Pengembang di Depok wajib sediakan RTH
A
A
A
Sindonews.com - Pesatnya iklim properti di Depok, membuat lahan pertanian semakin sempit. Dari luas lahan pertanian 1200 hektar lebih di tahun 2011, saat ini merosot hingga 826 hektar termasuk lahan persawahan maupun perikanan.
Kepala Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan Kota Depok Zalfinus Irwan mengatakan, Pemerintah Kota berupaya mempertahankan lahan pertanian, meski sudah sejak lama lahan tersebut dimiliki oleh pengembang.
Prinsipnya, kata dia, perlu ada komitmen untuk menjaga keseimbangan antara lahan pertanian dan pembangunan.
"Seluruh kota ini lahan pertanian dulunya. Mal Margo City dulu lahan pertanian, yang perlu diperhatikan sekarang bagaimana menjaga keseimbangan antara lahan pertanian dan pembangunan. Sekarang mulai merosot, karena orang enggak mau lagi urus pertanian. Namun masih ada juga orang yang cinta pertanian. Karena itu kita pertahankan," jelasnya kepada wartawan, Rabu (27/02/2013).
Hingga saat ini, kata dia, masih ada 5 ribu petani di Depok yang umumnya merupakan petani penggarap. Karena itu, lanjutnya, para pengembang yang hendak membangun perumahan atau pusat perbelanjaan dan properti lainnya, wajib mempertahankan serta mempercantik simbol - simbol pertanian.
"Kebutuhan pembangunan tinggi. Karena itu kita sampaikan kepada pengembang, jika di lahan yang mereka punya di dalamnya ada simbol-simbol pertanian, harus dipertahankan, seperti kalau ada pemancingan atau empang bagaimana caranya dipercantik, lalu bantaran sungai ditanami pepohonan pelindung," ungkapnya.
Menurutnya, saat ini banyak lahan pertanian alih fungsi menjadi lahan pribadi. Ia juga meminta agar pengembang menyisihkan RTH bagi kelompok tani.
"Pengembang banyak yang sudah punya izin dari sejak dulunya. Kalau enggak bisa dipertahankan untuk pertanian, paling enggak kita minta agar RTH nya sisihkan untuk kelompok tani," tegasnya.
Kebijakan Pemkot, lanjutnya, yakni berkomitmen mengalokasikan 217 hektar lahan pertanian berkelanjutan untuk dipertahankan.
"Seperti di Tapos, Bojongsari, Sawangan. Tak boleh dialihfungsikan. Kecuali utk kepentingan umum," paparnya.
Kepala Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan Kota Depok Zalfinus Irwan mengatakan, Pemerintah Kota berupaya mempertahankan lahan pertanian, meski sudah sejak lama lahan tersebut dimiliki oleh pengembang.
Prinsipnya, kata dia, perlu ada komitmen untuk menjaga keseimbangan antara lahan pertanian dan pembangunan.
"Seluruh kota ini lahan pertanian dulunya. Mal Margo City dulu lahan pertanian, yang perlu diperhatikan sekarang bagaimana menjaga keseimbangan antara lahan pertanian dan pembangunan. Sekarang mulai merosot, karena orang enggak mau lagi urus pertanian. Namun masih ada juga orang yang cinta pertanian. Karena itu kita pertahankan," jelasnya kepada wartawan, Rabu (27/02/2013).
Hingga saat ini, kata dia, masih ada 5 ribu petani di Depok yang umumnya merupakan petani penggarap. Karena itu, lanjutnya, para pengembang yang hendak membangun perumahan atau pusat perbelanjaan dan properti lainnya, wajib mempertahankan serta mempercantik simbol - simbol pertanian.
"Kebutuhan pembangunan tinggi. Karena itu kita sampaikan kepada pengembang, jika di lahan yang mereka punya di dalamnya ada simbol-simbol pertanian, harus dipertahankan, seperti kalau ada pemancingan atau empang bagaimana caranya dipercantik, lalu bantaran sungai ditanami pepohonan pelindung," ungkapnya.
Menurutnya, saat ini banyak lahan pertanian alih fungsi menjadi lahan pribadi. Ia juga meminta agar pengembang menyisihkan RTH bagi kelompok tani.
"Pengembang banyak yang sudah punya izin dari sejak dulunya. Kalau enggak bisa dipertahankan untuk pertanian, paling enggak kita minta agar RTH nya sisihkan untuk kelompok tani," tegasnya.
Kebijakan Pemkot, lanjutnya, yakni berkomitmen mengalokasikan 217 hektar lahan pertanian berkelanjutan untuk dipertahankan.
"Seperti di Tapos, Bojongsari, Sawangan. Tak boleh dialihfungsikan. Kecuali utk kepentingan umum," paparnya.
(stb)