Kakek Lumpuh Tinggal Dibekas Kandang Ayam Selama 13 Tahun
A
A
A
TANGERANG - Malang dialami kakek Aska (52) alias Mang Akol, warga Kampung Sukasari, RT07/02, Desa Pabuaran, Kecamatan Jayanti, Kabupaten Tangerang. Selama 13 tahun, pria yang hidup sebatang kara ini mendiami gubug yang berada di antara sawah dan irigasi bekas kandang ayam.
Berlantai tanah, berdinding bilik bekas yang penuh lubang, dan ranting-ranting pepohonan kering. Gubug Mang Akol sangat tidak layak untuk ditinggali dan tidak sehat. Di dalamnya hanya ada kasur tipis dan lusuh, beberapa alat dapur, dan gelas serta piring makan.
Lantai rumahnya juga hanya beralas tanah basah dengan dinding rumah kayu lapis anyaman bambu lapuk, dan banyak sekali lubang menganga. Pondasi rumah juga terlihat keropos dan atapnya bolong-bolong.
"Saya sudah 13 tahun tinggal di sini. Saya tidak punya tempat tinggal lain, sudah sakit-sakitan. Saya tinggal sendirian di sini," kata Mang Akol di rumahnya pada Minggu (13/10/2019) sore.
Untuk keperluan makan sehari-hari, Mang Akol hanya bisa berharap dari belas kasihan keluarga dan tetangganya. Kondisi kesehatannya yang terus bertambah buruk, membuatnya tidak bisa membanting tulang.
Sebelum kondisi kesehatannya seperti saat ini, dia bekerja sebagai kuli serabutan. Mang Akol juga bercerita, pernah merantau ke Banjarmasin pada 1990-an. Dia juga bercerita pernah menikah dengan seseorang di Banjarmasin dan memiliki dua orang anak yang masih diingatnya, yakni bernama Rionaldo (23) dan Agus Jaya (14).
Badai kehidupan mulai menerpa Mang Akol pada 2007. Penyakit rematik membuatnya lumpuh. Tidak adanya pekerjaan, membuat kehidupan rumah tangganya berantakan. Mang Akol ditinggal oleh istri dan anaknya.
"Sebelum sakit-sakitan, dulu saya masih bisa cari uang dengan kerja kuli bangunan dan serabutan. Tetapi sekarang tidak lagi, karena sudah tidak berdaya sama sekali karena lumpuh total," sambung Mang Akol.
Sejak ditinggal istri dan kedua anaknya itu, Mang Akol tidak pernah berkomunikasi dengan mereka lagi. Hingga kini, saat mulai lumpuh total dia harus berjuang sendirian.
"Bantuan belum pernah ada dari pemerintah desa, kecamatan, apalagi dari Pemkab Tangerang. Saya akan sangat terbantu jika ada bantuan tersebut, karena saya sudah tua dan sakit-sakitan begini," ungkapnya.
Ketua RT 07 Siman mengatakan, Mang Akol tidak pernah mendapat bantuan apapun dari aparatur pemerintahan. "Ya, kami berharap Pemkab Tangerang bersama instansi terkait untuk lebih proaktif dalam memperhatikan kondisi kehidupan masyarakat di daerah ini, khususnya kepada mereka yang membutuhkan," katanya.
Diakui Siman, kondisi masyarakat kampung itu cukup banyak yang memprihatikan dan butuh bantuan. Namun, yang terburuk, dan sangat mendesak dibantu Mang Akol.
Sementara itu, Ketua BPD Desa Pabuaran Kecamatan Jayanti, Kang Parta mengatakan, Mang Akol pulang ke kampung halamannya dari Banjarmasin, setelah mengalami sakit lumpuh akibat rematik pada tahun 2007.
"Kalau saya ngobrol sama pihak keluarga, sejarahnya panjang, karena Pak Aska itu dulunya kerja merantau di Banjarmasin. Mungkin kepulangannya dari perantauan karena sakit dan lumpuh total," tambahnya.
Pihak keluarga dan saudara Mang Akol di kampung itu juga kurang mampu, dan tidak bisa membantu banyak selain dengan membangunkannya gubug tinggal tersebut. "Keluarga dan saudara yang di sini juga katanya emang kurang mampu. Jadi tidak bisa merawat dia dan pada akhirnya dia cuma dibuatkan tempat seperti gazebo atau kaya pos kamling gitu," sambung Parta.
