Perbedaan topeng monyet dahulu dan sekarang

Jum'at, 25 Oktober 2013 - 07:07 WIB
Perbedaan topeng monyet dahulu dan sekarang
Perbedaan topeng monyet dahulu dan sekarang
A A A
Sindonews.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sedang gencar melakukan razia terhadap pengamen topeng monyet yang kerap mangkal di persingpangan jalan yang ada di Jakarta. Alasannya, fauna yang seharusnya memiliki hak untuk hidup enak dan bebas malah dieksploitasi di jalanan Jakarta.

Meski diberantas, para pawang monyet itu diberi ganti rugi untuk mengganti profesinya untuk mencari nafkah. Pasalnya, Gubernur DKI Joko Widodo akan mengganti monyet per ekornya sebesar Rp1 juta, hal itu untuk mensukseskan keinginannya 2014 Jakarta bebas dari topeng monyet.

Walaupun begitu, monyet yang terjaring razia akan dititipkan ke tempat yang lebih nyaman yaitu Taman Margasatwa Ragunan (TMR), Jakarta Selatan. Kendati demikian, sebelum dialihkan ke Ragunan monyet tersebut harus menjalani karantina di Balai Kesehatan Hewan dan Ikan (BKHI).

Kalau monyet itu sudah dinyatakan bebas dari penyakit dan tidak stres, baru monyet-monyet tersebut diserahkan ke TMR untuk dikelompokkan pada kelompoknya di kandang yang besar.

Kalau kita bicara topeng monyet zaman dahulu, yang hanya menampilkan kepandaiannya untuk pergi ke pasar membawa keranjang, membawa cermin serta bangku kecil sambil bergaya di depan cermin itu yang sudah berpakaian layaknya manusia.

Bahkan ada juga pawang yang mengajarkan monyet untuk perang dengan senjata api laras panjang yang terbuat dari kayu, serta lantunan musik yang menggunakan tenaga manusia secara berkelompok atau lebih dari satu.

Ning, nang, ning, nung lantunan suara pukulan yang mengiringi pawang monyet untuk memerintahkan hewan itu menuruti permintaan si pawang, yang kemudian berkata 'Sarimin pergi ke pasar'. Monyet yang jalan dengan gayanya goyang kanan kiri, sambil menenteng keranjang bawaan untuk beli sayur ke pasar serta payung dipegangnya, melambangkan bangsawan zaman dahulu.

Kini zaman seperti itu telah berlalu, sekarang topeng monyet telah dimodifikasi oleh pawang seperti sudah tidak berkelompok lagi. Pasalnya, dengan satu orang saja monyet sudah bisa digunakan untuk mencari nafkah sang pawang menghidupi keluarganya.

Pawang cukup menyalakan musik dari radio dengan kaset seadanya, serta motor yang sudah tidak terbuat lagi dari kayu tapi plastik biar lebih enteng lengkap dengan helm, topeng dari hasil potongan muka boneka.

Namun, pernahkan kita berpikir, kapan topeng monyet itu muncul di Indonesia?

Berdasarkan beberapa sumber, topeng monyet mulai dikenal pada akhir abad ke 19 di Hindia Belanda. Kendati demikian, tidak hanya Indonesia yang kenal dengan pertunjukan murah meriah itu.

Pertunjukan topeng monyet juga dapat dijumpai di India, Pakistan, Thailand, Vietnam, Cina, Jepang, dan Korea. Sedangkan di Indonesia paling dikenal di daerah jawa seperti Jawa Tengah dan Jawa Barat dengan nama ledhek kethek, kalau Jakarta topeng monyet.

Nama ledhek kethek diambil dari tulisan Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, dalam novel sejarah karyanya pada tahun 1981 yang berjudul 'Roro Mendut'.

Sedangkan menurut professor budaya teater Indonesia dari Royal Holoway University of London Matthew Isaac Cohen, topeng monyet yang dikenal pertunjukan yang menampilkan monyet dan anjing direproduksi di Indonesia.

Miniatur sirkus merupakan salah satu hiburan mengamen paling umum di pasar, jalan-jalan pedesaan, dan perkotaan di seluruh barat Indonesia. Pertunjukan ini mulai dikenal secara umum pada tahun 1890-an.

Pada saat itu pertunjukan topeng monyet oleh anak-anak, baik pribumi, Belanda dan Eropa. Hal tersebut bisa dilihat dari hasil penjepretan Tropenmuseum Amsterdam, Belanda.

Foto yang bertarikh 1900-1920 ini memperlihatkan seorang dalang Arab dengan dua monyetnya yang dirantai. Foto diambil oleh Charles Breijer anggota de Ondergedoken Camera atau persatuan juru foto Amsterdam yang bekerja sebagai juru kamera di Indonesia dari 1947 sampai 1953. Dia kerap membuat foto kehidupan sehari-hari masyarakat ketika itu.

Kesenian tradisional ini hampir 'punah' pada tahun 1980-an. Namun belum dapat dipastikan kapan topeng monyet itu kembali muncul. Topeng monyet itu kini tak hanya dapat ditemui di pasar, jalan-jalan pedesaan. Tapi di jalan Ibu Kota Jakarta yang sekarang menjadi perhatian GUburnur DKI Jakarta Jokowi.

Pertunjukan topeng monyet dapat menimbulkan bahaya akibat kontak fisik antara monyet dengan penonton. Misalnya monyet mencakar penonton. Beberapa kontak dapat beresiko tergigit, tercakar.

Apakah anda masih ingin menonton topeng monyet?

Diolah dari berbagai sumber

Baca berita terkait:
Di TMR, monyet hasil razia terancam pensiun atraksi
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9789 seconds (0.1#10.140)