Di sini celah korupsi pemerintahan Foke & Jokowi
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki anggaran operasional kepala daerah sebesar Rp17.640.352.300 pada tahun anggaran 2012. Biaya operasional penunjang kepala daerah DKI diambil 0,15 persen dari target Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kala itu, anggaran operasional masih disusun oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (Foke). Pada praktiknya, Foke menganggarkan 0,0859 persen dari PAD untuk kegiatan operasional.
Anggaran yang dibagi dalam empat triwulan sebesar Rp4,4 miliar itu, dinilai syarat akan celah korupsi. Karena tiap kategori dibuat dengan sifat yang "longgar dan mengambang". Hal itu terungkap dalam alokasi operasional 2012 yang di unggah situs resmi Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) www.ahok.org.
"Kategori yang ada (sengaja) dibuat agak 'longgar dan mengambang' sehingga memberikan keleluasaan bagi kepala daerah untuk memasukkan berbagai macam pembiayaan ke dalam kategori yang ada," tulis situs itu, Jumat (22/2/2013).
Ditambahkan situs itu, terdapat kelemahan lain yang bisa menyebabkan terjadinya kebocoran anggaran. Hal itu disebabkan oleh tidak diaturnya secara spesifik tentang bagaimana pertanggungjawaban dari penggunaan uang tersebut.
Untuk mencegah kebocoran anggaran, situs itu melanjutkan, secara reguler (setiap bulan) Pemerintahan Jakarta Baru di bawah kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi)-Ahok, akan menyampaikan laporan penggunaan biaya penunjang operasional tersebut.
Hal ini penting dilakukan untuk menjamin transparansi anggaran di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI. Dalam laman itu, Ahok juga meminta agar uang operasional ditransfer ke rekeningnya, di Bank DKI, agar semua pemasukan dan pengeluaran tercatat dengan jelas.
"Ada empat kategori pengeluaran dari biaya operasional yang bisa digunakan oleh kepala daerah. Pertama biaya koordinasi, biaya penanggulangan kerawanan sosial, biaya pengamanan, dan biaya kegiatan khusus," terang laman situs itu.
Kendati begitu, tidak dijelaskan kegiatan khusus yang dimaksud. Hal itu yang kemudian diduga menjadi celah baru bagi Pemerintahan Jakarta Baru di bawah komando Jokowi-Ahok untuk melakukan tindakan korupsi.
Seperti diberitakan sebelumnya, biaya operasional kegubernuran DKI yang dianggarkan masa Foke pada tahun anggaran 2012, mencapai Rp17.640.352.300. Besaran itu dibagi dalam empat triwulan, dengan masing-masing triwulan sekira Rp4,4 miliar.
Berdasarkan SK Gubernur 1634 tahun 2007, pembagian biaya operasional dengan komposisi 70 persen untuk gubernur dan 30 persen untuk wakil gubernur.
Rincian alokasi biaya operasional triwulan ke IV sebagai berikut:
1. Diberikan kepada gubernur sebesar Rp2.457.000.000 (untuk tiga bulan).
2. Diberikan kepada wakil gubernur sebesar Rp1.050.500.000 (untuk tiga bulan).
3. Dikelola melalui bendahara sebesar Rp902.588.075 (untuk tiga bulan).
Namun disebutkan laman tersebut, biaya operasional untuk Oktober-Desember 2012 yang seharusnya diterima Jokowi-Ahok per 6 November 2012, hingga kini belum cair.
Kala itu, anggaran operasional masih disusun oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (Foke). Pada praktiknya, Foke menganggarkan 0,0859 persen dari PAD untuk kegiatan operasional.
Anggaran yang dibagi dalam empat triwulan sebesar Rp4,4 miliar itu, dinilai syarat akan celah korupsi. Karena tiap kategori dibuat dengan sifat yang "longgar dan mengambang". Hal itu terungkap dalam alokasi operasional 2012 yang di unggah situs resmi Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) www.ahok.org.
"Kategori yang ada (sengaja) dibuat agak 'longgar dan mengambang' sehingga memberikan keleluasaan bagi kepala daerah untuk memasukkan berbagai macam pembiayaan ke dalam kategori yang ada," tulis situs itu, Jumat (22/2/2013).
Ditambahkan situs itu, terdapat kelemahan lain yang bisa menyebabkan terjadinya kebocoran anggaran. Hal itu disebabkan oleh tidak diaturnya secara spesifik tentang bagaimana pertanggungjawaban dari penggunaan uang tersebut.
Untuk mencegah kebocoran anggaran, situs itu melanjutkan, secara reguler (setiap bulan) Pemerintahan Jakarta Baru di bawah kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi)-Ahok, akan menyampaikan laporan penggunaan biaya penunjang operasional tersebut.
Hal ini penting dilakukan untuk menjamin transparansi anggaran di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI. Dalam laman itu, Ahok juga meminta agar uang operasional ditransfer ke rekeningnya, di Bank DKI, agar semua pemasukan dan pengeluaran tercatat dengan jelas.
"Ada empat kategori pengeluaran dari biaya operasional yang bisa digunakan oleh kepala daerah. Pertama biaya koordinasi, biaya penanggulangan kerawanan sosial, biaya pengamanan, dan biaya kegiatan khusus," terang laman situs itu.
Kendati begitu, tidak dijelaskan kegiatan khusus yang dimaksud. Hal itu yang kemudian diduga menjadi celah baru bagi Pemerintahan Jakarta Baru di bawah komando Jokowi-Ahok untuk melakukan tindakan korupsi.
Seperti diberitakan sebelumnya, biaya operasional kegubernuran DKI yang dianggarkan masa Foke pada tahun anggaran 2012, mencapai Rp17.640.352.300. Besaran itu dibagi dalam empat triwulan, dengan masing-masing triwulan sekira Rp4,4 miliar.
Berdasarkan SK Gubernur 1634 tahun 2007, pembagian biaya operasional dengan komposisi 70 persen untuk gubernur dan 30 persen untuk wakil gubernur.
Rincian alokasi biaya operasional triwulan ke IV sebagai berikut:
1. Diberikan kepada gubernur sebesar Rp2.457.000.000 (untuk tiga bulan).
2. Diberikan kepada wakil gubernur sebesar Rp1.050.500.000 (untuk tiga bulan).
3. Dikelola melalui bendahara sebesar Rp902.588.075 (untuk tiga bulan).
Namun disebutkan laman tersebut, biaya operasional untuk Oktober-Desember 2012 yang seharusnya diterima Jokowi-Ahok per 6 November 2012, hingga kini belum cair.
(san)