Pilkada Bogor, Ru'yat-Aim tak terpengaruh kasus PKS
A
A
A
Sindonews.com - Sejumlah pasangan calon Wali Kota Bogor yang bertarung dalam Pilkada Bogor 2013 berusaha menarik simpati tanpa menonjolkan parpol pengusungnya.
Pasangan nomor urut 3 Achmad Ru'yat dan Aim Halim Permana misalnya, pasangan yang diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Hanura ini cenderung tidak terlalu mengidentikkan kemunculan mereka dengan parpolnya.
Sekretaris Tim Pemenangan Ru'yat-Aim, Najamudin, tidak memungkiri isu dugaan korupsi suap dalam impor daging sapi yang membelit mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq sedikit banyak dianggap dapat mengganggu upaya pencitraan dan pemenangan pilkada.
"Namun kalau sekarang kami lebih banyak menonjolkan sosok kandidat di Pilkada Kota Bogor, itu bukan semata menghindar dari atribut partai pengusung. Ini hanya supaya masyarakat lebih mudah mengenal ketokohan Pak Ru'yat dan calon wakilnya," jelas Ketua bidang Pembangunan Umat DPD PKS Kota Bogor ini, Senin (2/9/2013).
Najamudin juga menekankan, pada awal masa sosialisasi pasangan calon, pihaknya selalu mengedepankan lambang ketiga parpol pengusung terutama PKS di mana Ru'yat menjadi kadernya.
Namun, peluang terbesar beberapa hari menjelang pencoblosan terutama pada masa kampanye ini adalah menguatkan keterkenalan dan ketokohan kandidat.
Selain Ru'yat-Aim, Pilkada Kota Bogor diikuti dua pasangan dari parpol yaitu nomor urut 2 Bima Arya-Usmar Hariman yang diusung Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Pasangan nomor urut 4 Dody Rosadi-Untung Maryono (PDIP, Golkar, dan PKPI). Sementara itu, dua pasangan dari jalur independen yakni nomor urut 5 Syaeful Anwar-Muztahidin dan nomor urut 1 Firman Halim-Gastono.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf, memandang, kandidat pilkada yang diusung PKS memang cenderung tidak menonjolkan bahkan menanggalkan atribut kepartaian dalam sosialisasi maupun kampanye mereka pascamencuatnya kasus dugaan korupsi yang melibatkan elite PKS di pusat.
Menurut Asep, jangankan Ru'yat, kader lain PKS Ahmad Heryawan sebagai incumbent saat maju di pemilihan gubernur Jawa Barat yang baru lalu pun berupaya agar atribut PKS tidak melekat pada dirinya.
"Itu untuk membendung citra negatif agar kasus dugaan suap impor daging sapi yang benar-benar menjadi pukulan telak bagi PKS tidak berdampak signifikan terhadap keterpilihan para kadernya yang maju di pilkada," jelas Asep.
Sedangkan, Bima Arya mengaku proporsional saja dan cukup seimbang menonjolkan diri dan pasangannya serta parpol-parpol pengusung saat berkampanye.
"Lihat saja, dalam kampanye rapat umum banyak atribut PAN, Demokrat, PBB, PKB, dan Gerindra. Tidak ada yang harus disembunyikan karena kita kan maju lewat parpol," katanya seusai kampanye di Lapangan Kresna Raya Indraprasta Bantarjati, Kota Bogor.
Kegiatan kampanye ini dihadiri juru kampanye sejumlah pengurus pusat partai pendukung seperti Edhie Baskoro Yudhoyono, Wanda Hamidah, Teguh Juwarno, Putra Jaya Husin, Hanif Dhakiri, Bara Hasibuan, MS Ka'ban, Ahmad Muzani, Iwan R Sulandjana, dan lainnya. (ysw)
Pasangan nomor urut 3 Achmad Ru'yat dan Aim Halim Permana misalnya, pasangan yang diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Hanura ini cenderung tidak terlalu mengidentikkan kemunculan mereka dengan parpolnya.
Sekretaris Tim Pemenangan Ru'yat-Aim, Najamudin, tidak memungkiri isu dugaan korupsi suap dalam impor daging sapi yang membelit mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq sedikit banyak dianggap dapat mengganggu upaya pencitraan dan pemenangan pilkada.
"Namun kalau sekarang kami lebih banyak menonjolkan sosok kandidat di Pilkada Kota Bogor, itu bukan semata menghindar dari atribut partai pengusung. Ini hanya supaya masyarakat lebih mudah mengenal ketokohan Pak Ru'yat dan calon wakilnya," jelas Ketua bidang Pembangunan Umat DPD PKS Kota Bogor ini, Senin (2/9/2013).
Najamudin juga menekankan, pada awal masa sosialisasi pasangan calon, pihaknya selalu mengedepankan lambang ketiga parpol pengusung terutama PKS di mana Ru'yat menjadi kadernya.
Namun, peluang terbesar beberapa hari menjelang pencoblosan terutama pada masa kampanye ini adalah menguatkan keterkenalan dan ketokohan kandidat.
Selain Ru'yat-Aim, Pilkada Kota Bogor diikuti dua pasangan dari parpol yaitu nomor urut 2 Bima Arya-Usmar Hariman yang diusung Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Pasangan nomor urut 4 Dody Rosadi-Untung Maryono (PDIP, Golkar, dan PKPI). Sementara itu, dua pasangan dari jalur independen yakni nomor urut 5 Syaeful Anwar-Muztahidin dan nomor urut 1 Firman Halim-Gastono.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf, memandang, kandidat pilkada yang diusung PKS memang cenderung tidak menonjolkan bahkan menanggalkan atribut kepartaian dalam sosialisasi maupun kampanye mereka pascamencuatnya kasus dugaan korupsi yang melibatkan elite PKS di pusat.
Menurut Asep, jangankan Ru'yat, kader lain PKS Ahmad Heryawan sebagai incumbent saat maju di pemilihan gubernur Jawa Barat yang baru lalu pun berupaya agar atribut PKS tidak melekat pada dirinya.
"Itu untuk membendung citra negatif agar kasus dugaan suap impor daging sapi yang benar-benar menjadi pukulan telak bagi PKS tidak berdampak signifikan terhadap keterpilihan para kadernya yang maju di pilkada," jelas Asep.
Sedangkan, Bima Arya mengaku proporsional saja dan cukup seimbang menonjolkan diri dan pasangannya serta parpol-parpol pengusung saat berkampanye.
"Lihat saja, dalam kampanye rapat umum banyak atribut PAN, Demokrat, PBB, PKB, dan Gerindra. Tidak ada yang harus disembunyikan karena kita kan maju lewat parpol," katanya seusai kampanye di Lapangan Kresna Raya Indraprasta Bantarjati, Kota Bogor.
Kegiatan kampanye ini dihadiri juru kampanye sejumlah pengurus pusat partai pendukung seperti Edhie Baskoro Yudhoyono, Wanda Hamidah, Teguh Juwarno, Putra Jaya Husin, Hanif Dhakiri, Bara Hasibuan, MS Ka'ban, Ahmad Muzani, Iwan R Sulandjana, dan lainnya. (ysw)
(hyk)