Bocah 10 Tahun Itu Tewas dalam Pasungan saat Kebakaran di Rumah
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Identitas bocah 10 tahun yang tewas dalam peristiwa kebakaran tiga rumah kontrakan di Gang Sayur, RT 14/04, Setu, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), terkuak. Korban diketahui bernama Zidni Khoiri Alfatir (10), penderita disabilitas mental dan fisik.
Ironisnya anak pasangan suami istri, Suhin (43) dan almarhumah Wagiati (46) ini tewas di dalam kamar rumahnya dengan kaki terpasung pada Minggu, 17 November 2019 kemarin. Suhin mengatakan, engaja memasung kaki anaknya yang suka mengamuk, dengan cara mengikat menggunakan rantai di pojokan kamar kontrakan berukuran 3x4 meter tersebut.
Saat kejadian, Suhin tengah pergi bekerja dari pagi dengan mengunci pintu rumah dari luar. Kebakaran diduga terjadi akibat selang gas yang bocor di ruangan kamar Zidni. Diduga, saat Zidni hendak menyalakan kompor, gas yang sudah memenuhi ruang kamar langsung menyambar dan membakarnya.
Kepala Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) dan Penyelamatan Kota Tangsel Uci Sanusi mengatakan, Zidni meninggal karena terjebak kobaran api dan kakinya diikat rantai besi."Anak laki-laki tewas karena terjebak di dalam kontrakan. Petugas baru berhasil mengevakuasi korban saat tiba di lokasi, tapi saat itu korban sudah meninggal dunia," kata Uci kepada wartawan, Senin (18/11/2019).
Uci menuturkan, petugas terlambat datang ke lokasi hingga korban meninggal dunia. Lantaran, jalan dan gang yang dilalui ke lokasi sempit dan sulit dijangkau oleh mobil pemadam kebakaran. (Baca: Si Jago Merah Lahap 3 Kontrakan, Bocah 10 Tahun Tewas Terjebak)
Sementara itu, Kapolsek Cisauk AKP Rolando Victor Hutajulu menjelaskan, masih melakukan penyelidikan terhadap keberadaan bocah malang yang terjebak dalam kobaran api dan tidak bisa menyelamatkan diri itu."Ya, tapi jangan dulu ya, karena ini kan korban menderita keterbelakangan mental. Jadi saat kejadian bapaknya sedang kerja. Tunggu besok saja ya, biar lengkap," papar Kapolsek.
Terpisah, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Tangsel Wahyunoto mengatakan, Zidni merupakan penyandang disabilitas korban pasungan orang tuanya yang pernah dibebaskan dan dirawat di rumah singgah."Iya, benar korban kebakaran adalah Zidni, penyandang disabilitas yang dulu awalnya dipasung, dikurung oleh orang tuanya kemudian kita jemput," kata Wahyunoto.
Wahyu menjelaskan, saat pertama ditemukan kondisi Zidni sangat memperihatinkan. Tubuhnya penuh kotorannya, dan sangat kelaparan. Dia juga sakit, setelah tujuh hari dirawat, Zidni pun mengalami perubahan.
"Kita bawa ke rumah singgah sosial, lalu kita bersihkan. Diberi kebutuhan dasar pakaian, pangan, dan dirawat dilayani di rumah singgah. Bahkan, ada beberapa warga peduli yang memberi bantuan," ujar Wahyu.
Semua bantuan itu, kemudian diserahkan ke orang tua Zidni. Pihak orangtua Zidni pun diberikan pemahaman untuk tidak merantai anaknya lagi, jika tidak ingin Zidni dirawat oleh panti sosial yang dikelola pihak provinsi.
"Orang tuanya setelah kita kasih pemahaman, pengertian, kemudian sadar dan berjanji tidak akan memasung anaknya lagi. Dan meminta mengasuh sendiri, ya kita serahkan," jelasnya.
Menurut Wahyu, bagian penyelenggaraan urusan bidang sosial itu sesuai dengan UU No 23/2014 tentang Pemda, di mana pihak kota dan kabupaten hanya menangani di rumah singgah dan bersifat sementara."Sesuai dengan UU No 23/2019 tentang Pemda, lampiran pembagian penyelenggaraan bidang kesos, untuk balai dikelola kementerian, panti dikelola dinsos provinsi, kota rumah singgah sosial," ujarnya.
Wahyu pun lepas tangan dengan kematian Zidni, karena bukan menjadi tanggung jawab dan kewenangannya lagi. "Kasus alm Zidni sudah siap kita kirim ke panti sosial provinsi, tapi diminta kembali oleh orangtuanya. Kita sudah serahkan alm Zidni ke orangtuanya, sesuai dengan permintaan kedua orang tuanya," paparnya.
