Ganti kelamin, harus persiapkan psikologi anak
A
A
A
Sindonews.com - Psikolog dari Universitas Indonesia (UI) Enoch Markum menilai, orang tua bocah yang mengajukan pergantian kelamin harus memikirkan masa depan anaknya. Pasalnya, selama ini si anak sudah dikenal masyarakat sebagai perempuan. Namun, orang tua meminta agar anaknya berganti kelamin dengan pertimbangan kedokteran.
"Harus ada persiapan khusus dan itu memakan waktu lama. Karena tidak mudah, mengingat anak itu sudah diketahui masyarakat sebagai perempuan. Banyak persiapan secara mental dan fisik yang harus disiapkan," kata Enoch, Senin (11/2/2013).
Misalnya, sambung dia, dari sisi berpakaian yang menjadi identitas anak itu selama ini. Ketika berganti kelamin sudah pasti pakaian yang melekat selama ini pun ikut berganti.
Demikian pula dengan perihal nama anak tersebut. Dicontohkan, semula dia bernama X yang merupakan nama perempuan. Namun harus berganti menjadi Y, yang belum familiar bagi diri anak dan lingkungan sekitar.
"Orang tua harus mempersiapkan segalanya. Jangan sampai anak mengalami krisis identitas. Sehingga dia kebingungan identitas," ujarnya mengingatkan.
Secara psikologis anak pun harus disiapkan. Jangan sampai anak itu justru berada dalam kebimbangan perihal identitasnya akibat pergantian kelamin. Kendati dalam observasi kedokteran anak itu memiliki kromosom dominan laki-laki.
Namun yang perlu diingat, bahwa selama ini anak itu sudah diketahui khalayak sebagai perempuan.
"Bagaimana cara dia menghadapi masa depan ya bergantung juga dengan lingkungan. Jika diterima sebagai laki-laki maka anak itu bisa menjalani kehidupan secara alami," tukas Enoch.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Kelas I B, Cibinong, Bogor mengabulkan permohonan pergantian jenis kelamin bocah berusia lima tahun, berinisial ATP, warga Cibinong, Bogor.
Permintaan itu diajukan orang tua bocah, berdasarkan hasil pemeriksaan medis bahwa ATP memiliki kromosom lebih dominan laki-laki karena memiliki kromosom 46 XY. Sehingga tingkah lakunya cenderung seperti laki-laki.
"Harus ada persiapan khusus dan itu memakan waktu lama. Karena tidak mudah, mengingat anak itu sudah diketahui masyarakat sebagai perempuan. Banyak persiapan secara mental dan fisik yang harus disiapkan," kata Enoch, Senin (11/2/2013).
Misalnya, sambung dia, dari sisi berpakaian yang menjadi identitas anak itu selama ini. Ketika berganti kelamin sudah pasti pakaian yang melekat selama ini pun ikut berganti.
Demikian pula dengan perihal nama anak tersebut. Dicontohkan, semula dia bernama X yang merupakan nama perempuan. Namun harus berganti menjadi Y, yang belum familiar bagi diri anak dan lingkungan sekitar.
"Orang tua harus mempersiapkan segalanya. Jangan sampai anak mengalami krisis identitas. Sehingga dia kebingungan identitas," ujarnya mengingatkan.
Secara psikologis anak pun harus disiapkan. Jangan sampai anak itu justru berada dalam kebimbangan perihal identitasnya akibat pergantian kelamin. Kendati dalam observasi kedokteran anak itu memiliki kromosom dominan laki-laki.
Namun yang perlu diingat, bahwa selama ini anak itu sudah diketahui khalayak sebagai perempuan.
"Bagaimana cara dia menghadapi masa depan ya bergantung juga dengan lingkungan. Jika diterima sebagai laki-laki maka anak itu bisa menjalani kehidupan secara alami," tukas Enoch.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Kelas I B, Cibinong, Bogor mengabulkan permohonan pergantian jenis kelamin bocah berusia lima tahun, berinisial ATP, warga Cibinong, Bogor.
Permintaan itu diajukan orang tua bocah, berdasarkan hasil pemeriksaan medis bahwa ATP memiliki kromosom lebih dominan laki-laki karena memiliki kromosom 46 XY. Sehingga tingkah lakunya cenderung seperti laki-laki.
(stb)