Usai disatroni Komnas HAM, Walkot Depok mencair
A
A
A
Sindonews.com - Wali Kota (Walkot) Depok Nur Mahmudi Ismail meninjau langsung kegiatan di Sekolah Masjid Terminal (Master) di Jalan Arif Rahman Hakim (ARH), Kota Depok. Dari situ dia mengetahui, banyak anak jalanan (anjal) yang ditampung di sekolah kaum marjinal tersebut.
Padahal, sebelumnya dia menuding anjal dan anak punk yang ada di Master bukanlah berasal dari Depok. Sehingga saat itu pihaknya tak peduli dengan rencana penggusuran 2.000 meter persegi lahan sekolah. Bahkan DPRD Depok juga seolah tak peduli dengan nasib ratusan siswa yang mengenyam pendidikan non formal tersebut.
Gencarnya pemberitaan membuat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turun tangan. Beberapa waktu lalu Komnas HAM mendatangi Ketua Yayasan Bina Insan Mandiri Nurrohim untuk melakukan klarifikasi dan dukungan. Usai kedatangan Komnas HAM, barulah wali kota angkat bicara bahwa tidak akan ada penggusuran Sekolah Master.
Sebelumnya, dia justru menuding keberadaan Sekolah Master menambah jumlah anjal di Depok. Di hadapan ratusan murid dan ketua yayasan, wali kota berjanji tidak akan ada penggusuran. Namun, pihak yayasan tak mau menerima janji begitu saja.
Yayasan meminta ada perjanjian tertulis atas apa yang sudah terucap dari mulut Nur Mahmudi Ismail.
"Kita tidak mau hanya janji lisan saja. Untuk itu kita mendorong agar wali kota melakukan perjanjian di atas kertas," kata Nurrohim di lokasi, Jumat (19/7/2013).
Direncanakan, awal pekan nanti akan dilakukan penandatanganan nota kesepakatan atau memorandum of understanding (MoU) antara Pemkot Depok dan yayasan.
“Senin nanti akan MoU dengan Pemkot Depok untuk ikat perjanjian kepastian lahan Sekolah Master dan diadvokasi teman-teman BEM UI (Badan Ekskutif Mahasiswa) dan Persatuan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi)," ungkapnya.
Dibeberkan Rohim, dari data yang dimiliki pihaknya sebanyak 90 persen siswa didiknya adalah warga asli Depok. Sehingga omongan wali kota beberapa waktu lalu tidak sesuai dengan fakta.
Saat itu, wali kota juga menuturkan, anjal yang ada di Master berasal dari daerah lain seperti Tangerang dan Bekasi. Menanggapi kisruhnya rencana penggusuran tersebut dan tudingan itu Rohim mengakui, adanya kesimpangsiurang informasi yang diterima wali kota.
"Selama ini kan menurut tanggapannya (Nur Mahmudi) sekolah Master adalah tempat penampungan anak gelandangan dan pengemis, padahal enggak seperti itu, justeru keberadaan sekolah ini untuk menarik mereka agar mau sekolah, mengembangkan bakat dan skil anak-anak," tegasnya.
Dikatakan Rohim lagi, selama ini wali kota mengaku tidak kroscek langsung kepada dirinya mengenai informasi yang beredar.
"Saya ajak beliau berpikir lokal, karena masalah pendidikan ini kewajiban semua pihak. Siapapun anaknya itu, entah dari mana asalnya pemerintah bersama masyarakat berkewajiban memberikan pelayanan pendidikan terbaik," ujarnya.
Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM Otto Nur Abdullah mengatakan, keberadaan Sekolah Master di tengah kota sebagai fungsi katub pengaman sosial. Artinya, anak-anak dapat terakomodir dan mendapatkan pembinaan serta keluarga sehingga mereka dapat terkontrol dengan baik.
Menurut dia, jika Master direlokasi di lokasi yang jauh maka fungsi sebagai katub sosial tidak terpenuhi.