Meski demikian, pihaknya pun tidak ingin menyalahkan orangtua Zidni. Karena mereka juga telah berusaha melakukan yang terbaik, meskipun dengan cara merantai kakinya.
Ironisnya anak pasangan suami istri, Suhin (43) dan almarhumah Wagiati (46) ini tewas di dalam kamar rumahnya dengan kaki terpasung pada Minggu, 17 November 2019 kemarin. Suhin mengatakan, engaja memasung kaki anaknya yang suka mengamuk, dengan cara mengikat menggunakan rantai di pojokan kamar kontrakan berukuran 3x4 meter tersebut.
Saat kejadian, Suhin tengah pergi bekerja dari pagi dengan mengunci pintu rumah dari luar. Kebakaran diduga terjadi akibat selang gas yang bocor di ruangan kamar Zidni. Diduga, saat Zidni hendak menyalakan kompor, gas yang sudah memenuhi ruang kamar langsung menyambar dan membakarnya.
Kepala Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) dan Penyelamatan Kota Tangsel Uci Sanusi mengatakan, Zidni meninggal karena terjebak kobaran api dan kakinya diikat rantai besi."Anak laki-laki tewas karena terjebak di dalam kontrakan. Petugas baru berhasil mengevakuasi korban saat tiba di lokasi, tapi saat itu korban sudah meninggal dunia," kata Uci kepada wartawan, Senin (18/11/2019).
Uci menuturkan, petugas terlambat datang ke lokasi hingga korban meninggal dunia. Lantaran, jalan dan gang yang dilalui ke lokasi sempit dan sulit dijangkau oleh mobil pemadam kebakaran. (Baca: Si Jago Merah Lahap 3 Kontrakan, Bocah 10 Tahun Tewas Terjebak)
Sementara itu, Kapolsek Cisauk AKP Rolando Victor Hutajulu menjelaskan, masih melakukan penyelidikan terhadap keberadaan bocah malang yang terjebak dalam kobaran api dan tidak bisa menyelamatkan diri itu."Ya, tapi jangan dulu ya, karena ini kan korban menderita keterbelakangan mental. Jadi saat kejadian bapaknya sedang kerja. Tunggu besok saja ya, biar lengkap," papar Kapolsek.
Terpisah, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Tangsel Wahyunoto mengatakan, Zidni merupakan penyandang disabilitas korban pasungan orang tuanya yang pernah dibebaskan dan dirawat di rumah singgah."Iya, benar korban kebakaran adalah Zidni, penyandang disabilitas yang dulu awalnya dipasung, dikurung oleh orang tuanya kemudian kita jemput," kata Wahyunoto.
Wahyu menjelaskan, saat pertama ditemukan kondisi Zidni sangat memperihatinkan. Tubuhnya penuh kotorannya, dan sangat kelaparan. Dia juga sakit, setelah tujuh hari dirawat, Zidni pun mengalami perubahan.
"Kita bawa ke rumah singgah sosial, lalu kita bersihkan. Diberi kebutuhan dasar pakaian, pangan, dan dirawat dilayani di rumah singgah. Bahkan, ada beberapa warga peduli yang memberi bantuan," ujar Wahyu.
Semua bantuan itu, kemudian diserahkan ke orang tua Zidni. Pihak orangtua Zidni pun diberikan pemahaman untuk tidak merantai anaknya lagi, jika tidak ingin Zidni dirawat oleh panti sosial yang dikelola pihak provinsi.
"Orang tuanya setelah kita kasih pemahaman, pengertian, kemudian sadar dan berjanji tidak akan memasung anaknya lagi. Dan meminta mengasuh sendiri, ya kita serahkan," jelasnya.
Menurut Wahyu, bagian penyelenggaraan urusan bidang sosial itu sesuai dengan UU No 23/2014 tentang Pemda, di mana pihak kota dan kabupaten hanya menangani di rumah singgah dan bersifat sementara."Sesuai dengan UU No 23/2019 tentang Pemda, lampiran pembagian penyelenggaraan bidang kesos, untuk balai dikelola kementerian, panti dikelola dinsos provinsi, kota rumah singgah sosial," ujarnya.
Wahyu pun lepas tangan dengan kematian Zidni, karena bukan menjadi tanggung jawab dan kewenangannya lagi. "Kasus alm Zidni sudah siap kita kirim ke panti sosial provinsi, tapi diminta kembali oleh orangtuanya. Kita sudah serahkan alm Zidni ke orangtuanya, sesuai dengan permintaan kedua orang tuanya," paparnya.
Meski demikian, pihaknya pun tidak ingin menyalahkan orangtua Zidni. Karena mereka juga telah berusaha melakukan yang terbaik, meskipun dengan cara merantai kakinya.
(whb)