Mahasiswa Demo Soal Nikel, Lalin di Depan Gedung DPR Tersendat
A
A
A
JAKARTA - Mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Mahasiswa Peduli Bangsa (KOMA-PB) dan Koalisi Mahasiswa Indonesia (KMI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI. Mereka menilai ada kejanggalan dalam penyelenggaraan industri nikel di Indonesia.
Koordinator lapangan Rahmat Himran mengatakan, permainan smelter seperti pengaturan harga yang tidak sesuai dengan Harga Patokan Mineral (HPM) ini harus diusut tuntas oleh DPR.
"HPM itu kan memiliki dasar hukum berkisar $36-$39, tapi harga yang ada saat ini hanya berkisar $27-$30 per ton, ini ada apa? Harusnya harga mengikuti HPM yang diterbitkan Dirjen Minerba. DPR-RI kami minta hadir dan periksa proses yang janggal ini," kata Rahmat di lokasi, Jumat (22/11/2019).
Selain itu, menurut Rahmat, beberapa smelter yang ada malah lebih mengutamakan pekerja asing dibandingkan pekerja lokal.
"Pemilik smelter di Morowali contohnya, mereka lebih memilih mempekerjakan pekerja asing dari Tiongkok dibandingkan tenaga kerja Indonesia, hal ini melukai harkat dan martabat kami sebagai mahasiswa dan pemuda penerus bangsa yang berhak mendapatkan kesempatan kerja lebih besar dibandingkan tenaga asing," paparnya.
Setelah beberapa saat melangsungkan orasi akhirnya para perwakilan mahasiswa diterima oleh perwakilan dari Komisi VII Rusda Mahmud. Menurut keterangan dari perwakilan mahasiswa yang diterima, Rusda Mahmud sangat mengapresiasi gerakan yang digelar mahasiswa hari ini.
Karena di dapilnya juga tepatnya Sulawesi Tenggara merupakan daerah tambang nikel dan banyak penambang disana, oleh karenanya ia siap mendukung dan menyambungkan suara para mahasiswa kepada lembaga dan kementrian terkait nantinya.
Diketahui sebelumnya, aksi mahasiswa terkait kebijakan larangan ekspor nikel ini sudah digelar di beberapa titik pada hari-hari sebelumnya. Akibat ada aksi tersebut, arus lalu lintas di depan jalan gedung DPR/MPR sempat tersendat.
Koordinator lapangan Rahmat Himran mengatakan, permainan smelter seperti pengaturan harga yang tidak sesuai dengan Harga Patokan Mineral (HPM) ini harus diusut tuntas oleh DPR.
"HPM itu kan memiliki dasar hukum berkisar $36-$39, tapi harga yang ada saat ini hanya berkisar $27-$30 per ton, ini ada apa? Harusnya harga mengikuti HPM yang diterbitkan Dirjen Minerba. DPR-RI kami minta hadir dan periksa proses yang janggal ini," kata Rahmat di lokasi, Jumat (22/11/2019).
Selain itu, menurut Rahmat, beberapa smelter yang ada malah lebih mengutamakan pekerja asing dibandingkan pekerja lokal.
"Pemilik smelter di Morowali contohnya, mereka lebih memilih mempekerjakan pekerja asing dari Tiongkok dibandingkan tenaga kerja Indonesia, hal ini melukai harkat dan martabat kami sebagai mahasiswa dan pemuda penerus bangsa yang berhak mendapatkan kesempatan kerja lebih besar dibandingkan tenaga asing," paparnya.
Setelah beberapa saat melangsungkan orasi akhirnya para perwakilan mahasiswa diterima oleh perwakilan dari Komisi VII Rusda Mahmud. Menurut keterangan dari perwakilan mahasiswa yang diterima, Rusda Mahmud sangat mengapresiasi gerakan yang digelar mahasiswa hari ini.
Karena di dapilnya juga tepatnya Sulawesi Tenggara merupakan daerah tambang nikel dan banyak penambang disana, oleh karenanya ia siap mendukung dan menyambungkan suara para mahasiswa kepada lembaga dan kementrian terkait nantinya.
Diketahui sebelumnya, aksi mahasiswa terkait kebijakan larangan ekspor nikel ini sudah digelar di beberapa titik pada hari-hari sebelumnya. Akibat ada aksi tersebut, arus lalu lintas di depan jalan gedung DPR/MPR sempat tersendat.
(mhd)