Jokowi harus hati-hati, jangan asal tanda tangan
A
A
A
Sindonews.com - Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) sangat berhati-hati dalam memutuskan pembangunan mega proyek Mass Rapid Transit (MRT) di Jakarta. Untuk itu wajar jika dia tidak mau asal tanda tangan surat pembangunan MRT.
Menurutnya, tidak seharusnya tandatangan surat tersebut ditekan dirinya. Pasalnya, pembangunan proyek tersebut menjadi domain penuh pemerintah pusat. Secara hierarki surat tersebut harus ditandatangani Direksi BUMD.
"Pertanyaan saya hanya itu. Makanya, saya belum teken. Apa itu sebetulnya semangatnya pertanggung jawaban mutlak ada di Gubernur? Kalau saya tanda tangan, direksi buat seenaknya, terus saya harus tanggung jawab?" ujar Jokowi, di Balai Kota DKI, Jakarta, Selasa (23/4/2013).
Ditambahkan dia, jika Gubernur yang tanda tangan, lantas apa tanggung jawab dan kerja Direksi BUMN? Melihat ada yang tidak beres tersebut, Jokowi enggan tanda tangan. "Atau saya setiap hari hanya mengawasi mereka kerja, kan enggak kayak gitu, enggak kerja untuk pemerintahan nanti saya," sambungnya.
Agar tidak salah bertindak, Jokowi mengaku akan mencari tahu terlebih dahulu, kenapa sampai dirinya yang menjadi penanggung jawab mutlak terkait surat yang diminta Kementerian Keuangan tersebut. Dia khawatir, kedepan semua proyek pembangunan akan menempuh mekanisme tersebut, dan akhirnya menguntungkan pihak manajemannya semata.
"Ya enggak tau, makanya saya suruh cari tahu. Ada cerita apa dulu, sampai diminta ada pertanggung jawaban mutlak. Masa gubernur harus bertanggung jawab mutlak atas sebuah PT. Nanti semua minta kayak gitu. Enak di manajemennya," paparnya.
Lebih lanjut, mantan Wali Kota Solo itu mengungkapkan, sebetulnya tidak menjadi masalah direksi bertanggung jawab mutlak. Menurutnya, tidak perlu takut dan khawatir. Karena direksi bukan pembuat kebijakan. Namun demikian, jika dirinya yang dipaksakan untuk bertanggung jawab mutlak, maka hal tersebut dianggap tak masuk akal.
"Sebetulnya kan enggak ada masalah, direksi itu bertanggung jawab. Orang enggak buat apa-apa masa takut. Secara manajemen ya harus tanggung jawab dong direksi, kalau saya tanda tangan soal pinjaman, ya mungkin gubernur mengetahui. Tapi, kalau tanggung jawab mutlak logikanya bagaimana?" imbuhnya.
Seperti diberitakan, persyaratan administrasi untuk anggaran proyek pembanguanan MRT di Jakarta segera dicairkan Kementerian Keuangan atas persetujuan Kemendagri dan DPRD DKI, yang mengusulkan kepada Bappenas.
Kemenkeu berencana menawarkan anggaran sekitar Rp15 Triliun. Namun, Pemprov DKI enggan membubuhkan tanda tangannya terkait surat persetuan dari Kemenkeu tersebut, lantaran proyek pembangunan MRT menjadi domain pemerintah pusat.
Menurutnya, tidak seharusnya tandatangan surat tersebut ditekan dirinya. Pasalnya, pembangunan proyek tersebut menjadi domain penuh pemerintah pusat. Secara hierarki surat tersebut harus ditandatangani Direksi BUMD.
"Pertanyaan saya hanya itu. Makanya, saya belum teken. Apa itu sebetulnya semangatnya pertanggung jawaban mutlak ada di Gubernur? Kalau saya tanda tangan, direksi buat seenaknya, terus saya harus tanggung jawab?" ujar Jokowi, di Balai Kota DKI, Jakarta, Selasa (23/4/2013).
Ditambahkan dia, jika Gubernur yang tanda tangan, lantas apa tanggung jawab dan kerja Direksi BUMN? Melihat ada yang tidak beres tersebut, Jokowi enggan tanda tangan. "Atau saya setiap hari hanya mengawasi mereka kerja, kan enggak kayak gitu, enggak kerja untuk pemerintahan nanti saya," sambungnya.
Agar tidak salah bertindak, Jokowi mengaku akan mencari tahu terlebih dahulu, kenapa sampai dirinya yang menjadi penanggung jawab mutlak terkait surat yang diminta Kementerian Keuangan tersebut. Dia khawatir, kedepan semua proyek pembangunan akan menempuh mekanisme tersebut, dan akhirnya menguntungkan pihak manajemannya semata.
"Ya enggak tau, makanya saya suruh cari tahu. Ada cerita apa dulu, sampai diminta ada pertanggung jawaban mutlak. Masa gubernur harus bertanggung jawab mutlak atas sebuah PT. Nanti semua minta kayak gitu. Enak di manajemennya," paparnya.
Lebih lanjut, mantan Wali Kota Solo itu mengungkapkan, sebetulnya tidak menjadi masalah direksi bertanggung jawab mutlak. Menurutnya, tidak perlu takut dan khawatir. Karena direksi bukan pembuat kebijakan. Namun demikian, jika dirinya yang dipaksakan untuk bertanggung jawab mutlak, maka hal tersebut dianggap tak masuk akal.
"Sebetulnya kan enggak ada masalah, direksi itu bertanggung jawab. Orang enggak buat apa-apa masa takut. Secara manajemen ya harus tanggung jawab dong direksi, kalau saya tanda tangan soal pinjaman, ya mungkin gubernur mengetahui. Tapi, kalau tanggung jawab mutlak logikanya bagaimana?" imbuhnya.
Seperti diberitakan, persyaratan administrasi untuk anggaran proyek pembanguanan MRT di Jakarta segera dicairkan Kementerian Keuangan atas persetujuan Kemendagri dan DPRD DKI, yang mengusulkan kepada Bappenas.
Kemenkeu berencana menawarkan anggaran sekitar Rp15 Triliun. Namun, Pemprov DKI enggan membubuhkan tanda tangannya terkait surat persetuan dari Kemenkeu tersebut, lantaran proyek pembangunan MRT menjadi domain pemerintah pusat.
(san)