Relawan PMI Bertarung Menahan Serangan Virus Corona

Jum'at, 27 Maret 2020 - 19:01 WIB
Relawan PMI Bertarung Menahan Serangan Virus Corona
Relawan PMI Bertarung Menahan Serangan Virus Corona
A A A
JAKARTA - Raut wajahAde Orba kelelahan, matanya mulai sayu seiring kakinya yang mulai kecapean. Maklum saja, sejak wabah virus Corona menyerang awal Maret 2020, Ade dan sejumlah relawan Palang Merah Indonesia (PMI) lainnya tak henti berkeliling kampung.

Tidurnya pun tak sempurna lantaran harus siaga berjaga. Sebagai garda terdepan, Ade harus rela mengorbankan waktu dan tenaga melawan virus Corona yang tak terlihat.

Menggunakan alat pelindung diri (APD), Ade berkeliling ke sejumlah kawasan. Jalan besar, gang-gang sempit, kantor pemerintahan, sekolah, hingga sarana publik ia sisir.“Totalnya ada 300 titik hingga saat ini,” ucap Ade saat dihubungi, Jumat (27/3/2020).

Sekalipun usianya menginjak 51 tahun, namun semangat Ade masih membara layaknya remaja. Setiap harinya, bapak tiga anak ini sudah stand by di kantor PMI Jakarta Barat sekitarpukul 06.00 WIBpagi.

Dia kemudian rapat dengan 39 petugas dan relawan lainnya sebelum terjun ke lapangan. Penyiraman disinfektan dan pengecekan APD menjadi prosedur awal sebelum relawan bergerak ke sejumlah kawasan di Jakarta Barat.

“Tadi pagi kami ke Kebon Jeruk, membantu tiga pilar di sana melakukan disinfektan,” kata Ade sembari mengatakan kawasan itu merupakan salah satu pandemik.

Meski menyadari pembasmian Corona tak jauh dengan menantang nyawa. Namun, Ade tak takut. Ia tak pedulikan omongan sebagian orang, baginya kehilangan dirinya tak masalah asalkan nyawa ratusan ribu masyarakat Jakarta Barat terselamatkan.

Dengan membawa serta alat penyemprot disinfektan, Ade kemudian menyisir jalanan raya Lapangan Bola. Penyemprotan dilakukan dengan bantuan truk tangki milik Pemkot Jakarta Barat.

Usai menyisir jalan utama, ia kemudian menyemprot jalanan kampung. Menggunakan bentor (Bemo Motor), Ade sukarela menyemprot jalanan ini. Satu persatu bangunan dan pot jalan ia semprot agar menghilangkan virus covid yang hingga kini telah membunuh 71 orang. “Baru kemudian kami masuk ke gang dan menyemprot rumah warga,” ujarnya.

Lebih mengerikan ketimbang bencana

Turun ke bencana alam bukanlah hal pertama yang dilakukan Ade. Pria yang telah bertahun-tahun menjadi relawan PMI ini telah mengorbankan separuh umurnya untuk membantu masyarakat.

Tsunami Aceh, Tsunami Palu, hingga referendrum Timor Timur pernah didatanginya. Meski telah berpengalaman, namun kengerian akan virus Corona diakui jauh lebih besar.

“Kalau di bencana yang lain, kita bisa melihat bagaimana kondisi nyata. Masyarakat yang terluka kita obati, tapi ini virus tak terlihat. Bahkan salah prosedur, saya bisa terkena virus,” ucapnya.

Takut, cemas, dan sedih bercampur aduk dalam hatinya. Jiwa kian terguncang setelah melihat tayang video yang tersebar di media sosial mengenai covid-19. (Baca Juga: Bilik Disinfektan Berbentuk Terowongan Dipasang di 4 Lokasi Ibu Kota)

Meskipun tak jelas sumbernya, namun ia melihat masyarakat menjadi antipati ketika melihat ada masyarakat lainnya tergeletak di jalan. Banyak diantara mereka yang tak berani menolong karena penyebaran Covid-19 yang kian masif.

Sebagai relawan, Ade merasa sedih, jiwa terguncang bila melihat hal itu. Namun demikian, Ade tak bisa berbuat banyak selain menghubungi petugas medis melakukan CPR dengan menggunakan APD. “Kita ngga bisa bersentuhan,” ucapnya.

Merebaknya virus Corona atau Covid-19 di Indonesia dalam dua pekan terakhir membuat dirinya ngeri ngeri sedap. Ade tak bisa berbuat banyak dengan kondisi ini. Di sisi lain kebutuhan APD kian minim. Wearpack medis kini kian sulit dicari. Sekalipun dirinya dan sejumlah relawan lainnya mendapatkan suplai dari PMI Pusat dan Pemprov DKI, namun kebutuhan itu dirasa kurang mencukupi.

Karena itu, demi tetap melaksanakan kegiatan. Pihaknya tetap melakukan penyemprotan. Berbekal jas hujan lengkap sebagai pengganti werpact, Ade dan sejumlah relawan lainnya melakukan penyemprotan. “Bagi kami ini bukan suatu halangan. Niat kami tulus, hanya untuk membantu,” tuturnya.

Bagi keluarga Ade, apa yang dilakukanya bukanlah hal yang baru. Bertahun tahun di PMI membuat Ade lekat dengan bencana alam. Kondisi ini membuat dirinya kian was was, Terlebih meski saat ini dua anak telah terpisah jauh karena harus bekerja dan mondok di Gontor. Namun tak berarti di rumah kosong. “Ada istri dan anak ketiga saya,” ucapnya.

Ade menyadari keberadaan di luar rumah, tak hanya membahayakan dirinya lantaran harus berinteraksi dengan masyarat, himbauan social distracing pun ia kesampingkan dengan alasan kemanusiaan.

Dengan kondisi ini, Ade kemudian harus kian waspada dirumah, bila tak steril. Ade dapat membawa virus ke rumah. Karena itu, menjaga kebersihan tetap terjaga. Usai mengelilingi rumah rumah warga menyemprot disinfektan, Ade selalu menyemprotkan diri di kantor dan mandi terlebih dahulu.

Termasuk saat dirumah, sebelum berinteraksi dengan keluarga. Ia selalu menyempatkan mandi sebelum akhirnya duduk di ruang keluarga bercerita tentang kesaharian selama ini. “Ini cara saya agar covid 19 tak masuk ke rumah,” pungkasnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7504 seconds (0.1#10.140)