Kondisi gubug Mang Akol sudah diketahui pihak pemerintah desa. Namun, diakuinya tidak pernah ada tindakan apa-apa. Selama 13 tahun, Mang Akol masih tetap bertahan.
Berlantai tanah, berdinding bilik bekas yang penuh lubang, dan ranting-ranting pepohonan kering. Gubug Mang Akol sangat tidak layak untuk ditinggali dan tidak sehat. Di dalamnya hanya ada kasur tipis dan lusuh, beberapa alat dapur, dan gelas serta piring makan.
Lantai rumahnya juga hanya beralas tanah basah dengan dinding rumah kayu lapis anyaman bambu lapuk, dan banyak sekali lubang menganga. Pondasi rumah juga terlihat keropos dan atapnya bolong-bolong.
"Saya sudah 13 tahun tinggal di sini. Saya tidak punya tempat tinggal lain, sudah sakit-sakitan. Saya tinggal sendirian di sini," kata Mang Akol di rumahnya pada Minggu (13/10/2019) sore.
Untuk keperluan makan sehari-hari, Mang Akol hanya bisa berharap dari belas kasihan keluarga dan tetangganya. Kondisi kesehatannya yang terus bertambah buruk, membuatnya tidak bisa membanting tulang.
Sebelum kondisi kesehatannya seperti saat ini, dia bekerja sebagai kuli serabutan. Mang Akol juga bercerita, pernah merantau ke Banjarmasin pada 1990-an. Dia juga bercerita pernah menikah dengan seseorang di Banjarmasin dan memiliki dua orang anak yang masih diingatnya, yakni bernama Rionaldo (23) dan Agus Jaya (14).
Badai kehidupan mulai menerpa Mang Akol pada 2007. Penyakit rematik membuatnya lumpuh. Tidak adanya pekerjaan, membuat kehidupan rumah tangganya berantakan. Mang Akol ditinggal oleh istri dan anaknya.
"Sebelum sakit-sakitan, dulu saya masih bisa cari uang dengan kerja kuli bangunan dan serabutan. Tetapi sekarang tidak lagi, karena sudah tidak berdaya sama sekali karena lumpuh total," sambung Mang Akol.
Sejak ditinggal istri dan kedua anaknya itu, Mang Akol tidak pernah berkomunikasi dengan mereka lagi. Hingga kini, saat mulai lumpuh total dia harus berjuang sendirian.
"Bantuan belum pernah ada dari pemerintah desa, kecamatan, apalagi dari Pemkab Tangerang. Saya akan sangat terbantu jika ada bantuan tersebut, karena saya sudah tua dan sakit-sakitan begini," ungkapnya.
Ketua RT 07 Siman mengatakan, Mang Akol tidak pernah mendapat bantuan apapun dari aparatur pemerintahan. "Ya, kami berharap Pemkab Tangerang bersama instansi terkait untuk lebih proaktif dalam memperhatikan kondisi kehidupan masyarakat di daerah ini, khususnya kepada mereka yang membutuhkan," katanya.
Diakui Siman, kondisi masyarakat kampung itu cukup banyak yang memprihatikan dan butuh bantuan. Namun, yang terburuk, dan sangat mendesak dibantu Mang Akol.
Sementara itu, Ketua BPD Desa Pabuaran Kecamatan Jayanti, Kang Parta mengatakan, Mang Akol pulang ke kampung halamannya dari Banjarmasin, setelah mengalami sakit lumpuh akibat rematik pada tahun 2007.
"Kalau saya ngobrol sama pihak keluarga, sejarahnya panjang, karena Pak Aska itu dulunya kerja merantau di Banjarmasin. Mungkin kepulangannya dari perantauan karena sakit dan lumpuh total," tambahnya.
Pihak keluarga dan saudara Mang Akol di kampung itu juga kurang mampu, dan tidak bisa membantu banyak selain dengan membangunkannya gubug tinggal tersebut. "Keluarga dan saudara yang di sini juga katanya emang kurang mampu. Jadi tidak bisa merawat dia dan pada akhirnya dia cuma dibuatkan tempat seperti gazebo atau kaya pos kamling gitu," sambung Parta.
Kondisi gubug Mang Akol sudah diketahui pihak pemerintah desa. Namun, diakuinya tidak pernah ada tindakan apa-apa. Selama 13 tahun, Mang Akol masih tetap bertahan.
(whb)