Baliho Dicopot Satpol PP, Ketua Garbi Depok Akan Tempuh Jalur Hukum
A
A
A
Ketua Ormas Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi) Kota Depok Bayu Adi Permana akan membawa persoalan pencopotan balihonya di Jalan Margonda Raya, Kecamatan Pancoran ke ranah hukum. Menurutnya, Wali Kota Depok Idris bertanggungjawab atas penurunan baliho oleh Satpol PP tersebut."Hari ini kami sepakat akan membawa kasus ini ke ranah hukum. Saya akan serahkan berkas berkasnya," katanya, Sabtu (14/12/2019). Menurutnya, langkah pemkot menurunkan baliho itu merupakan tindakan melawan hukum sekaligus merusak iklim demokrasi di Depok. Sebelumnya, dia memasang baliho bertuliskan 'Bosan Yang Lama? Ganti Yang Baru'. (Baca Juga: Billboardnya Diturunkan, Ketua Garbi Kota Depok Protes)
Kemudian baliho itu diturunkan secara sepihak oleh Pemkot Depok. Dalam baliho mengungkap tentang sejumlah masalah di Depok seperti kemiskinan, kemacetan, upah minimum, kesehatan, dan pendidikan.
Bayu mengaku sudah memberi kesempatan bagi Pemkot untuk bertanggungjawab. Namun, hingga kini mereka belum ada itikad baik. "Kami telah menunggu itikad baik dari Pemkot Depok, dan berdasarkan dugaan pelanggaran yang merugikan dimungkinkan adanya penerimaan "kompensasi," katanya.
Kuasa Hukum Bayu Adi Permana Selamet Hasan menyatakan, kliennya telah dirugikan akibat Baliho. Menurutnya, pembayaran pajak sudah dilakukan. Harusnya, sejak 3 Desember 2019 hingga Januari 2020 baliho tetap tayang. "Tapi malah dicopot per tanggal 4 Desember 2019. Kita sudah kehilangan tujuh hari, padahal waktu kita hanya sampai Januari 2020," katanya.
Pemkot malah menuding kita tidak taat aturan. Kalau izin tayang dan pajak sudah dibayar, harusnya izin reklamenya juga harus ada. Menurutnya, jika Pemkot Depok terbukti melakukan pelanggaran melawan hukum, ada dua pelanggaran yang mungkin bisa disangkakan yakni, Mal Administrasi dan Perlindungan Konsumen.
Sementara itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (satpol PP) Kota Depok Lienda Ratnanurdianny membantah telah menurunkan paksa baliho milik Garbi. Menurut Lienda, penurunan baliho Garbi dilakukan sendiri oleh pihak agency reklame tersebut. Alasannya, baliho itu belum mempunyai izin pemasangan reklame. "Pembayaran pajak reklame dan bukti stiker pajak reklame itu berbeda dengan izin pemasangannya," katanya.
Meskipun pajak sudah dibayar, tetapi belum ada izin pemasangan reklame tetap tidak boleh dipasang dahulu balihonya. Setelah melakukan pembayaran pajak dan mendapatkan stiker pembayaran pajak, pengelola reklame harus mengurus izin pemasangan baliho ke kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Depok.
Setelah perizinannya selesai baru baliho boleh dipasang di tempat yang sesuai dengan perizinannya. "Surat izin reklame baliho Garbi Depok dari DPMPTSP Depok belum selesai, namun balihonya sudah dipasang. Ini yang tidak sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda),"katanya.
Namun begitu kata Lienda pihaknya telah melakukan pendekatan secara persuasif kepada pengelola reklame tersebut. Bahwa, pemasangan baliho dapat dilakukan setelah mendapatkan izin pemasangan dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Depok.
"Kami hanya menjalankan tupoksi sebagai aparatur penegak Perda dan pencopotan baliho tersebut karena semata-mata belum mengantongi izin pemasangan papan reklame dari DPMPTSP Depok," pungkasnya.
Kemudian baliho itu diturunkan secara sepihak oleh Pemkot Depok. Dalam baliho mengungkap tentang sejumlah masalah di Depok seperti kemiskinan, kemacetan, upah minimum, kesehatan, dan pendidikan.
Bayu mengaku sudah memberi kesempatan bagi Pemkot untuk bertanggungjawab. Namun, hingga kini mereka belum ada itikad baik. "Kami telah menunggu itikad baik dari Pemkot Depok, dan berdasarkan dugaan pelanggaran yang merugikan dimungkinkan adanya penerimaan "kompensasi," katanya.
Kuasa Hukum Bayu Adi Permana Selamet Hasan menyatakan, kliennya telah dirugikan akibat Baliho. Menurutnya, pembayaran pajak sudah dilakukan. Harusnya, sejak 3 Desember 2019 hingga Januari 2020 baliho tetap tayang. "Tapi malah dicopot per tanggal 4 Desember 2019. Kita sudah kehilangan tujuh hari, padahal waktu kita hanya sampai Januari 2020," katanya.
Pemkot malah menuding kita tidak taat aturan. Kalau izin tayang dan pajak sudah dibayar, harusnya izin reklamenya juga harus ada. Menurutnya, jika Pemkot Depok terbukti melakukan pelanggaran melawan hukum, ada dua pelanggaran yang mungkin bisa disangkakan yakni, Mal Administrasi dan Perlindungan Konsumen.
Sementara itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (satpol PP) Kota Depok Lienda Ratnanurdianny membantah telah menurunkan paksa baliho milik Garbi. Menurut Lienda, penurunan baliho Garbi dilakukan sendiri oleh pihak agency reklame tersebut. Alasannya, baliho itu belum mempunyai izin pemasangan reklame. "Pembayaran pajak reklame dan bukti stiker pajak reklame itu berbeda dengan izin pemasangannya," katanya.
Meskipun pajak sudah dibayar, tetapi belum ada izin pemasangan reklame tetap tidak boleh dipasang dahulu balihonya. Setelah melakukan pembayaran pajak dan mendapatkan stiker pembayaran pajak, pengelola reklame harus mengurus izin pemasangan baliho ke kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Depok.
Setelah perizinannya selesai baru baliho boleh dipasang di tempat yang sesuai dengan perizinannya. "Surat izin reklame baliho Garbi Depok dari DPMPTSP Depok belum selesai, namun balihonya sudah dipasang. Ini yang tidak sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda),"katanya.
Namun begitu kata Lienda pihaknya telah melakukan pendekatan secara persuasif kepada pengelola reklame tersebut. Bahwa, pemasangan baliho dapat dilakukan setelah mendapatkan izin pemasangan dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Depok.
"Kami hanya menjalankan tupoksi sebagai aparatur penegak Perda dan pencopotan baliho tersebut karena semata-mata belum mengantongi izin pemasangan papan reklame dari DPMPTSP Depok," pungkasnya.
(ysw)