berasal dari sekolah nasional. "Bisa-bisa turun 2-3 tingkat," katanya.

Selama proses belajar dan mengajar di sekolah, siswa dan guru wajib menggunakan bahasa Inggris. Meski demikian, kata sumber itu, bahasa Indonesia tetap menjadi mata pelajaran wajib.

JIS berdiri pada 1951. Para pekerja asing di Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jakarta menggagas sekolah ini untuk menyediakan pendidikan setara negara mereka bagi anak-anak asing. Awalnya sekolah ini bernama Joint Embassy School karena disokong oleh empat kedutaan besar, Inggris, Amerika Serikat, Australia, dan Yugoslavia. Pada 1978, namanya berubah jadi JIS.

Setelah enam dekade berdiri, JIS memilki tiga sekolah di Jakarta yang menyelenggarakan pendidikan level taman kanak-kanak, sekolah dasar, hingga sekolah menengah. Kini, sekitar 2.400 siswa dari 60 negara belajar di JIS. Guru mereka pun berasal dari 20 negara.

JIS bisa jadi merupakan sekolah termahal di Indonesia. Untuk taman kanak-kanak saja, orangtua harus membayar Rp20 juta per bulan. Tak heran jika warga lokal yang mampu menyekolakan anaknya di sekolah ini hanya pengacara kaya macam Hotman Paris atau para eksekutif perusahaan minyak asing.

Akan tetapi, dari balik sangkar emas JIS, aib muncul satu demi satu. bersamaan dengan heboh kasus pelecehan seksual yang dialami salah seorang siswa keturunan Belanda, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menemukan Taman Kanak-kanan JIS ternyata tak mengantongi izin. Senin pekan ini, kementerian memutuskan untuk menghentikan operasi taman kanak-kanak di sekolah itu.

Namun demikian, pengamat pendidikan Darmaningtyas, menilai langkah kementerian aneh. Dia tahu bahwa, kementerian melalui Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, pernah meresmikan sekolah itu. JIS, katanya, sebenarnya memiliki izin pada 1999. Namun, seiring perubahan undang-undang pendidikan dan peraturan turunannya, setiap sekolah termasuk JIS harus memperbarui izin.

"Tidak semua pengelola sekolah tahu perubahan tersebut karena pemerintah tidak memberi arahan," katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Jakarta, Lasro Marbun, mengatakan pihaknya tak memiliki wewenang menerima permohonan izin dari sekolah bertaraf internasional. Wewenang itu, katanya, hanya ada di kementerian.

"Kalau tarafnya internasional, wewenang izin dan pengawasan ada di Kementerian Pendidikan," ungkapnya.

Bagi Darmaningtyas, dengan menutup operasi JIS, pemeritah sebenarnya mengakui kegagalannya sendiri. Sebab, selama ini kementerian lalai melakukan pembinaan terhadap sekolah berlabel internasional.

"Selama ini apa saja kerja pembinaan mereka. Kok, begitu ada kasus, mereka baru tahu," tutupnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4082 seconds (0.1#10.140)