Kenaikan tarif Ragunan harus dibarengi peningkatan pelayanan
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta rencananya akan menaikkan tarif masih Taman Margasatwa Ragunan (TMR). Hal itu tidak jad maslah, asalkan dibarengi dengan pelayanan yang maksimal dan lokasi yang nyaman.
Pengamat Perkotaan Yayat Supriatna mengatakan, tempat rekreasi favorit masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah itu sejauh ini dibandrol tarif murah dengan pelayanan yang buruk.
"Selama ini tarif TMR Ragunan murah, tapi pelayanannya buruk, sehingga orang bosan datang ke sana lagi," kata Yayat saat dihubungi, Kamis (22/8/2013) malam.
Maka itu, dia menilai, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sudah memiliki hitung-hitungan sistem manajemen internal yang akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat.
"Kenaikan tarifnya berapa pun harus disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan bagi masyarakat. Jadi tidak semata-mata harus murah, yang terpenting pelayanannya. Kalau tarif mau dinaikan, pengelolaan pelayanannya juga harus bagus," tandasnya.
Selain itu, dia mengatakan, pengelola TMR juga selalu dalam kondisi mengandalkan bantuan subsidi dari pemerintah. Sistem pengelolaan seperti ini dinilai tidak sehat bagi kemajuan kebun binatang Ragunan.
"Jadi harus dioptimalkan sistem pengelolaannya menjadi lebih profesional. Sementara tarif disesuaikan dengan pelayanan dan daya jangkau masyarakat," tegasnya.
Menurutnya, saat ini kondisi keuangan masyarakat Jakarta sudah terbilang baik sehingga bisa berekreasi ke tempat yang lebih mahal seperti Taman Safari Cisarua, atau Dunia Fantasi Taman Impian Jaya Ancol. Buktinya, meski harga tiket kedua tempat rekreasi itu mahal, masyarakat tetap antusias berkunjung ke sana.
"Orang Jakarta bisa rekreasi ke tempat lebih mahal kok seperti Taman Safari atau Dufan. Itu karena pelayanannya jauh lebih baik sehingga tidak membosankan," kata dia.
Apabila terus dibiarkan seperti ini, lanjut Yayat, TMR akan ditinggalkan masyarakat dan jumlah pengunjungnya bisa kalah ramai dengan mal-mal. Maka itu, TMR perlu dikelola pengelola yang lebih profesional, mandiri dan mampu mengelola dengan benar sehingga bisa menjadi profit baru, bukan justru jadi beban Pemrov DKI.
"Salah satu solusinya misalnya bagaimana TMR bisa menampilkan atraksi hewan atau kegiatan karnaval di malam hari seperti kebun binatang di Singapura. Kalau sekarang, orang satu dua kali datang ke TMR sudah bosan karena jenuh," cetusnya.
Yayat mengaku, khawatir jika terus dibiarkan seperti ini, TMR nantinya akan bernasib seperti Kebun Binatang di Surabaya, di mana banyak hewan yang mati tidak terurus.
Sebelum kejadin serupa terjadi, Pemprov DKI harus memikirkan bagaimana TMR dapat tertata lebih baik dan enak didatangi pengunjung.
"Harusnya dipikirkan kenapa Ragunan tidak bisa seperti Taman Safari dan identik dengan kelas bawah? Itu karena pengelolaannya kurang inovatif," tuturnya.
Pengamat Perkotaan Yayat Supriatna mengatakan, tempat rekreasi favorit masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah itu sejauh ini dibandrol tarif murah dengan pelayanan yang buruk.
"Selama ini tarif TMR Ragunan murah, tapi pelayanannya buruk, sehingga orang bosan datang ke sana lagi," kata Yayat saat dihubungi, Kamis (22/8/2013) malam.
Maka itu, dia menilai, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sudah memiliki hitung-hitungan sistem manajemen internal yang akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat.
"Kenaikan tarifnya berapa pun harus disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan bagi masyarakat. Jadi tidak semata-mata harus murah, yang terpenting pelayanannya. Kalau tarif mau dinaikan, pengelolaan pelayanannya juga harus bagus," tandasnya.
Selain itu, dia mengatakan, pengelola TMR juga selalu dalam kondisi mengandalkan bantuan subsidi dari pemerintah. Sistem pengelolaan seperti ini dinilai tidak sehat bagi kemajuan kebun binatang Ragunan.
"Jadi harus dioptimalkan sistem pengelolaannya menjadi lebih profesional. Sementara tarif disesuaikan dengan pelayanan dan daya jangkau masyarakat," tegasnya.
Menurutnya, saat ini kondisi keuangan masyarakat Jakarta sudah terbilang baik sehingga bisa berekreasi ke tempat yang lebih mahal seperti Taman Safari Cisarua, atau Dunia Fantasi Taman Impian Jaya Ancol. Buktinya, meski harga tiket kedua tempat rekreasi itu mahal, masyarakat tetap antusias berkunjung ke sana.
"Orang Jakarta bisa rekreasi ke tempat lebih mahal kok seperti Taman Safari atau Dufan. Itu karena pelayanannya jauh lebih baik sehingga tidak membosankan," kata dia.
Apabila terus dibiarkan seperti ini, lanjut Yayat, TMR akan ditinggalkan masyarakat dan jumlah pengunjungnya bisa kalah ramai dengan mal-mal. Maka itu, TMR perlu dikelola pengelola yang lebih profesional, mandiri dan mampu mengelola dengan benar sehingga bisa menjadi profit baru, bukan justru jadi beban Pemrov DKI.
"Salah satu solusinya misalnya bagaimana TMR bisa menampilkan atraksi hewan atau kegiatan karnaval di malam hari seperti kebun binatang di Singapura. Kalau sekarang, orang satu dua kali datang ke TMR sudah bosan karena jenuh," cetusnya.
Yayat mengaku, khawatir jika terus dibiarkan seperti ini, TMR nantinya akan bernasib seperti Kebun Binatang di Surabaya, di mana banyak hewan yang mati tidak terurus.
Sebelum kejadin serupa terjadi, Pemprov DKI harus memikirkan bagaimana TMR dapat tertata lebih baik dan enak didatangi pengunjung.
"Harusnya dipikirkan kenapa Ragunan tidak bisa seperti Taman Safari dan identik dengan kelas bawah? Itu karena pengelolaannya kurang inovatif," tuturnya.
(mhd)