Pemkot harus tegas, perda jangan dijadikan mainan
A
A
A
Sindonews.com - Peraturan Daerah (Perda) No 16 tahun 2012 tentang Pembinaan dan Pengawasan Ketertiban Umum harus dijalankan dengan benar. Jika tidak, maka hal itu hanya akan dinilai sebagai pencitraan saja.
"Jangan seperti aturan yang cuma sebatas tertulis semata saja, tetapi tidak ada penegakkannya," kata pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Vishnu Juwono di Depok, Minggu (26/1/2013).
Jika tidak tegas, kata Vishnu, masyarakat akan menilai aturan ini hanya hanya main-main. Padahal, denda Rp25 juta bisa menimbulkan efek jera karena nominalnya cukup tinggi.
Tambahnya, hal ini bertujuan untuk mensosialisakan pada masyarakat, memberikan uang ke pengemis tidak mendidik. karena, hanya membuat mereka menjadi malas.
"Ini akan memberi signal bahwa pemda dan aparat penegak hukum memang serius dalam membuat aturan," katanya.
Dia menambahkan, sosialisasi perda tersebut juga harus dilakukan secara berkesinambungan selama dua sampai tiga tahun. Hal itu tentunya didukung dengan dana sosialisasi lewat media massa.
"Pemda bisa melakukan sosialisasi melalui media massa, atau program kreatif lainnya," ujarnya.
Selain itu, warga Raturaja, Pancoran Mas, Depok Yane mengatakan, kalau pemerintah tegas, dirinya juga ogah memberi sedekah kepada pengemis itu, karena dendanya besar.
"Jangan sampai kena dendalah. Apalgi sampai puluhan juta, sedekahnya saja enggak seberapa," kata Yane, warga Ratujaya, Pancoran Mas.
Dia mengaku masih bisa bernafas lega dengan belum diterapkannya sanksi tersebut. Karyawati swasta itu mengaku, kadang terpaksa memberikan uang kepada pengamen lantaran mereka kerap memaksa.
"Daripada mereka nekat ya kasih saja. Tapi mereka juga bikin penumpang angkot kesal, dikasih Rp500 enggak mau dan marah-marah," ucapnya.
Dia meminta agar pemkot mengontrol keberadaan para pengamen yang kerap memaksa meminta uang. Terutama di bagian dalam Terminal Depok dan lampu merah. "Daripada denda-denda ya lebih baik petugasnya saja membina mereka," katanya.
Baca:
Perda larangan sedekah di Depok 'mandul'
"Jangan seperti aturan yang cuma sebatas tertulis semata saja, tetapi tidak ada penegakkannya," kata pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Vishnu Juwono di Depok, Minggu (26/1/2013).
Jika tidak tegas, kata Vishnu, masyarakat akan menilai aturan ini hanya hanya main-main. Padahal, denda Rp25 juta bisa menimbulkan efek jera karena nominalnya cukup tinggi.
Tambahnya, hal ini bertujuan untuk mensosialisakan pada masyarakat, memberikan uang ke pengemis tidak mendidik. karena, hanya membuat mereka menjadi malas.
"Ini akan memberi signal bahwa pemda dan aparat penegak hukum memang serius dalam membuat aturan," katanya.
Dia menambahkan, sosialisasi perda tersebut juga harus dilakukan secara berkesinambungan selama dua sampai tiga tahun. Hal itu tentunya didukung dengan dana sosialisasi lewat media massa.
"Pemda bisa melakukan sosialisasi melalui media massa, atau program kreatif lainnya," ujarnya.
Selain itu, warga Raturaja, Pancoran Mas, Depok Yane mengatakan, kalau pemerintah tegas, dirinya juga ogah memberi sedekah kepada pengemis itu, karena dendanya besar.
"Jangan sampai kena dendalah. Apalgi sampai puluhan juta, sedekahnya saja enggak seberapa," kata Yane, warga Ratujaya, Pancoran Mas.
Dia mengaku masih bisa bernafas lega dengan belum diterapkannya sanksi tersebut. Karyawati swasta itu mengaku, kadang terpaksa memberikan uang kepada pengamen lantaran mereka kerap memaksa.
"Daripada mereka nekat ya kasih saja. Tapi mereka juga bikin penumpang angkot kesal, dikasih Rp500 enggak mau dan marah-marah," ucapnya.
Dia meminta agar pemkot mengontrol keberadaan para pengamen yang kerap memaksa meminta uang. Terutama di bagian dalam Terminal Depok dan lampu merah. "Daripada denda-denda ya lebih baik petugasnya saja membina mereka," katanya.
Baca:
Perda larangan sedekah di Depok 'mandul'
(mhd)