"Ini kan tempatnya di urban jadi bisa sebagai fungsi katub sosial. Kalau diletakkan di sub urban maka siapa yang mau bersekolah di sana. Ini yang harus dipahami oleh pemerintah," tegasnya beberapa waktu lalu.
Padahal, sebelumnya dia menuding anjal dan anak punk yang ada di Master bukanlah berasal dari Depok. Sehingga saat itu pihaknya tak peduli dengan rencana penggusuran 2.000 meter persegi lahan sekolah. Bahkan DPRD Depok juga seolah tak peduli dengan nasib ratusan siswa yang mengenyam pendidikan non formal tersebut.
Gencarnya pemberitaan membuat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turun tangan. Beberapa waktu lalu Komnas HAM mendatangi Ketua Yayasan Bina Insan Mandiri Nurrohim untuk melakukan klarifikasi dan dukungan. Usai kedatangan Komnas HAM, barulah wali kota angkat bicara bahwa tidak akan ada penggusuran Sekolah Master.
Sebelumnya, dia justru menuding keberadaan Sekolah Master menambah jumlah anjal di Depok. Di hadapan ratusan murid dan ketua yayasan, wali kota berjanji tidak akan ada penggusuran. Namun, pihak yayasan tak mau menerima janji begitu saja.
Yayasan meminta ada perjanjian tertulis atas apa yang sudah terucap dari mulut Nur Mahmudi Ismail.
"Kita tidak mau hanya janji lisan saja. Untuk itu kita mendorong agar wali kota melakukan perjanjian di atas kertas," kata Nurrohim di lokasi, Jumat (19/7/2013).
Direncanakan, awal pekan nanti akan dilakukan penandatanganan nota kesepakatan atau memorandum of understanding (MoU) antara Pemkot Depok dan yayasan.
“Senin nanti akan MoU dengan Pemkot Depok untuk ikat perjanjian kepastian lahan Sekolah Master dan diadvokasi teman-teman BEM UI (Badan Ekskutif Mahasiswa) dan Persatuan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi)," ungkapnya.
Dibeberkan Rohim, dari data yang dimiliki pihaknya sebanyak 90 persen siswa didiknya adalah warga asli Depok. Sehingga omongan wali kota beberapa waktu lalu tidak sesuai dengan fakta.
Saat itu, wali kota juga menuturkan, anjal yang ada di Master berasal dari daerah lain seperti Tangerang dan Bekasi. Menanggapi kisruhnya rencana penggusuran tersebut dan tudingan itu Rohim mengakui, adanya kesimpangsiurang informasi yang diterima wali kota.
"Selama ini kan menurut tanggapannya (Nur Mahmudi) sekolah Master adalah tempat penampungan anak gelandangan dan pengemis, padahal enggak seperti itu, justeru keberadaan sekolah ini untuk menarik mereka agar mau sekolah, mengembangkan bakat dan skil anak-anak," tegasnya.
Dikatakan Rohim lagi, selama ini wali kota mengaku tidak kroscek langsung kepada dirinya mengenai informasi yang beredar.
"Saya ajak beliau berpikir lokal, karena masalah pendidikan ini kewajiban semua pihak. Siapapun anaknya itu, entah dari mana asalnya pemerintah bersama masyarakat berkewajiban memberikan pelayanan pendidikan terbaik," ujarnya.
Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM Otto Nur Abdullah mengatakan, keberadaan Sekolah Master di tengah kota sebagai fungsi katub pengaman sosial. Artinya, anak-anak dapat terakomodir dan mendapatkan pembinaan serta keluarga sehingga mereka dapat terkontrol dengan baik.
Menurut dia, jika Master direlokasi di lokasi yang jauh maka fungsi sebagai katub sosial tidak terpenuhi.
"Ini kan tempatnya di urban jadi bisa sebagai fungsi katub sosial. Kalau diletakkan di sub urban maka siapa yang mau bersekolah di sana. Ini yang harus dipahami oleh pemerintah," tegasnya beberapa waktu lalu.
(mhd)