Usaha angkot harus berbadan hukum

Jum'at, 23 Desember 2011 - 16:59 WIB
Usaha angkot harus berbadan hukum
Usaha angkot harus berbadan hukum
A A A
Sindonews.com – Tidak hanya masalah kemacetan, persoalan baru cukup meresahkan masyarakat terkait transportasi sekarang ini adalah maraknya tindak kriminalitas di dalam angkot.

Hal itu diakui Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Azas Tigor Nainggolan, saat menggelar catatan akhir tahun transportasi 2011 di Banda Room Hotel Borobudur, Jakarta (23/12/2011).

Tigor mengungkapkan, sekarang ini pengguna angkutan umum cenderung berpindah menggunakan kendaraan pribadi. Hal itu dikarenakan buruknya pelayanan dari angkutan umum. Ditambah, banyaknya tindak kriminal seperti pemerkosaan dalam angkot.

Menyikapi persoalan itu, kata Tigor perlu adanya pengawasan ketat terhadap angkutan umum. Memperbaiki kelembagaan pengelolaan angkot juga wajib dilakukan secepatnya. “Jika selama ini pengelolaa angkot ada pada masing-masing individu, ke depan harus berbadan hukum agar mudah dikontrol,” kata Tigor. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, angkutan umum seharusnya dikelola sebuah badan hukum.

Selain itu, penegakan hukum terhadap angkot harus lebih digiatkan lagi. Menurutnya, penegakan hukum terhadap angkot masih kurang. Pihak kepolisian jarang melakukan razia terhadap angkot.

“Kontrol polisi terhadap angkot masih kurang, seperti razia-razia angkot masih jarang dilakukan. Padahal banyak sopir tidak tertib, misalnya ada sopir tembak bahkan ada anak dibawah umur tidak punya sim bisa jadi sopir angkot. Nah yang ini tanggung jawab kepolisian,” ujarnya.

Kewenangan untuk menyelesaikan masalah transportasi ada pada pemerintah provinsi dan ranah pusat. Jika, masuk dalam ranah kebijakan Pemprov DKI, pihaknya masih bisa menyelesaikan. Seperti misalnya soal parkir atau busway.

“Sebaliknya, jika terkait kebijakan pemerintah pusat, seperti penerapan elektronik road pricing (ERP) karena PP-nya kurang 1 sehingga belum bisa diimplementasikan, DTKJ tidak bisa melakukan apa-apa,” ungkap pria asal Medan itu.

Dalam catatan Polda Metro Jaya, jumlah kendaraan di Jakarta saat ini mencapai 9 juta unit. Maka itu, penggunaan kendaraan pribadi harus segera dikendalikan. Revitalisasi angkutan umum menjadi sangat penting dan harus segera dilakukan untuk memecahkan permasalahan kemacetan di Jakarta.

Ketika kendaraan pribadi dibatasi atau bahkan dilarang, maka masyarakat akan berpindah ke angkutan umum. Dan angkutan umum akan menjadi alat transportasi utama. Namun, pelayanan angkutan umum seperti Transjakarta atau KRL ditingkatkan. Saaat ini, pertumbuhan kendaraan bermotor justru lebih tinggi ketimbang penggunaan angkutan umum.

Optimalisasi angkutan umum di Jakarta harus mendapat dukungan dari pemerintah pusat. Tigor menyontohkan, Trans Milennium di Bogota, Colombia."Di Bogota, Trans Milennium disubsidi sangat besar oleh pemerintah pusat, sementara Transjakarta tidak," ujarnya.

Terkait penegakan hukum, sering terjadi penyerobotan busway oleh pengguna kendaraan pribadi harus ditindak tegas. “Di Roma apabila pengguna jalan menyerobot busway, tidak tanggung-tanggung polisi berhak mencabut SIM-nya. Di Jakarta? Polisi malah mempersilakan para pengguna jalan masuk ke busway," tambah dia lagi.

Masih menurut Tigor, perlu adanya perbaikan kelembagaan bisnis atau operator angkutan yang ada sekarang.

Sementara itu, Pengamat Transportasi Darmaningtyas, mengatakan, sudah saatnya menata kelembagaan pengelolaan angkutan umum dari individu ke badan hukum, dan mendorong percepatan penerbitan peraturan pemerintah tentang angkutan umum. Dengan demikian transportasi dengan mudah dapat dikontrol. (lin)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6556 seconds (0.1#10.140)